BAGIAN PERTAMA
Fidelis Arie Sudewarto (36) saat ini hanya bisa pasrah. Sejak petugas Badan Narkotika Nasional (
BNN) Kota Sanggau menangkapnya karena menaman 39 batang pohon ganja (
cannabis sativa) pada 19 Februari 2017 yang lalu, saat itu pula upayanya merawat sang istri, Yeni Riawati berakhir.
Fidelis, seorang pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Sanggau ini menanam ganja untuk untuk mengobati penyakit
istrinya, yang didiagnosa menderita
syringomyelia (
tumbuhnya kista berisi cairan (syrinx) di dalam sumsum tulang belakang).
Sang istri akhirnya meninggal dunia, tepat 32 hari setelah Fidelis ditangkap
BNN.
Pernikahan Fidelis dan Yeni dikaruniai dua orang anak, yaitu
Yuvensius Finito Rosewood (15) dan Samuel Finito Sumardinata (3).
Sementara Yeni merupakan guru Bahasa
Inggris di SMP negeri 3 Mukok.
Yohana L.A Suyati, kakak kandung Fidelis menceritakan, penyakit yang
diderita Yeni ketika hamil anak kedua mereka Samuel, pada tahun 2013
yang lalu. Saat itu kaki sebelah kanan Yeni sakit dan tidak bisa
digerakkan sehingga dibawa ke RSUD Sanggau.
"Saat itu dokter tidak bisa mendiagnosa dan mengatakan itu bawaan
hamil, kemudian Yeni dibawa pulang kembali ke rumah," ujar Yohana saat
ditemui di rumah Fidelis, Senin (3/4/2017) sore.
Baca juga: Tanam Ganja untuk Pengobatan Istri, Fidelis Tak Seharusnya Ditangkap dan Dibui
Tak lama berselang, Yeni pun melahirkan secara normal dengan kondisi
anak dan ibu sehat. Namun, pada tahun 2014 ketika bayi berusia lima
bulan, sakit yang dialami Yeni kambuh. Kali ini kedua kakinya sakit dan
tidak bisa digerakkan.
Yeni kemudian dibawa kembali ke RSUD? Sanggau dan didiagnosa menderita penyakit
Shyndrome Guillain Barre (SGB) dan dirujuk ke RS Santo Antonius
Pontianak.
Setibanya di
Pontianak, hasil laboratorium dari RS Antonius tidak menemukan indikasi adanya penyakit SGB tersebut.
"Namun, berdasarkan pemeriksaan radiologi (MRI) di Antonius ada kemungkinan menderita
syringomyelia," ujar Yohana.
Setelah mengetahui hasil diagnosa MRI tersebut, Yeni kemudian dibawa
kembali ke Sanggau. Pihak keluarga kemudian mencoba pengobatan
alternatif dengan terapi pijat saraf di daerah Bodok, Kabupaten Sanggau.
Yeni menjalani pengobatan selama dua minggu di tempat terapi tersebut
dan menunjukkan perkembangan, yaitu jempol kakinya sudah mulai bisa
digerakkan. Lantaran menunjukkan adanya perubahan, Yeni kemudian dibawa
pulang ke rumah, karena terlihat mulai sehat.
Namun, tak lama berselang, sekitar tahun 2015, penyakitnya kembali
kambuh dan dibawa ke rumah sakit Sanggau dan didiagnosa menderita
psikosomatis (gangguan kejiwaan) sehingga dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa
Singkawang.
Karena di RSJ Singkawang tidak ada layanan rawat inap, Yeni kemudian
dirujuk lagi ke Rumah Sakit Santo Vincentius Singkawang dan dinyatakan
boleh pulang karena tidak ditemukan kelainan kejiwaan.
Kemudian, pada tahun 2016, Yeni kembali dibawa ke RSUD Sanggau. Kali
ini penyakit hasil diagnosa menyebutkan dia menderita Tumor Buli,
kemudian dirujuk ke RSU Soedarso
Pontianak.
"Berdasarkan hasil USG, pihak RSUP Soedarso
Pontianak menyatakan tidak ada penyakit tumor buli dan berdasarkan hasil MRI, RSUP Soedarso
Pontianak mendiagnosa bahwa penyakit yang diderita adalah penyakit
syringomyelia," ujar Yohana.
Menurut saran dari dokter, satu-satunya cara tindakan medis yang
harus dilakukan adalah melakukan operasi dengan membelah tulang belakang
untuk mengeluarkan cairan (kista) di dalam tulang belakang. Namun,
karena kondisi Yeni Riawati sudah sangat lemah, kemungkinan keberhasilan
operasi kecil, bahkan bisa menimbulkan efek samping.
"Jangankan untuk menyembuhkan luka bekas operasi, untuk hidup normal
seperi makan pada saat itu Yeni sudah susah. Oleh karena itu, dokter
menyarankan agar Yeni dirawat di rumah saja," ujar Yohana.
Baca juga: Mengalir, Dukungan untuk Fidelis yang Ditangkap karena Tanam Ganja demi Obati Istri
Sejak mengetahui hasil diagnosa penyakit tersebut, Fidelis pun
berupaya melakukan berbagai cara supaya istrinya bisa sembuh. Mulai dari
pengobatan herbal, hingga mendatangi dukun, namun tidak juga membuahkan
hasil.
Kondisi istrinya saat itu, sudah nyaris lumpuh total. Hanya tangan
kanan saja yang masih bisa digerakkan. Sementara sekujur tubuhnya
dipenuhi luka menganga hingga sebesar kepalan orang dewasa dan tak
jarang terlihat hingga ke tulang saat membersihkannya.
Yeni juga sulit untuk tidur, ia bahkan bisa hingga tiga hari tidak
tidur karena melawan penyakitnya tersebut. Selain itu, nafsu makan juga
kurang dan nyaris tidak ada yang menyebabkan kondisi badannya semakin
menyusut.
Fidelis kemudian berselancar di dunia maya mencari tahu tentang
penyakit yang diderita istrinya. Hingga ia kemudian menemukan beberapa
situs rujukan dari Eropa dan Amerika serta berkomunikasi dengan orang
yang pernah mengalami atau memiliki kasus penyakit yang sama dengan yang
diderita istrinya.
"Hasil dari
browsing beberapa situs di luar negeri, ketemu
sejumlah referensi yang menyatakan ganja itu ekstrak nya bisa untuk
pengobatan berbagai jenis penyakit, termasuk yang diderita istrinya,"
papar Yohana.
Salah satu rujukan yang dijadikan referensi oleh Fidelis adalah seorang penderita
syringomyelia di Kanada yang mampu bertahan hidup dengan ekstrak ganja yang akhirnya ingin dicobakan untuk istrinya.
"Bagaimana dia mendapatkan ganja itu, mengolahnya, kami dari keluarga
tidak ada yang tahu. Hanya melihat istrinya ada mengalami perubahan,
mulai bisa mau tidur, mau makan, yang sebelumnya tidak bisa tidur
berhari-hari," katanya.
BAGIAN KEDUA
Sejak didiagnosa menderita
syringomyelia
pada Januari 2016, Yeni dirawat sendiri di rumah oleh Fidelis. Untuk
membantunya, setiap hari Fidelis mendatangkan perawat ke rumahnya untuk
melakukan perawatan terhadap Yeni.
Selain itu, Fidelis juga melakukan perawatan sendiri dengan menggunakan dua panduan perawatan penderita penyakit
syringomyelia dari dua situs milik
Amerika Serikat. Dia juga mengumpulkan buku-buku dan literatur tentang ganja. Semua dipelajari Fidelis secara otodidak.
Sejak
awal tahun 2016, semua cara pengobatan sudah dilakukan, mulai dari
menggunakan obat medis, obat herbal, bahkan menggunakan orang pintar,
tetapi tidak ada yang berhasil mengembalikan kondisi fisik Yeni.
Kakak kandung Fidelis, Yohana LA Suyati menceritakan, menjelang akhir tahun 2016 hingga ditahan oleh
BNN Kabupaten Sanggau pada tanggal 19 Februari 2017, Fidelis mulai menerapkan pengobatan dengan menggunakan ekstrak ganja.
"Pengetahuan
dan pengobatan menggunakan ekstrak ganja itu didapatkan Fidelis
berdasarkan literatur-literatur dari luar negeri yang didapatkannya
dengan mencari sendiri menggunakan internet. Kami keluarga sama sekali
tidak tahu-menahu tentang itu," ujar Yohana saat ditemui di rumah
Fidelis, Senin (3/4/2017) sore.
Yeni membaik
Kondisi Yeni sebelum diobati
dengan ekstrak ganja sungguh sangat memprihatinkan. Yeni sulit tidur
bahkan bisa beberapa hari berturut-turut tidak tidur.
Terkadang,
sampai dua hingga tiga hari penuh tidak tidur walaupun sudah berusaha
untuk tidur dan sudah menggunakan obat tidur, tetapi tetap tidak bisa
tidur.
(Baca juga: Tanam Ganja untuk Pengobatan Istri, Fidelis Tak Seharusnya Ditangkap dan Dibui)
Yeni
juga mengalami masalah dalam berkemih, yaitu tidak bisa mengeluarkan
urine hingga perutnya membesar atau sebaliknya tidak bisa mengendalikan
kencingnya. Juga terjadi pembengkakan di sekitar kemaluan sehingga
ketika ingin kencing, air kencingnya dapat keluar dengan sendirinya
sebelum sampai ke kamar kecil.
"Urine yang dikeluarkan juga bercampur dengan darah kental berwarna kehitaman," ujar Yohana.
Setiap makanan yang sudah ditelannya, tidak berapa lama kemudian pasti dimuntahkan kembali.
Selain itu, juga terdapat luka di pinggang tengah bagian belakang
yang dalam dan besar sekali hingga tulang kelihatan dan makin lama luka
di bagaian belakang tubuh semakin banyak yang tumbuh dan besar-besar.
Kaki Yeni juga sering mengalami kram dan kebas dengan rasa sakit yang
mendera, sehingga kadang sampai harus berteriak menahan sakit.
"Kedua kaki Yeni seperti lumpuh, tidak dapat digerakkan sendiri, tangan kirinya juga tidak dapat digerakkan," katanya.
Yeni
juga sering mengeluarkan keringat berlebihan, meskipun cuaca dingin
atau dalam ruang ber-AC. Untuk mengatasi kondisi suhu, Fidelis kemudian
memasang termometer untuk tetap bisa memantau kondisi suhu di dalam
kamar.
"Hanya Fidelis yang tahu bagaimana cara merawat istrinya itu sehingga
ketika dia ditahan, kami keluarga juga tidak bisa berbuat banyak.
Karena selama ini semuanya dia lakukan sendiri cara perawatannya,
termasuk mengatur suhu di kamar," papar Yohana.
Selama menderita
penyakit, Yeni juga tidak mau berkomunikasi dengan orang luar dan lebih
senang menyendiri di kamar. Yeni lebih sering meminta lampu kamar
dimatikan saja karena dia ingin tidur.
Menurut Yohana, terjadi
perubahan besar semenjak Yeni menggunakan ekstrak ganja dalam proses
penyembuhannya, mulai dari meningkatnya nafsu makan hingga bisa tertidur
pulas sebagai mana rutinitas normal pada umumnya.
"Kami melihat istrinya sudah bisa tidur dan mau makan. Sebelumnya,
Yeni bisa tidak tidur hingga berhari-hari, sampai minta obat ke
Puskesmas dan minta dinaikkan dosisnya supaya bisa tidur, tetap tidak
bisa tidur padahal dia sudah berusaha untuk tidur," ujar Yohana.
(Baca juga: Mengalir, Dukungan untuk Fidelis yang Ditangkap karena Tanam Ganja demi Obati Istri)
Nafsu
makan Yeni meningkat, bahkan ia bisa menghabiskan setengah kilogram
buah anggur dalam satu hari. Yeni juga sudah bisa meminta menu makan
yang diinginkan nya.
"Nafsu makannya ada dan tidak muntah lagi
ketika sedang makan. Sebelumnya, setiap kali makan selalu dimuntahkan
dan bahkan tidak mau makan sama sekali. Sampai badannya itu kurus,
sangat kurus sekali," ungkapnya.
Pencernaan juga mulai lancar, baik itu buang air kecil maupun besar.
Lubang-lubang pada luka-luka dekubitus sudah menutup karena daging yang baru sudah tumbuh dan permukaan luka sudah mengering.
"Bahkan,
salah satu luka dekubitus di pinggang belakang yang sangat besar
ukurannya sekitar satu kepalan tangan orang dewasa yang tulangnya
kelihatan, sudah dapat menutup kembali dan permukaannya mengering,"
ungkap Yohana.
Pandangan mata dan penglihatan Yeni juga menjadi
jelas. Ingatannya mulai pulih dan bisa mengingat hal-hal secara detail
di masa lalu.
BAGIAN KETIGA
Yeni juga sudah mau diajak berbicara, berkomunikasi, dan mulai banyak
bertanya, bahkan sudah bisa bernyanyi. Jari-jari tangan kiri yang
sebelumnya lumpuh sudah mulai bisa digerakkan.
"Yeni juga sudah
mulai berbicara tentang harapan atau angan-angannya kalau sudah sembuh
dari penyakitnya. Misalnya, ia mengatakan kalau sudah sembuh akan
membeli sepeda motor baru dan kalau sudah sembuh akan mengadakan misa di
rumah dengan mengundang Romo (pastor)," ujar Yohana.
Harapan sirna
Namun, keceriaan yang mulai
muncul di wajah Yeni kembali sirna. Harapan untuk semakin membaik hilang
karena Fidelis ditahan dan ekstrak ganja dimusnahkan sebagai barang
bukti.
Yeni kemudian dibawa ke Rumah Sakit M Th Djaman Sanggau. Yeni pun
kembali mengalami kesulitan tidur, kadang tidak bisa tidur semalaman.
"Yeni
sempat minta dicarikan obat tidur ke puskesmas supaya bisa tidur,
padahal posisinya sedang dirawat di rumah sakit," papar Yohana.
(Baca juga: Kasus Fidelis Jadi Momentum Legalkan Ganja untuk Pengobatan)
Nafsu makan Yeni jauh menurun. Makan hanya beberapa sendok saja dan
bahkan sangat sering menolak untuk diberi makan. Setiap makanan yang
masuk, dimuntahkan kembali.
Yeni juga merasakan panas padahal
sudah menggunakan pendingin ruangan (AC). Luka-luka dekubitus yang saat
di rumah sudah mengering, kembali memerah dan berdarah, basah. Tumbuh
luka-luka dekubitus baru di pantat, selangkang, lutut, dan kedua kaki
dengan ukuran cukup besar.
Kulit kaki Yeni mengelupas besar-besar
dan keluar cairan dari kaki dan telapak kaki. Bagian dada di sebelah
kiri terasa sakit dan sesak napas sehingga sulit bernapas.
Perut Yeni pun perlahan mulai bengkak dan membesar pada saat
menjelang akhir hayatnya. Diperkirakan syringomyelia telah mematikan
fungsi pencernaan, sehingga makanan dan minuman yang masuk tidak bisa
dicerna lagi.
"Hal tersebut yang menyebabkan perutnya membesar,
hingga akhirnya Yeni meninggal pada tanggal 25 Maret 2017 tepat 32 hari
setelah Fidelis ditahan," ungkap Yohana.
PenulisKontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan
EditorCaroline Damanik