Jumat, 30 September 2016

Cahaya Misterius Berwarna Orens Melintas Tengah malam di langit Australia

meteor-jatuh-di-australia Gunawan Laruhun - Cahaya misterius melintas di langit Australia – Cahaya misterius melintas di langit Queensland, Australia pada Senin 26 September malam waktu setempat. Tak lama kemudian terdengar suara ledakan hingga rumah-rumah warga Queensland bergetar.

Penampakan cahaya tersebut membuat kaget dan heran warga yang berada di wilayah tersebut. Langit menjadi terang dalam beberapa detik beberapa saat sebelum pukul 20.30 malam waktu setempat.
Ribuan warga yang tinggal di pinggir pantai juga melaporkan melihat cahaya terang berwarna oranye itu menerangi langit malam.
Penampakan cahaya tersebut diikuti oleh suara ledakan dan getaran yang mengguncang rumah mereka. Pihak kepolisian menyatakan, pihaknya menerima laporan dari penduduk di Gladstone — yang mengaku merasakan kekuatan besar mengguncang tanah.

Awalnya getaran tersebut diduga terjadi akibat gempa bumi. Namun pihak GeoScience Australia membantah hal tersebut.
Juru bicara badan meteorologi tersebut mengatakan kepada warga Gladstone, mereka belum bisa memberikan penjelasan ilmiah berkaitan dengan kilatan cahaya tersebut.
“Sepertinya tidak ada hubungannya dengan cuaca. Kejadian yang terjadi di area Gladstone sulit dijelaskan,” terang juru bicara GeoScience Australia, Meredith Schier.
Menurut laporan, petugas pemadam kebakaran dikerahkan untuk menginvestigasi keadaan di Pantai Emerald, khawatir hal tersebut diakibatkan oleh adanya kecelakaan pesawat.
“Ada laporan yang menyebutkan bahwa pemadam kebakaran dikirim untuk menyelidiki kejadian tersebut. Tapi juru bicara Queensland Fire and Emergency Service mengatakan, petugas tidak menemukan apa pun,” sambung Meredith.
Terekam CCTV
Seorang pengguna CCTV berhasil mendapatkan rekaman cahaya misterius itu. Video keamanan itu memperlihatkan ‘jejak’ sinar oranye itu menyinari malam.

Rekaman penampakan cahaya misterius di langit itu kemudian diposting di laman Higgins Storm Chasing’s di Facebook, oleh seorang warga yang ikut menyaksikan kejadian tersebut. Pengguna akun tersebut mengaku melihat cahaya itu melintas di Harvey Bay dan di utara Mackay.
Sementara itu seorang wanita, dalam akun Facebook-nya, Beecher mengatakan, malam itu terasa seperti ada yang meledak dan cahaya menyilaukan muncul.
Seorang perempuan laiinya, Lynette dari Boyne mengatakan, suaminya sedang membuang sampah saat itu. Kala dia kembali ke dalam rumah dia menyatakan melihat meteor besar atau sejenisnya.
“Aku hampir dibutakan oleh cahaya yang datang dari depan rumahku, melesat ke arah halaman belakang dan menyinari pepohonan,” tulis seorang wanita di Bundaberg.
Seorang ibu di Mackay mendeskripsikan cahaya tersebut sebagai ‘bola api yang jatuh dari langit’.
Kelompok Higgins Storm Chasing melaporkan bahwa benda tersebut diduga sebuah meteor yang meledak 550 kilometer di utara Brisbane.
Meteor besar
Cahaya misterius tersebut diduga merupakan penampakan meteor besar yang jatuh melintasi bumi. Hal tersebut dikemukakan oleh seorang ahli astrologi fisika Harvard University, Jonathan McDowel.
Menurut laporan yang disampaikan Jonathan, meteor tersebut diduga berukuran sangat besar. Ukuran yang belum pernah dilihat dalam beberapa tahun belakangan.
“Benda itu bukan komet. Jika cahaya itu berasal dari komet, Queensland akan hancur,” ujar Jonathan sebagaimana dilansir Daily Mail, Rabu (28/09/2016).
Ahli itu juga menjelaskan bahwa cahaya misterius di langit itu diduga merupakan sebuah meteor yang besar.
“Aku menduga batu itu cukup besar sehingga dapat meninggalkan jejak. Cahaya itu bisa saja berasal dari ledakan meteor di angkasa,” kata Jonathan.
Menurut Jonathan penjelasan yang paling memungkinkan untuk penampakan itu adalah meteor yang mengalami ‘airbrust’ — ledakan di angkasa.
Gelombang kejut yang dihasilkan oleh oleh tabrakan benda tersebut dengan atmosfer, menyebabkan meteor itu meledak, pecah berkeping-keping, dan memancarkan cahaya.
“Aku tidak bisa menemukan teori yang lebih tepat untuk menjelaskan laporan tersebut. Seperti jenis petir yang aneh, misalnya, puing-puing angkasa – cenderung tidak meledak seperti itu,” tutur Jonathan.
“Benda itu terlihat sangat besar. Kemungkinan berada di jarak yang cukup tinggi, puluhan kilometer. Jadi tidak mungkin itu adalah pesawat. Penjelasan meteor meledak merupakan yang paling masuk akal,” pungkasnya.

Sumber :  https://simomot.com/

Kamis, 29 September 2016

TIDAK ADA PELANGGARAN HAM DIPAPUA BARAT, ITU HANYALAH SEBUAH ALASAN AGAR MEREKA BISA MEMASUKI WILAYAH INDONESIA.

Hasil gambar untuk peta papua



Gunawan Laruhun - Adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seharusnya tak perlu menanggapi serius atas kritikan 6 negara-negara SEMUT di pasifik atas pelanggaran HAM di Papua Barat terhadap separatis oleh Indonesia. Kedudukan Indonesia dalam hal ini sudah jelas yaitu mempertahankan  keutuhan wilayah NKRI, Apapun resiko harus dihadapi. terhadap separatis atau pemborontak tidak ada istilah pelanggaran HAM , yang melanggar HAM adalah separatis itu sendiri dengan membunuh dan menculik masyarakat pribumi maupun para turis di Papua Barat. dalam skala besar pelanggaran HAM itu terjadi apabila suatu negara telah melakukan penyerangan dan membunuh warga sipil di negara lain, seperti yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Irak, Afganistan, Libya. juga yang di lakukan Israel terhadap Palestina adalah pelanggaran HAM berat karena ribuan rakyat sipil jadi korbannya. Bagaimana PBB mengadili kedua negara bengis ini ??? PBB memandang seperti tidak ada apa-apa disana, PBB hanya mampu berteriak tapi tak mampu berbuat yang akhirnya berteriak pun sudah tak bisa. beda dengan yang di Indonesia yaitu di Papua Barat pengacau dan pelanggar HAM adalah separatis yang berasal dari dalam negeri sendiri, membunuh warga sipil dan turis asing, mengancam kedaulatan RI sudah sepantasnya di basmi dari bumi Indonesia karena Keutuhan dan Kedaulatan RI adalah Harga Mati. kemudian jadi ramai diperbincangkan di forum PBB, ada apa ini ??? Sebenarnya banyak negara-negara di dunia yang iri terhadap Indonesia, ingin memecah belah Indonesia dan ingin menguasai kekayaan alam Indonesia dan boleh jadi mereka itu semua ada dibelakang bendera PBB. tidak menutup kemungkinan mereka juga mendukung gerakan separatis di Papua Barat. negara-negara Semut di Pasifik tak berani mengkriktik Indonesia kalau tak ada dukungan dari negara besar lainnya, Indonesia harus lebih Jeli melihat hal ini. Pelanggaran HAM yang nanti menjadi alasan mereka agar bisa memasuki wilayah Indonesia dibawah bendera PBB. Pengalaman lepasnya timor timur dari NKRI adalah pelajaran buat Pemerintah Indonesia. menyangkut hal-hal ini maka sangat di perlukan campur tangan media di Indonesia untuk memerangi sepak terjang separatis dan negara-negara yang berada di belakang mereka. akhirnya penulis mengingatkan kembali kepada seluruh Rakyat Indonesia agar jangan mudah terpengaruh dengan isu-isu asing yang bertujuan memecah-belah persatuan kita, jangan sia-siakan perjuangan Pahlawan kita dahulu. mari kita jaga bersama Kedaulatan Bangsa kita, rapatkan barisan, kokohkan semangat juang bela negara tanamkan rasa cinta tanah air  agar Negara kita tetap utuh dan jaya dari masa ke masa terbentang luas dari sabang Sampai Merauke, dari samudera Indonesia hingga samudera pasifik, dari laut Andaman hingga laut Arafuru. Merah Putih tetap berkibar. salam NKRI...!   Merdeka....!!!

Penulis :
Gunawan Laruhun 

Selasa, 27 September 2016

TERBUNUHNYA BRIGADIR JENDERAL MALLABY DAN LAUTAN DARAH PAHLAWAN BANGSA DI KOTA PAHLAWAN, SURABAYA.

'SEJARAH PERTEMPURAN SURABAYA 10 NOVEMBER 1945''
Latar Belakang :
Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.

Kronologi Penyebab Peristiwa

Kedatangan Tentara Jepang ke Indonesia
Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian tanggal 8 Maret 1945, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang berdasarkan perjanjian Kalidjati. Setelah penyerahan tanpa syarat tesebut, Indonesia secara resmi diduduki oleh Jepang.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada bulan Agustus 1945. Dalam kekosongan kekuasaan asing tersebut, Soekarno kemudian memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Kedatangan Tentara Inggris & Belanda
Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA.

Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya
Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.
Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Sudirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Sudirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Sudirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Kusno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.
Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.

                                                              
Kematian Brigadir Jenderal Mallaby 
 
Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali. Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, Mayor Jenderal E.C. Mansergh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.


Perdebatan tentang pihak penyebab baku tembak
Tom Driberg, seorang Anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Inggris (Labour Party). Pada 20 Februari 1946, dalam perdebatan di Parlemen Inggris (House of Commons) meragukan bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak Indonesia. Dia menyampaikan bahwa peristiwa baku tembak ini disinyalir kuat timbul karena kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak tersebut tidak mengetahui bahwa gencatan senjata sedang berlaku karena mereka terputus dari kontak dan telekomunikasi. Berikut kutipan dari Tom Driberg:
“… Sekitar 20 orang (serdadu) India (milik Inggris), di sebuah bangunan di sisi lain alun-alun, telah terputus dari komunikasi lewat telepon dan tidak tahu tentang gencatan senjata. Mereka menembak secara sporadis pada massa (Indonesia). Brigadir Mallaby keluar dari diskusi (gencatan senjata), berjalan lurus ke arah kerumunan, dengan keberanian besar, dan berteriak kepada serdadu India untuk menghentikan tembakan. Mereka patuh kepadanya. Mungkin setengah jam kemudian, massa di alun-alun menjadi bergolak lagi. Brigadir Mallaby, pada titik tertentu dalam diskusi, memerintahkan serdadu India untuk menembak lagi. Mereka melepaskan tembakan dengan dua senapan Bren dan massa bubar dan lari untuk berlindung; kemudian pecah pertempuran lagi dengan sungguh gencar. Jelas bahwa ketika Brigadir Mallaby memberi perintah untuk membuka tembakan lagi, perundingan gencatan senjata sebenarnya telah pecah, setidaknya secara lokal. Dua puluh menit sampai setengah jam setelah itu, ia (Mallaby) sayangnya tewas dalam mobilnya-meskipun (kita) tidak benar-benar yakin apakah ia dibunuh oleh orang Indonesia yang mendekati mobilnya; yang meledak bersamaan dengan serangan terhadap dirinya (Mallaby).
Saya pikir ini tidak dapat dituduh sebagai pembunuhan licik… karena informasi saya dapat secepatnya dari saksi mata, yaitu seorang perwira Inggris yang benar-benar ada di tempat kejadian pada saat itu, yang niat jujurnya saya tak punya alasan untuk pertanyakan “
                                                                                      

Ultimatum 10 November 1945
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara   Inggris di Indonesia.

Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan bom udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.
Berbagai bagian kota Surabaya dibombardir dan ditembak dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal mupun terluka.
Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris. Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris.
Setidaknya 6,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. [2]. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.



Isi Dari Pidato Bung Tomo :                                                   Bismillahirrohmanirrohim..
MERDEKA!!!
Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia
terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya
kita semuanya telah mengetahui bahwa hari ini
tentara inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet
yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua
kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan
menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara jepang
mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan
mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera puitih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka
Saudara-saudara
di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan
bahwa rakyat Indonesia di Surabaya
pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku
pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi
pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali
pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan
pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera
pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di surabaya ini
di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing
dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung
telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol
telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana
hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara
dengan mendatangkan presiden dan pemimpin2 lainnya ke Surabaya ini
maka kita ini tunduk utuk memberhentikan pentempuran
tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri
dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya
Saudara-saudara kita semuanya
kita bangsa indonesia yang ada di Surabaya ini
akan menerima tantangan tentara inggris itu
dan kalau pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya
ingin mendengarkan jawaban rakyat Indoneisa
ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indoneisa yang ada di Surabaya ini
dengarkanlah ini tentara inggris
ini jawaban kita
ini jawaban rakyat Surabaya
ini jawaban pemuda Indoneisa kepada kau sekalian
hai tentara inggris
kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu
kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu
kau menyuruh kita membawa senjata2 yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk diserahkan kepadamu
tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita
untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada
tetapi inilah jawaban kita:
selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah
yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih
maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga

Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah! keadaan genting!
tetapi saya peringatkan sekali lagi
jangan mulai menembak
baru kalau kita ditembak
maka kita akan ganti menyerang mereka itukita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka
Dan untuk kita saudara-saudara
lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka
semboyan kita tetap: merdeka atau mati!
Dan kita yakin saudara-saudara
pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita
sebab Allah selalu berada di pihak yang benar
percayalah saudara-saudara
Tuhan akan melindungi kita sekalian
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
MERDEKA!!!  
 
Rizqi Wijanarko
                            ( 4423126882 )
                 Universitas Negeri Jakarta  
                 Usaha Jasa Pariwisata 2012
 
Resensi  dari  Website :                                                                  

Enam Negara Tuding Indonesia Lakukan Pelanggaran HAM di Papua


Gunawan Laruhun - Sidang Majelis Umum PBB ke-71 yang berlangsung di New York telah berakhir pada, Senin (26/9/2016). Salah satu masalah yang dibahas dalam sidang tersebut adalah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Indonesia di Papua.
Sedikitnya ada enam negara yang menuding Indonesia telah melakukan pelanggaran HAM di Papua. Keenam negara tersebut adalah, Solomon Islands, Republik Vanuatu, Republik Nauru, Republik Kepulauan Marshall, Kerajaan Tonga dan Tuvalu.

Perwakilan Indonesia dalam hak jawab di Sidang Umum PBB, Nara Masista Rakhmatia mengatakan, tudingan itu sangat tidak beralasan dan memiliki nuansa politik yang sangat kental. Dia menduga ada negara-negara yang mencoba mendukung kelompok separatis di Papua. Selain itu, keenam negara telah melanggar piagam PBB, karena secara tidak langsung telah melakukan intervensi terhadap kedaulatan negara lain.
“Indonesia terkejut mendengar di mimbar yang sangat penting ini dimana para pemimpin bertemu di sini untuk membahas implementasi awal SDGs, transformasi dari tindakan kolektif kita dan tantangan global lainnya seperti perubahan iklim, dimana negara Pasifik yang akan paling terdampak. Para pemimpin tersebut malah memilih untuk melanggar piagam PBB dengan mengintervensi kedaulatan negara lain dan melanggar integritas teritorialnya. Kami secara kategoris menolak sindiran terus menerus dalam pernyataan mereka,” tegasnya.

Sumber :  http://jakartagreater.com/

Senin, 26 September 2016

80 Pesawat TNI AU akan Latihan Perang di Kepulauan Natuna


Gunawan Laruhun - Panglima Komando Operasi TNI AU I, Marsekal Muda TNI Yuyu Sutisna, sekaligus Direktur penyelenggara latihan angkasa yuda 2016 tiba di bandara Lanud Ranai, Natuna, 24/9/2016 dengan menggunakan pesawat boing 737 TNI -AU.
Setelah berdialog dengan Forum Pimpinan daerah Natuna, rombongan bergerak menyebar ke beberapa lokasi, meninjau titik kordinat yang akan dijadikan tempat, puncak latihan Angkasa Yudha 2016 di Natuna.
Salah satu lokasi yang tinjau Masda Yuyu Sutisna adalah Bandara Sipil Natuna, yang akan dijadikan tempat Presiden Joko Widodo menyaksikan perhelatan puncak latihan Angkasa Yuda berlangsung 3 Oktober mendatang.
Marsda Yuyu Sutisna menyebutkan, tujuan dia bersama rombongan ke Natuna untuk rangka meninjau lokasi, latihan puncak TNI AU, Angkasa Yudha 2016, kemungkinan besar akan diselenggarakan di Natuna.
”Kita berencana menggelar latihan puncak Angkasa Yuda 2016 di sini, dan sedang melakukan peninjauan medan. Salah satu pilihan Mebes TNI-AU adalah di Natuna, ”ucap Panglima Komando Operasi Udara I TNI AU, Marsekal Muda TNI Yuyu Sutisna, di Lanud Ranai.
Jika memenuhi persaratan, maka puncak latihan akan dilaksanakan di Natuna, dengan melibatkan 2.200 personil dan puluham pesawat tempur.
”Total pesawat militer yang dikerahkan dalam Latihan Puncak TNI AU Angkasa Yudha 2016 sekitar 80 pesawat dengan berbagai tipe, baik pesawat tempur, angkut, maupun helikopter,” ujar Marsekal Muda TNI Yuyu Sutisna.

Pesawat tempur itu berasal dari tujuh skadron udara TNI AU: Skadron Udara 3 TNI AU (F-16 Fighting Falcon Block 15OCU/Iswahyudi), Skadron Udara 15 TNI AU (T50i Golden Eagle/Iswahyudi), Skadron Udara 1 TNI AU (Hawk 109 dan 209/Pangkalan Udara TNI AU Supadio, Pontianak), dan Skadron Udara 16 TNI AU (F-16 Fighting Falcon Block 52ID/Pangkalan Udara Utama TNI AU Rusmin Nurjadin, Pekanbaru).
latihan ini juga melibatkan Skadron Udara 11 TNI AU (Sukhoi Su-27-30MKI Flankers/Pangkalan Udara Utama TNI AU Hasanuddin, Makassar) dan Skadron Udara 21 TNI AU (EMB-314 Super Tucano/Pangkalan Udara Utama Abdulrahman Saleh, Malang).
Latihan Puncak TNI AU Angkasa Yudha 2016 untuk melihat kemampuan dan kekuatan satuan-satuan yang ada di TNI AU secara berjenjang mulai tingkat perorangan, tingkat satuan, antarsatuan, hingga tingkat latihan puncak Angkasa Yudha.
“Hal itu untuk menguji kemampuan tempur dan kesiapsiagaan satuan secara keseluruhan jika terjadi hal-hal yang gawat,” ujarnya.
Latihan Puncak TNI AU Angkasa Yudha 2016, akan disimulasikan skenario taktik dan operasi serangan terbaru untuk menghadapi serangan musuh.
Di antaranya taktik penyerangan dengan menggunakan paket pesawat tempur yang ada, taktik penghadangan terhadap pesawat patroli musuh, taktik membungkam pertahanan udara musuh, dan taktik pengeboman musuh dengan semua pesawat tempur.
Sumber : wartakepri.co.id
                http://jakartagreater.com/

Senin, 19 September 2016

KASUS JESSICA ADALAH PELAJARAN BAGI KRISHNA MURTI DAN KEPOLISIAN

SUTOMO PAGUCI

 Gunawan Laruhun - Tanpa bermaksud mendahului putusan hakim, pemirsa dapat melihat banyak kejanggalan muncul dalam perjalanan kasus "kopi sianida" di pengadilan. Kejanggalan-kejanggalan tsb "bibitnya" sudah muncul sejak penyelidikan dan penyidikan kasus ini. Memang tidak ada larangan dalam KUHAP untuk mengumbar proses penyelidikan dan penyidikan ke hadapan media. Tetapi akan lebih baik apabila proses penyelidikan dan penyidikan tidak terlalu diumbar ke media. Setidaknya sampai perkara dinyatakan lengkap (P21), saat di mana semua barang bukti, alat bukti dan tersangkanya sudah lengkap. Namanya juga penyelidikan. Sifatnya baru mengumpulkan informasi, data dan keterangan. Segala informasi yang didapat dari proses ini masih sangat mungkin berubah sewaktu-waktu, masih labil. Bayangkan bila orang-orang yang dipanggil untuk dimintai keterangan di kepolisian sudah diumbar besar-besaran. Ingat, publik tidak semuanya paham asas praduga tak bersalah. Sejak awal pemeriksaan di kepolisian, prosesnya sangat mudah diakses oleh media. Segala gerak-gerik Jessica menjadi berita. Dari Jessica garuk-garuk, meletakan tas di meja, menolehkan muka dst dipersepsi sebagai pelakunya. Padahal baru juga penyelidikan, belum penyidikan, artinya: waktu itu Jessica belum ditetapkan sebagai tersangka. Belum juga penetapan tersangka, Jessica sudah "diadili" oleh media. Lalu disusul penetapan tersangka terhadap Jessica, sekalipun tidak ada alat bukti material yang langsung menyebut Jessica pelakunya; tidak ada saksi yang melihat langsung Jessica menaruh sianida ke kopi yang diminum Mirna. Ini pelajaran penting bagi jajaran kepolisian. Sebaiknya proses penyelidikan tidak terlalu diumbar ke hadapan media. Penyidikan pun begitu, jangan terlalu diumbar. Sabar. Nanti ada saatnya, yaitu ketika persidangan di pengadilan, yang asasnya memang terbuka untuk umum. Penyelidikan dan penyidikan itu kerja senyap. Bukan gembar-gembor. Terlalu heboh di media bisa-bisa penjahat kabur duluan, terutama saat ia tahu arah pemeriksaan mengarah padanya, atau si penjahatnya menghilangkan barang bukti. Selain bahwa di tahap penyelidikan dan penyidikan segalanya bisa terjadi. Sangat mungkin dengan berjalannya proses penyidikan ditemukan fakta baru bahwa seorang tersangka bukanlah pelaku yang sebenarnya atau peristiwanya sendiri bukanlah merupakan peristiwa pidana. Makanya KUHAP membuka peluang penghentian penyidikan (SP3). Bagaimana lagi. Krishna Murti kelihatannya sangat menikmati ekspos media. Ini terlihat dari tayangan media televisi, portal berita dan media cetak. Juga terlihat dari status-statusnya di Facebook. Belakangan mulai surut, apakah Krishna Murti ditegur oleh Kabareskrim baru? Wallahu'alam. Akan sangat ideal dan baik sekali apabila penyelidik dan penyidik "menjaga jarak" dari berbagai kepentingan, sekaligus menjaga emosi pribadi, terhadap perkara yang ditanganinya. Jangan ada kepentingan lain kecuali mengungkap kebenaran. Jangan ada pretensi seseorang yang dicurigai harus jadi tersangka, tergantung pembuktian. Dengan sikap ini memperkecil peluang rekayasa kasus. Kombes Krishna Murti terkesan arogan dan ngotot sekali. Sedari awal pengacara Jessica, Yudi Wibowo Sukinto, sudah meminta dilakukan otopsi forensik terhadap korban Wayan Mirna Salihin. Akan tetapi permintaan ini ditolak mentah-mentah oleh Krishna Murti. "Memang siapa dia minta otopsi ulang? Takut?" ujar Krishna Murti, Selasa (19/1/2016). Belakangan terungkap di persidangan, penyebab kematian Mirna diragukan akibat sianida. Pasalnya, jumlah sianida di lambung Mirna hanya 0,2 miligram, itupun dimungkinkan secara ilmiah produksi alamiah tubuh manusia. Untuk dapat membunuh manusia jumlah sianida di lambung setidaknya di atas 250 miligram per liter (ahli lain menyebut 1.000 miligram per liter). Andai saja waktu itu dilakukan otopsi forensik (lengkap), pada kesempatan pertama, maka kemungkinan besar akan terungkap penyebab pasti kematian korban. Ini tidak. Penyidik hanya meminta pengambilan sampel jaringan tubuh korban. Alasan tidak dilakukan otopsi karena tidak mendapat izin dari keluarga korban. Padahal, menurut Pasal 133 dan 134 KUHAP, tidak harus ada izin keluarga korban untuk melakukan otopsi forensik bila tahapan prosedur sudah ditempuh. Dari sini kelihatan penyidik tidak profesional. Namun diingatkan pengacara malah tidak mau. Kombes Krishna Murti bahkan sampai mengusir pengacara dari ruang pemeriksaan saat Jessica dimintai keterangan. Alasan Krishna, tidak ada kewajiban pengacara mendampingi saksi. Catat, tidak ada kewajiban bukan berarti tidak boleh. Tidak ada larangan hukum bagi siapapun untuk didampingi pengacara, dalam kesempatan apapun, apalagi dalam momen pemeriksaan di kepolisian. Terlihat bagaimana penyidik perkara ini, khususnya Kombespol Krishna Murti, memposisikan advokat bukannya sebagai mitra sejajar sesama penegak hukum, yang sama-sama mencari kebenaran materil dalam suatu perkara pidana, melainkan sebagai musuh. Tanpa kehadiran pengacara, keberimbangan dalam proses hukum pidana menjadi terganggu. Padahal keberimbangan demikian sangat penting untuk menghindari apa yang disebut "misscariage of justice", kegagalan dalam proses penegakan hukum.(*)

SUTOMO PAGUCI
SUTOMO PAGUCI

Selengkapnya : file:///C:/Users/Gunawan/Downloads/Kasus%20Jessica,%20Pelajaran%20bagi%20Krishna%20Murti%20dan%20Kepolisian%20-%20KOMPASIANA.com.htm
SUTOMO PAGUCI

Selengkapnya : file:///C:/Users/Gunawan/Downloads/Kasus%20Jessica,%20Pelajaran%20bagi%20Krishna%20Murti%20dan%20Kepolisian%20-%20KOMPASIANA.com.htm
Tanpa bermaksud mendahului putusan hakim, pemirsa dapat melihat banyak kejanggalan muncul dalam perjalanan kasus "kopi sianida" di pengadilan. Kejanggalan-kejanggalan tsb "bibitnya" sudah muncul sejak penyelidikan dan penyidikan kasus ini. Memang tidak ada larangan dalam KUHAP untuk mengumbar proses penyelidikan dan penyidikan ke hadapan media. Tetapi akan lebih baik apabila proses penyelidikan dan penyidikan tidak terlalu diumbar ke media. Setidaknya sampai perkara dinyatakan lengkap (P21), saat di mana semua barang bukti, alat bukti dan tersangkanya sudah lengkap. Namanya juga penyelidikan. Sifatnya baru mengumpulkan informasi, data dan keterangan. Segala informasi yang didapat dari proses ini masih sangat mungkin berubah sewaktu-waktu, masih labil. Bayangkan bila orang-orang yang dipanggil untuk dimintai keterangan di kepolisian sudah diumbar besar-besaran. Ingat, publik tidak semuanya paham asas praduga tak bersalah. Sejak awal pemeriksaan di kepolisian, prosesnya sangat mudah diakses oleh media. Segala gerak-gerik Jessica menjadi berita. Dari Jessica garuk-garuk, meletakan tas di meja, menolehkan muka dst dipersepsi sebagai pelakunya. Padahal baru juga penyelidikan, belum penyidikan, artinya: waktu itu Jessica belum ditetapkan sebagai tersangka. Belum juga penetapan tersangka, Jessica sudah "diadili" oleh media. Lalu disusul penetapan tersangka terhadap Jessica, sekalipun tidak ada alat bukti material yang langsung menyebut Jessica pelakunya; tidak ada saksi yang melihat langsung Jessica menaruh sianida ke kopi yang diminum Mirna. Ini pelajaran penting bagi jajaran kepolisian. Sebaiknya proses penyelidikan tidak terlalu diumbar ke hadapan media. Penyidikan pun begitu, jangan terlalu diumbar. Sabar. Nanti ada saatnya, yaitu ketika persidangan di pengadilan, yang asasnya memang terbuka untuk umum. Penyelidikan dan penyidikan itu kerja senyap. Bukan gembar-gembor. Terlalu heboh di media bisa-bisa penjahat kabur duluan, terutama saat ia tahu arah pemeriksaan mengarah padanya, atau si penjahatnya menghilangkan barang bukti. Selain bahwa di tahap penyelidikan dan penyidikan segalanya bisa terjadi. Sangat mungkin dengan berjalannya proses penyidikan ditemukan fakta baru bahwa seorang tersangka bukanlah pelaku yang sebenarnya atau peristiwanya sendiri bukanlah merupakan peristiwa pidana. Makanya KUHAP membuka peluang penghentian penyidikan (SP3). Bagaimana lagi. Krishna Murti kelihatannya sangat menikmati ekspos media. Ini terlihat dari tayangan media televisi, portal berita dan media cetak. Juga terlihat dari status-statusnya di Facebook. Belakangan mulai surut, apakah Krishna Murti ditegur oleh Kabareskrim baru? Wallahu'alam. Akan sangat ideal dan baik sekali apabila penyelidik dan penyidik "menjaga jarak" dari berbagai kepentingan, sekaligus menjaga emosi pribadi, terhadap perkara yang ditanganinya. Jangan ada kepentingan lain kecuali mengungkap kebenaran. Jangan ada pretensi seseorang yang dicurigai harus jadi tersangka, tergantung pembuktian. Dengan sikap ini memperkecil peluang rekayasa kasus. Kombes Krishna Murti terkesan arogan dan ngotot sekali. Sedari awal pengacara Jessica, Yudi Wibowo Sukinto, sudah meminta dilakukan otopsi forensik terhadap korban Wayan Mirna Salihin. Akan tetapi permintaan ini ditolak mentah-mentah oleh Krishna Murti. "Memang siapa dia minta otopsi ulang? Takut?" ujar Krishna Murti, Selasa (19/1/2016). Belakangan terungkap di persidangan, penyebab kematian Mirna diragukan akibat sianida. Pasalnya, jumlah sianida di lambung Mirna hanya 0,2 miligram, itupun dimungkinkan secara ilmiah produksi alamiah tubuh manusia. Untuk dapat membunuh manusia jumlah sianida di lambung setidaknya di atas 250 miligram per liter (ahli lain menyebut 1.000 miligram per liter). Andai saja waktu itu dilakukan otopsi forensik (lengkap), pada kesempatan pertama, maka kemungkinan besar akan terungkap penyebab pasti kematian korban. Ini tidak. Penyidik hanya meminta pengambilan sampel jaringan tubuh korban. Alasan tidak dilakukan otopsi karena tidak mendapat izin dari keluarga korban. Padahal, menurut Pasal 133 dan 134 KUHAP, tidak harus ada izin keluarga korban untuk melakukan otopsi forensik bila tahapan prosedur sudah ditempuh. Dari sini kelihatan penyidik tidak profesional. Namun diingatkan pengacara malah tidak mau. Kombes Krishna Murti bahkan sampai mengusir pengacara dari ruang pemeriksaan saat Jessica dimintai keterangan. Alasan Krishna, tidak ada kewajiban pengacara mendampingi saksi. Catat, tidak ada kewajiban bukan berarti tidak boleh. Tidak ada larangan hukum bagi siapapun untuk didampingi pengacara, dalam kesempatan apapun, apalagi dalam momen pemeriksaan di kepolisian. Terlihat bagaimana penyidik perkara ini, khususnya Kombespol Krishna Murti, memposisikan advokat bukannya sebagai mitra sejajar sesama penegak hukum, yang sama-sama mencari kebenaran materil dalam suatu perkara pidana, melainkan sebagai musuh. Tanpa kehadiran pengacara, keberimbangan dalam proses hukum pidana menjadi terganggu. Padahal keberimbangan demikian sangat penting untuk menghindari apa yang disebut "misscariage of justice", kegagalan dalam proses penegakan hukum.(*)

Selengkapnya : file:///C:/Users/Gunawan/Downloads/Kasus%20Jessica,%20Pelajaran%20bagi%20Krishna%20Murti%20dan%20Kepolisian%20-%20KOMPASIANA.com.htm
Tanpa bermaksud mendahului putusan hakim, pemirsa dapat melihat banyak kejanggalan muncul dalam perjalanan kasus "kopi sianida" di pengadilan. Kejanggalan-kejanggalan tsb "bibitnya" sudah muncul sejak penyelidikan dan penyidikan kasus ini. Memang tidak ada larangan dalam KUHAP untuk mengumbar proses penyelidikan dan penyidikan ke hadapan media. Tetapi akan lebih baik apabila proses penyelidikan dan penyidikan tidak terlalu diumbar ke media. Setidaknya sampai perkara dinyatakan lengkap (P21), saat di mana semua barang bukti, alat bukti dan tersangkanya sudah lengkap. Namanya juga penyelidikan. Sifatnya baru mengumpulkan informasi, data dan keterangan. Segala informasi yang didapat dari proses ini masih sangat mungkin berubah sewaktu-waktu, masih labil. Bayangkan bila orang-orang yang dipanggil untuk dimintai keterangan di kepolisian sudah diumbar besar-besaran. Ingat, publik tidak semuanya paham asas praduga tak bersalah. Sejak awal pemeriksaan di kepolisian, prosesnya sangat mudah diakses oleh media. Segala gerak-gerik Jessica menjadi berita. Dari Jessica garuk-garuk, meletakan tas di meja, menolehkan muka dst dipersepsi sebagai pelakunya. Padahal baru juga penyelidikan, belum penyidikan, artinya: waktu itu Jessica belum ditetapkan sebagai tersangka. Belum juga penetapan tersangka, Jessica sudah "diadili" oleh media. Lalu disusul penetapan tersangka terhadap Jessica, sekalipun tidak ada alat bukti material yang langsung menyebut Jessica pelakunya; tidak ada saksi yang melihat langsung Jessica menaruh sianida ke kopi yang diminum Mirna. Ini pelajaran penting bagi jajaran kepolisian. Sebaiknya proses penyelidikan tidak terlalu diumbar ke hadapan media. Penyidikan pun begitu, jangan terlalu diumbar. Sabar. Nanti ada saatnya, yaitu ketika persidangan di pengadilan, yang asasnya memang terbuka untuk umum. Penyelidikan dan penyidikan itu kerja senyap. Bukan gembar-gembor. Terlalu heboh di media bisa-bisa penjahat kabur duluan, terutama saat ia tahu arah pemeriksaan mengarah padanya, atau si penjahatnya menghilangkan barang bukti. Selain bahwa di tahap penyelidikan dan penyidikan segalanya bisa terjadi. Sangat mungkin dengan berjalannya proses penyidikan ditemukan fakta baru bahwa seorang tersangka bukanlah pelaku yang sebenarnya atau peristiwanya sendiri bukanlah merupakan peristiwa pidana. Makanya KUHAP membuka peluang penghentian penyidikan (SP3). Bagaimana lagi. Krishna Murti kelihatannya sangat menikmati ekspos media. Ini terlihat dari tayangan media televisi, portal berita dan media cetak. Juga terlihat dari status-statusnya di Facebook. Belakangan mulai surut, apakah Krishna Murti ditegur oleh Kabareskrim baru? Wallahu'alam. Akan sangat ideal dan baik sekali apabila penyelidik dan penyidik "menjaga jarak" dari berbagai kepentingan, sekaligus menjaga emosi pribadi, terhadap perkara yang ditanganinya. Jangan ada kepentingan lain kecuali mengungkap kebenaran. Jangan ada pretensi seseorang yang dicurigai harus jadi tersangka, tergantung pembuktian. Dengan sikap ini memperkecil peluang rekayasa kasus. Kombes Krishna Murti terkesan arogan dan ngotot sekali. Sedari awal pengacara Jessica, Yudi Wibowo Sukinto, sudah meminta dilakukan otopsi forensik terhadap korban Wayan Mirna Salihin. Akan tetapi permintaan ini ditolak mentah-mentah oleh Krishna Murti. "Memang siapa dia minta otopsi ulang? Takut?" ujar Krishna Murti, Selasa (19/1/2016). Belakangan terungkap di persidangan, penyebab kematian Mirna diragukan akibat sianida. Pasalnya, jumlah sianida di lambung Mirna hanya 0,2 miligram, itupun dimungkinkan secara ilmiah produksi alamiah tubuh manusia. Untuk dapat membunuh manusia jumlah sianida di lambung setidaknya di atas 250 miligram per liter (ahli lain menyebut 1.000 miligram per liter). Andai saja waktu itu dilakukan otopsi forensik (lengkap), pada kesempatan pertama, maka kemungkinan besar akan terungkap penyebab pasti kematian korban. Ini tidak. Penyidik hanya meminta pengambilan sampel jaringan tubuh korban. Alasan tidak dilakukan otopsi karena tidak mendapat izin dari keluarga korban. Padahal, menurut Pasal 133 dan 134 KUHAP, tidak harus ada izin keluarga korban untuk melakukan otopsi forensik bila tahapan prosedur sudah ditempuh. Dari sini kelihatan penyidik tidak profesional. Namun diingatkan pengacara malah tidak mau. Kombes Krishna Murti bahkan sampai mengusir pengacara dari ruang pemeriksaan saat Jessica dimintai keterangan. Alasan Krishna, tidak ada kewajiban pengacara mendampingi saksi. Catat, tidak ada kewajiban bukan berarti tidak boleh. Tidak ada larangan hukum bagi siapapun untuk didampingi pengacara, dalam kesempatan apapun, apalagi dalam momen pemeriksaan di kepolisian. Terlihat bagaimana penyidik perkara ini, khususnya Kombespol Krishna Murti, memposisikan advokat bukannya sebagai mitra sejajar sesama penegak hukum, yang sama-sama mencari kebenaran materil dalam suatu perkara pidana, melainkan sebagai musuh. Tanpa kehadiran pengacara, keberimbangan dalam proses hukum pidana menjadi terganggu. Padahal keberimbangan demikian sangat penting untuk menghindari apa yang disebut "misscariage of justice", kegagalan dalam proses penegakan hukum.(*)

Selengkapnya : file:///C:/Users/Gunawan/Downloads/Kasus%20Jessica,%20Pelajaran%20bagi%20Krishna%20Murti%20dan%20Kepolisian%20-%20KOMPASIANA.com.htm

GUGURNYA SANG PAHLAWAN BANGSA "LAKSAMANA YOS SUDARSO" DALAM MEREBUT IRIAN BARAT (PAPUA)

 Gunawan Laruhun : Laut Arafura atau dikenal juga dengan Laut Aru, Maluku, merupakan saksi bisu peristiwa bersejarah penyerangan armada kapal perang Indonesia oleh Belanda. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 15 Januari 1962,
Peristiwa berawal dari penyerangan ketiga Kapal Republik Indonesia (KRI) yakni RI Matjan Tutul (650), RI Matjan Kumbang (653) dan RI Harimau (654) milik Indonesia yang sedang berpatroli di lokasi 04,49° lintang selatan dan 135,02° bujur timur.
Dua hari sebelum pertempuran, pesawat Belanda telah terlihat mengintai pergerakan ketiga KRI. Pada tanggal 15 Januari, tepatnya pukul 17:00 ketiga kapal berangkat ke laut Aru dengan posisi KRI Harimau berada paling depan, disusul oleh KRI Matjan Tutul, dan KRI Matjan Kumbang di paling belakang.
Sekitar pukul 21:00, seketika pesawat Belanda menghampiri dan menjatuhkan suar api. Ternyata, ketiga KRI disambut oleh tiga kapal Belanda yang berukuran lebih besar.
Kemudian kapal Belanda melepaskan tembakan peringatan yang jatuh tepat di samping KRI Harimau. Kolonel Sudomo yang berada di KRI Harimau, memerintahkan untuk melontarkan peluru balasan namun tidak mengenai sasaran.
Melihat hal tersebut, Komodor Yos Sudarso memerintahkan agar ketiga kapal segera kembali. Menerima perintah Komodor Sudarso, ketiga kapal melakukan manuver untuk kembali. Namun Belanda menyangka bahwa manuver tersebut bertujuan untuk menyerang mereka.

Kapal Belanda melepaskan peluru beruntun ke KRI Matjan Tutul. Peluru pertama meleset, namun peluru ke dua tepat mengenai tubuh kapal. Menjelang peluru ke dua mengenai badan kapal, Komodor Yos Sudarso menyerukan pesan "Kobarkan semangat pertempuran!" dan ia pun gugur bersamaan dengan tenggelamnya KRI Matjan Tutul.
Peristiwa tenggelamnya KRI Matjan Tutul menewaskan Komodor Yos Sudarso, Kapten Wiratno (Kapten KRI Matjan Tutul), Kapten Memet Sastrawiriya (Ajudan Komodor Yos Sudarso), dan Kapten Tjiptadi. 21 awak diperkirakan tenggelam, dan 53 lainnya ditahan oleh Belanda.
Kedua kapal lainnya berhasil kembali dengan selamat namun harus membawa berita duka akibat gugurnya banyak pejuang RI di dalam kapal Matjan Tutul.

Pertempuran Laut Aru
adalah suatu pertempuran yang terjadi di Laut Aru, Maluku, pada tanggal 15 Januari 1962 antara Indonesia dan Belanda. Insiden ini terjadi sewaktu dua kapal jenis destroyer, pesawat jenis Neptune dan Frely milik Belanda menyerang RI Matjan Tutul (650), RI Matjan Kumbang (653) dan RI Harimau (654) milik Indonesia yang sedang berpatroli pada posisi 04,49° LS dan 135,02° BT. Komodor Yos Sudarso gugur pada pertempuran ini setelah menyerukan pesan terakhirnya yang terkenal, "Kobarkan semangat pertempuran".
Armada Indonesia di bawah pimpinan Komodor Yos Sudarso, yang saat itu berada di KRI Macan Tutul, berhasil melakukan manuver untuk mengalihkan perhatian musuh sehingga hanya memusatkan penyerangan ke KRI Macan Tutul. KRI Macan Tutul tenggelam beserta awaknya, tapi kedua kapal lainnya berhasil selamat.

Monumen Yos Sudarso

Hari H untuk pelaksanaan operasi penyusupan adalah Senin, 15 Januari 1962. Pada H minus tiga (-3), semua kapal ALRI telah merapat di rendezvous point di sebuah pulau di Kepulauan Aru. Pasukan yang sudah diturunkan dari Hercules AURI juga sudah diangkut kapal dari Letfuan menuju pulau tersebut. Pada hari pertama di titik itu, pesawat-pesawat Belanda sudah datang mengintai. Hal yang sama terjadi pada H -2 dan H -1.
Hari H pukul 17.00 waktu setempat, tiga kapal mulai bergerak. KRI Harimau berada di depan, membawa antara lain Kolonel Sudomo, Kolonel Mursyid, dan Kapten Tondomulyo. Di belakangnya adalah KRI Macan Tutul yang dinaiki Komodor Yos Sudarso. Sedangkan di belakang adalah KRI Macan Kumbang.
Menjelang pukul 21.00, Kolonel Mursyid melihat radar blips pada lintasan depan yang akan dilewati iringan tiga kapal itu. Dua di sebelah kanan dan satu di kiri. Blips tersebut tidak bergerak, menandakan kapal-kapal sedang berhenti. Ketiga KRI kemudian melaju. Tiba-tiba terdengar dengung pesawat mendekat, lalu menjatuhkan flare yang tergantung pada parasut. Keadaan tiba-tiba menjadi terang-benderang, dalam waktu cukup lama. Tiga kapal Belanda yang berukuran lebih besar ternyata sudah menunggu kedatangan ketiga KRI.
Kapal Belanda melepaskan tembakan peringatan yang jatuh di samping KRI Harimau. Kolonel Sudomo memerintahkan untuk balas menembak namun tidak mengenai sasaran. Komodor Yos Sudarso memerintahkan ketiga KRI untuk kembali. Ketiga kapal pun serentak membelok 180o. Naas, KRI Macan Tutul macet dan terus membelok ke kanan. Kapal-kapal Belanda mengira manuver berputar itu untuk menyerang mereka. Sehingga mereka langsung menembaki kapal itu. Tembakan pertama meleset, namun tembakan kedua tepat mengenai KRI Macan Tutul. Menjelang tembakan telak menghantam kapal, Komodor Yos Sudarso meneriakkan perintah, "Kobarkan semangat pertempuran!"
AURI berada dalam kondisi ditekan karena misi yang gagal itu. Orang mengira, kekuatan AURI mampu melayang-layang selamanya di udara dan mengawasi setiap jengkal wilayah RI. Bahkan operasi itu sendiri tidak pernah dibicarakan dengan pimpinan AURI. Namun saat gagal, kesalahan ditimpakan ke pihak AURI. Untuk mengakhiri polemik, KSAU Lasamana Udara Soerjadi Soerjadarma mengundurkan diri pada 19 Januari 1962.

Biografi Komodor Yos Sudarso.
Yosaphat Sudarso, yang dikenal dengan sebutan Yos Sudarso, lahir di Salatiga, Jawa Tengah pada tanggal 24 November 1925. Yos Sudarso lahir dari pasangan Sukarno Darmoprawiro (polisi) dan Mariyam. Yos berperawakan kecil, cerdas, pembawaannya tenang, dan santun. Saat anak-anak, Yos bersekolah di HIS (Hollandsch Inlandsch School), setingkat SD, di Salatiga. Setelah tamat dari HIS pada tahun 1940, orang tuanya menginginkan Yos menjadi guru, tapi ia malah masuk MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Semarang. Baru 5 bulan di situ, Jepang datang. Yos pun kembali ke Salatiga, kemudian masuk SMP Negeri di sana. Dia berhasil menamatkan pendidikan SMP pada tahun 1943. Setelah lulus SMP, Yos masuk ke Sekolah Guru di Muntilan, namun sekolah ini tidak dapat ditamatkannya karena pada masa itu terjadi peralihan pendudukan dari Belanda ke Jepang. Pada zaman pendudukan Jepang, Yos melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Pelayaran di Semarang selama setahun dan mengikuti pendidikan opsir di Goo Osamu Butai. Di sana, Yos termasuk salah satu lulusan terbaik. Oleh karena itu, pada tahun 1944, ia dipekerjakan sebagai mualim di Kapal Goo Osamu Butai.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Yos Sudarso bergabung dengan BKR Laut, yang selanjutnya dinamakan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI). Pada waktu itu, Angkatan Laut belum memiliki armada. Kapal-kapal yang ada sangat sedikit, beberapa di antara yang ada adalah kapal-kapal kayu peninggalan Jepang. Selama di BKR Laut, Yos Sudarso sering ikut dalam operasi-operasi militer untuk memadamkan pemberontakan di daerah. Yos juga turut dalam Operasi Lintas Laut hingga ke Kepulauan Maluku.
Sesudah pengakuan kedaulatan RI, Yos diangkat menjadi komandan kapal, mula-mula di KRI Alu, KRI Gajah Mada, kemudian KRI Rajawali, dan akhirnya KRI Pattimura. Pada tahun 1958, Yos pernah menjabat sebagai hakim pengadilan tentara walau hanya sekitar 4 bulan.
Setahun berikutnya, 1959, terjadilah pergolakan di dalam tubuh Angkatan Laut. Masalahnya, sebagian anggota tidak menyetujui kebijaksanaan yang diambil oleh pimpinan Angkatan Laut. Bersama Letnan Kolonel Ali Sadikin, Yos Sudarso menuntut supaya Kepala Staf Angkatan Laut, Laksama Subiyakto, diganti. Pemerintah pun mempertimbangkan usulan mereka dan mengambil tindakan cepat dengan mengangkat Kolonel R.E. Martadinata menjadi Kepala Staf. Pada tanggal 10 Oktober 1959, Yos Sudarso diangkat menjadi Deputi I/Operasi. Empat hari kemudian, Yos naik pangkat menjadi Letnan Kolonel, dan kurang dari 3 bulan kemudian, Yos menjabat sebagai Kolonel. Genap 16 bulan setelah itu, pangkatnya naik lagi menjadi Komodor (kini Laksamana Pertama). Sebagai rekan sekerja, Yos ditugaskan untuk mendampingi Mayor R.E. Martadinata di Italia dalam mengawasi pembuatan kapal perang yang dipesan pemerintah RI.
Bersamaan dengan meningkatnya jabatan Yos, keadaan wilayah Indonesia, khususnya Irian Jaya semakin terancam oleh keberadaan Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno membentuk Tri Komando Rakyat (TRIKORA) sebagai upaya untuk membebaskan Irian Barat dari Belanda. Pada tanggal 2 Januari 1962, Presiden Soekarno membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang berkedudukan di Makasar. Sebagai Deputi Operasi, Yos Sudarso memikul tugas yang berat. Pada tanggal 15 Januari 1962, ia mengadakan patroli di daerah perbatasan, yakni di Laut Aru dengan membawa 3 kapal jenis MTB, yaitu KRI Macan Tutul, KRI Macan Kumbang, dan KRI Harimau. Rupanya Belanda sudah mencium strategi Yos, mereka lantas mengejar kapal-kapal milik Indonesia dengan menggunakan kapal perusak (destroyer). Yos Sudarso mengeluarkan perintah untuk bertempur, walaupun lawan yang dihadapi lebih kuat. KRI Macan Tutul di bawah pimpinan Yos Sudarso berusaha menarik perhatian agar 2 kapal lainnya menjauh. Namun, karena kekuatan kapal Belanda dan Indonesia tidak imbang, KRI Macan Tutul pun tenggelam, sedangkan 2 kapal lainnya -- KRI Harimau dan KRI Macan Kumbang, berhasil meloloskan diri. Komodor Yos Sudarso bersama seluruh awak kapal yang ditumpanginya gugur sebagai pahlawan bangsa.
Almarhum Yos Sudarso meninggalkan seorang istri, Siti Mustini, dan 5 anak (dua di antaranya sudah meninggal). Saat itu, anak bungsunya baru berusia 1,5 tahun. Sebagai penghargaan atas jasanya, pemerintah menaikkan pangkatnya menjadi Laksamana Muda Anumerta Yosaphat Sudarso dan memberinya gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 088/TK/1973. Bahkan, namanya pun diabadikan menjadi nama armada angkatan Laut Indonesia, nama pulau, dan nama jalan-jalan protokol di kota-kota besar Indonesia.

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Halaman_Utama 
Sumber : http://biokristi.sabda.org/Sri Setyawati
Sumber : http://www.inddit.com/







Di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengumandangkan Komando Pembebasan Irian Barat Tri Komando Rakyat (Trikora). Komando tersebut dicanangkan akibat sikap ngotot Belanda untuk tetap bercokol di Irian Barat. Padahal telah disepakati bahwa Irian Barat akan diserahkan kepada Indonesia setahun pasca pengakuan kedaulatan 1949. Upaya diplomatis yang dilakukan Indonesia sejak tahun 1950 mengalami jalan buntu. Di lain pihak, Belanda malah memperkuat kekuatan militernya di Irian Barat. Tindakan Belanda tersebut dijawab Indonesia dengan memperkuat persenjataan APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) melalui pembelian besar-besaran dari luar negeri, seperti Rusia. Untuk mengintensifkan perlawanan terhadap kekuatan militer Belanda di Irian Barat, APRI kemudian menggelar sejumlah operasi infiltrasi (penugasan kapal perang untuk menyusupkan pasukan ke Irian Barat) dan pengintaian. Salah satu operasi infiltrasi dilaksanakan oleh ALRI dengan mempergunakan empat kapal perang ALRI jenis MTB (Motor Torpedo Boat) tipe Jaguar. Kapal-kapal yang dikerahkan pada Januari 1962 ini bernama RI Macan Tutul, RI Macan Kumbang, RI Harimau dan RI Singa. Suatu ketika keempat MTB gress asal Jerman Barat tersebut bermaksud mendaratkan 21 anggota Peleton Tugas Istimewa (Tugis) TNI AD ke Kaimana. Dalam penugasan itu ikut dari Deputy I (Ops) KSAL Komodor Yosafat Sudarso. Ia ikut di salah satu MTB, yaitu RI Macan Tutul, yang dikomandani oleh Kapten Wiratno. Karena memuat pasukan dan perahu karet untuk pendaratan, maka keempat MTB tersebut terpaksa dilucuti komponen persenjataan andalannya, yaitu Torpedo 21 inci. Dengan demikian kapal-kapal tersebut hanya menyandang meriam anti serangan udara kaliber 40 mm. [1] Misi bertolak dari Tanjung Priok tanggal 9 Januari 1962 dipimpin langsung oleh Direktur Operasi MBAL Kolonel Sudomo yang bermarkas di RI Harimau. Keempat MTB bergerak dalam formasi berbanjar. Untuk menjaga kerahasiaan misi, sehingga dilarang menyinggahi pelabuhan-pelabuhan yang dapat dilewati. Bahan bakar tambahan dan perbekalan akan disuplai di tengah laut. Bahkan agar misi tidak bocor, kesatuan lain di luar misi sengaja tidak dilibatkan dan tidak dikoordinasikan. [2] Dalam perjalanan RI Singa mengalami kerusakan kemudi sehingga hanya tiga kapal yang sanggup melanjutkan misi infiltrasi. Setelah berhari-hari berlayar sampailah ketiga MTB di perairan Arafuru, di mana RI Multatuli telah lego jangkar. Di atas kapal berjenis submarine support ship tersebut, diputuskan pelaksanaan operasi penyusupan dilakukan pada malam hari Senin, 15 Januari 1962. Yang sebelumnya semua kapal ALRI telah merapat di rendezvous point di sebuah pulau Kepulauan Aru. Pasukan yang sudah diturunkan dari Hercules AURI juga sudah diangkut kapal dari Letfuan menuju pulau tersebut. Pada hari pertama di titik itu, pesawat-pesawat Belanda sudah datang mengintai dan hal sama pun dilakukan pesawat-pesawat Belanda pada hari sebelum operasi infiltrasi. Menjelang pukul 17.00 WITA waktu setempat, ketiga MTB mulai bergerak menuju Kaimana dengan kecepatan 20 knot dalam formasi berbanjar. KRI Harimau berada di depan, membawa antara lain kol.Sudomo, kol. Mursyid dan kapten Tondomulyo. Dibelakang adalah KRI Macan Tutul yang dinaiki Komodor Yos Sudarso. Sedangkan di belakang adalah KRI Macan Kumbang. Operasi meluncur dengan menerapkan status radio silent. Komunikasi hanya terbatas pada tiga MTB saja dan dilarang berkomunikasi di luar itu. Menjelang pukul 21.00, Kol. Mursyid melihat radar blips pada lintasan depan yang akan dilewati iringan tiga kapal itu. Dua disebelah kanan dan satu di kiri. Blips tersebut tidak bergerak, menandakan kapal-kapal sedang berhenti. Ketiga kapal KRI kemudian melaju. Namun pada posisi 04,490 LS, 135,020 BT, ketiganya dipergoki oleh dua pesawat intai maritim Belanda jenis Neptune dan Firefly. Tak jauh dari posisi tiga MTB ALRI tersebut, dua fregat Belanda Hr.Ms Evertsen dan Hr.Ms. Kortenaer ternyata sedang berpatroli. Rupanya Belanda sudah mencium strategi operasi ini. Dua fregat tersebut bergerak cepat dari arah posisi depan dan lambung kanan belakang MTB ALRI. Lalu pada posisi 25 mil barat daya dari Vlakte Hoek, dua pihak yang bermusuhan tersebut berpapasan. Kortenaer yang bergerak pertama kali mendekati MTB ALRI. Setelah mencapai jarak tembak, Kortenaer menembakkan peluru suar yang disusul tembakan peluru tajam. Pada saat yang sama, Neptune terang rendah sambil menembakkan peluru suar berparasut dari udara. Seketika keadaan sekitar menjadi terang benderang. Untuk mengusir Neptune Belanda, RI Macan Tutul dan RI Macan Kumbang menembakkan meriam 40 mm. Tembakan balasan Belanda dilontarkan oleh Evertsen, yang diikuti oleh Kortenaer. Guna menghindari tembakan musuh, formasi MTB disusun berbentuk diagonal. Sebelah kiri adalah RI Macan Kumbang, di tengah RI Harimau dan di kanan RI Macan Tutul. Ketika dua pihak yang bertikai telah mencapai jarak 1,5 mil, kedua kapal perang Belanda melepaskan tembakan meriam kaliber 120 mm dengan gencar. Keadaan menjadi sangat kritis, sehingga Komodor Yos Sudarso, yang berada di RI Macan Tutul mengambil alih pimpinan misi. Melalui radio telepon, ia memerintahkan untuk membalas tembakan musuh. Selain itu RI Harimau dan RI Macan Kumbang diperintahkan bermanuver berputar untuk mengecoh Belanda, sementara RI Macan Tutul melaju terus lurus ke arah haluan keluar dari formasi sekaligus menghadang kapal musuh. Melihat manuver tersebut, kedua kapal Belanda segera mengonsentrasikan perhatian dan tembakan ke arah RI Macan Tutul. Reaksi ini diambil Belanda karena MTB merupakan jenis kapal berpeluncur torpedo anti kapal permukaan dan manuver Macan Tutul merupakan gerakan taktis untuk bersiap meluncurkan torpedonya. Belanda tidak mengetahui bahwa ketiga MTB ALRI tidak membawa torpedo. RI Macan Tutul dihujani tembakan berat oleh dua fregat Belanda tersebut. [3] RI Harimau dan RI Macan Kumbang dengan manuver zigzag berhasil meloloskan diri. Di antara dentuman tembakan meriam, Komodor Yos Sudarso masih sempat berkomunikasi lewat radio telepon dan mengumandangkan pesan: "Kobarkan Semangat Pertempuran". Akhirnya tembakan kapal-kapal Belanda mengenai bagian buritan sebelah kiri RI Macan Tutul sehingga menimbulkan bunga api besar yang menerangi malam di laut Aru. Tembakan tersebut ternyata mengenai kamar penyimpanan mesiu. Tak lama kemudian, secara perlahan RI Macan Tutul tenggelam. Sebenarnya kekuatan kapal Belanda dan Indonesia tidak seimbang. Komodor Yos Sudarso, ajudannya Kapten Memet, Komanda Kapal Kapten Wiratno serta 25 penumpang lainnya pun gugur. Sebagian ABK RI Macan Tutul yang selamat, berhasil ditawan oleh Belanda. Menurut kesaksian Soekirman, juru mudi RI Macan Tutul yang selamat dan ditawan Belanda, selama diinterogasi ia diperlihatkan foto-foto keberadaan MTB di perairan Arafuru. Soekirman juga memberikan kesaksian bahwa pesawat intai Belanda juga sudah mengendus rencana penyerangan ini, dengan seringnya memantau pergerakan MTB dari udara. Kejadian ini kemudian dikritik oleh mentri Djuanda serta menuduh AURI tidak mendukung jalannya operasi ini. Sehingga pesawat intai Belanda secara bebas berhasil mengintai dan mengendus keberadaan MTB ALRI. AURI berada dalam kondisi yang tertekan karena misi yang gagal itu. Orang mengira, kekuatan AURI mampu melayang-layang selamanya di udara dan mengawasi setiap jengkal wilayah Republik Indonesia. Menurut Oemar Dhani, AURI tidak dapat memberikan bantuan karena pesawat tempur yang diharapkan mendukung operasi ini ternyata baru tiba di Jakarta dari Uni Soviet dan belum di-assembling. Untuk mengakhiri polemik fersebut KSAU Soerjadi Soerjadarma mengundurkan diri pada 19 Januari 1962. [4] Dengan terjadinya pertempuran laut aru ini telah mampu memicu semangat tempur bangsa Indonesia. Simpati dunia internasional terhadap Belanda semakin menipis, karena semakin banyaknya bukti-bukti melemahkan posisi Belanda. Sementara itu dalam kalangan pimpinan serta rakyat kerajaan Belanda terjadi benturan-benturan internal mengenai pilihan langkah politik berikut penerapan kebijakan terhadap Indonesia pada umunya dan pada Irian Barat pada khususnya. Almarhum Yos Sudarso yang wafat dalam peristiwa laut Aru itu meninggalkan seorang istri, Siti Mustini dan 5 anak (dua diantaranya sudah meninggal). Saat itu, anak bungsunya baru berusia 1,5 tahun. Sebagai penghargaan atas jasanya, pemerintah menaikkan pangkatnya menjadi Laksamana Muda Anumerta Yosaphat Sudarso dan memberinya gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 088/TK/1973. Bahkan namanya pun diabadikan menjadi nama armada angkatan laut indonesia, nama pulau, dan nama jalan-jalan protokol di kota-kota besar Indonesia. [5] Note : [1] https://belogngeblog.wordpress.com/2012/08/17/pertempuran-laut-aru-masa-pembebasan-irian-barat/ [2] Anwar,rosihan. 2006. Soekarano, Tentara, Pki : Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik, 1961-1965. Yayasan obor Indonesia [3] Sudirman, Adi. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia. Diva Press [4] http://www.pemudamaritim.com/2014/11/laksamana-muda-yos-sudarso-dan.html [5] Pour, Julius. Konspirasi Dibalik Tenggelamya Matjan Tutul. Jakarta : penerbit Kompas

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef

Di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengumandangkan Komando Pembebasan Irian Barat Tri Komando Rakyat (Trikora). Komando tersebut dicanangkan akibat sikap ngotot Belanda untuk tetap bercokol di Irian Barat. Padahal telah disepakati bahwa Irian Barat akan diserahkan kepada Indonesia setahun pasca pengakuan kedaulatan 1949. Upaya diplomatis yang dilakukan Indonesia sejak tahun 1950 mengalami jalan buntu. Di lain pihak, Belanda malah memperkuat kekuatan militernya di Irian Barat. Tindakan Belanda tersebut dijawab Indonesia dengan memperkuat persenjataan APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) melalui pembelian besar-besaran dari luar negeri, seperti Rusia. Untuk mengintensifkan perlawanan terhadap kekuatan militer Belanda di Irian Barat, APRI kemudian menggelar sejumlah operasi infiltrasi (penugasan kapal perang untuk menyusupkan pasukan ke Irian Barat) dan pengintaian. Salah satu operasi infiltrasi dilaksanakan oleh ALRI dengan mempergunakan empat kapal perang ALRI jenis MTB (Motor Torpedo Boat) tipe Jaguar. Kapal-kapal yang dikerahkan pada Januari 1962 ini bernama RI Macan Tutul, RI Macan Kumbang, RI Harimau dan RI Singa. Suatu ketika keempat MTB gress asal Jerman Barat tersebut bermaksud mendaratkan 21 anggota Peleton Tugas Istimewa (Tugis) TNI AD ke Kaimana. Dalam penugasan itu ikut dari Deputy I (Ops) KSAL Komodor Yosafat Sudarso. Ia ikut di salah satu MTB, yaitu RI Macan Tutul, yang dikomandani oleh Kapten Wiratno. Karena memuat pasukan dan perahu karet untuk pendaratan, maka keempat MTB tersebut terpaksa dilucuti komponen persenjataan andalannya, yaitu Torpedo 21 inci. Dengan demikian kapal-kapal tersebut hanya menyandang meriam anti serangan udara kaliber 40 mm. [1] Misi bertolak dari Tanjung Priok tanggal 9 Januari 1962 dipimpin langsung oleh Direktur Operasi MBAL Kolonel Sudomo yang bermarkas di RI Harimau. Keempat MTB bergerak dalam formasi berbanjar. Untuk menjaga kerahasiaan misi, sehingga dilarang menyinggahi pelabuhan-pelabuhan yang dapat dilewati. Bahan bakar tambahan dan perbekalan akan disuplai di tengah laut. Bahkan agar misi tidak bocor, kesatuan lain di luar misi sengaja tidak dilibatkan dan tidak dikoordinasikan. [2] Dalam perjalanan RI Singa mengalami kerusakan kemudi sehingga hanya tiga kapal yang sanggup melanjutkan misi infiltrasi. Setelah berhari-hari berlayar sampailah ketiga MTB di perairan Arafuru, di mana RI Multatuli telah lego jangkar. Di atas kapal berjenis submarine support ship tersebut, diputuskan pelaksanaan operasi penyusupan dilakukan pada malam hari Senin, 15 Januari 1962. Yang sebelumnya semua kapal ALRI telah merapat di rendezvous point di sebuah pulau Kepulauan Aru. Pasukan yang sudah diturunkan dari Hercules AURI juga sudah diangkut kapal dari Letfuan menuju pulau tersebut. Pada hari pertama di titik itu, pesawat-pesawat Belanda sudah datang mengintai dan hal sama pun dilakukan pesawat-pesawat Belanda pada hari sebelum operasi infiltrasi. Menjelang pukul 17.00 WITA waktu setempat, ketiga MTB mulai bergerak menuju Kaimana dengan kecepatan 20 knot dalam formasi berbanjar. KRI Harimau berada di depan, membawa antara lain kol.Sudomo, kol. Mursyid dan kapten Tondomulyo. Dibelakang adalah KRI Macan Tutul yang dinaiki Komodor Yos Sudarso. Sedangkan di belakang adalah KRI Macan Kumbang. Operasi meluncur dengan menerapkan status radio silent. Komunikasi hanya terbatas pada tiga MTB saja dan dilarang berkomunikasi di luar itu. Menjelang pukul 21.00, Kol. Mursyid melihat radar blips pada lintasan depan yang akan dilewati iringan tiga kapal itu. Dua disebelah kanan dan satu di kiri. Blips tersebut tidak bergerak, menandakan kapal-kapal sedang berhenti. Ketiga kapal KRI kemudian melaju. Namun pada posisi 04,490 LS, 135,020 BT, ketiganya dipergoki oleh dua pesawat intai maritim Belanda jenis Neptune dan Firefly. Tak jauh dari posisi tiga MTB ALRI tersebut, dua fregat Belanda Hr.Ms Evertsen dan Hr.Ms. Kortenaer ternyata sedang berpatroli. Rupanya Belanda sudah mencium strategi operasi ini. Dua fregat tersebut bergerak cepat dari arah posisi depan dan lambung kanan belakang MTB ALRI. Lalu pada posisi 25 mil barat daya dari Vlakte Hoek, dua pihak yang bermusuhan tersebut berpapasan. Kortenaer yang bergerak pertama kali mendekati MTB ALRI. Setelah mencapai jarak tembak, Kortenaer menembakkan peluru suar yang disusul tembakan peluru tajam. Pada saat yang sama, Neptune terang rendah sambil menembakkan peluru suar berparasut dari udara. Seketika keadaan sekitar menjadi terang benderang. Untuk mengusir Neptune Belanda, RI Macan Tutul dan RI Macan Kumbang menembakkan meriam 40 mm. Tembakan balasan Belanda dilontarkan oleh Evertsen, yang diikuti oleh Kortenaer. Guna menghindari tembakan musuh, formasi MTB disusun berbentuk diagonal. Sebelah kiri adalah RI Macan Kumbang, di tengah RI Harimau dan di kanan RI Macan Tutul. Ketika dua pihak yang bertikai telah mencapai jarak 1,5 mil, kedua kapal perang Belanda melepaskan tembakan meriam kaliber 120 mm dengan gencar. Keadaan menjadi sangat kritis, sehingga Komodor Yos Sudarso, yang berada di RI Macan Tutul mengambil alih pimpinan misi. Melalui radio telepon, ia memerintahkan untuk membalas tembakan musuh. Selain itu RI Harimau dan RI Macan Kumbang diperintahkan bermanuver berputar untuk mengecoh Belanda, sementara RI Macan Tutul melaju terus lurus ke arah haluan keluar dari formasi sekaligus menghadang kapal musuh. Melihat manuver tersebut, kedua kapal Belanda segera mengonsentrasikan perhatian dan tembakan ke arah RI Macan Tutul. Reaksi ini diambil Belanda karena MTB merupakan jenis kapal berpeluncur torpedo anti kapal permukaan dan manuver Macan Tutul merupakan gerakan taktis untuk bersiap meluncurkan torpedonya. Belanda tidak mengetahui bahwa ketiga MTB ALRI tidak membawa torpedo. RI Macan Tutul dihujani tembakan berat oleh dua fregat Belanda tersebut. [3] RI Harimau dan RI Macan Kumbang dengan manuver zigzag berhasil meloloskan diri. Di antara dentuman tembakan meriam, Komodor Yos Sudarso masih sempat berkomunikasi lewat radio telepon dan mengumandangkan pesan: "Kobarkan Semangat Pertempuran". Akhirnya tembakan kapal-kapal Belanda mengenai bagian buritan sebelah kiri RI Macan Tutul sehingga menimbulkan bunga api besar yang menerangi malam di laut Aru. Tembakan tersebut ternyata mengenai kamar penyimpanan mesiu. Tak lama kemudian, secara perlahan RI Macan Tutul tenggelam. Sebenarnya kekuatan kapal Belanda dan Indonesia tidak seimbang. Komodor Yos Sudarso, ajudannya Kapten Memet, Komanda Kapal Kapten Wiratno serta 25 penumpang lainnya pun gugur. Sebagian ABK RI Macan Tutul yang selamat, berhasil ditawan oleh Belanda. Menurut kesaksian Soekirman, juru mudi RI Macan Tutul yang selamat dan ditawan Belanda, selama diinterogasi ia diperlihatkan foto-foto keberadaan MTB di perairan Arafuru. Soekirman juga memberikan kesaksian bahwa pesawat intai Belanda juga sudah mengendus rencana penyerangan ini, dengan seringnya memantau pergerakan MTB dari udara. Kejadian ini kemudian dikritik oleh mentri Djuanda serta menuduh AURI tidak mendukung jalannya operasi ini. Sehingga pesawat intai Belanda secara bebas berhasil mengintai dan mengendus keberadaan MTB ALRI. AURI berada dalam kondisi yang tertekan karena misi yang gagal itu. Orang mengira, kekuatan AURI mampu melayang-layang selamanya di udara dan mengawasi setiap jengkal wilayah Republik Indonesia. Menurut Oemar Dhani, AURI tidak dapat memberikan bantuan karena pesawat tempur yang diharapkan mendukung operasi ini ternyata baru tiba di Jakarta dari Uni Soviet dan belum di-assembling. Untuk mengakhiri polemik fersebut KSAU Soerjadi Soerjadarma mengundurkan diri pada 19 Januari 1962. [4] Dengan terjadinya pertempuran laut aru ini telah mampu memicu semangat tempur bangsa Indonesia. Simpati dunia internasional terhadap Belanda semakin menipis, karena semakin banyaknya bukti-bukti melemahkan posisi Belanda. Sementara itu dalam kalangan pimpinan serta rakyat kerajaan Belanda terjadi benturan-benturan internal mengenai pilihan langkah politik berikut penerapan kebijakan terhadap Indonesia pada umunya dan pada Irian Barat pada khususnya. Almarhum Yos Sudarso yang wafat dalam peristiwa laut Aru itu meninggalkan seorang istri, Siti Mustini dan 5 anak (dua diantaranya sudah meninggal). Saat itu, anak bungsunya baru berusia 1,5 tahun. Sebagai penghargaan atas jasanya, pemerintah menaikkan pangkatnya menjadi Laksamana Muda Anumerta Yosaphat Sudarso dan memberinya gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 088/TK/1973. Bahkan namanya pun diabadikan menjadi nama armada angkatan laut indonesia, nama pulau, dan nama jalan-jalan protokol di kota-kota besar Indonesia. [5] Note : [1] https://belogngeblog.wordpress.com/2012/08/17/pertempuran-laut-aru-masa-pembebasan-irian-barat/ [2] Anwar,rosihan. 2006. Soekarano, Tentara, Pki : Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik, 1961-1965. Yayasan obor Indonesia [3] Sudirman, Adi. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia. Diva Press [4] http://www.pemudamaritim.com/2014/11/laksamana-muda-yos-sudarso-dan.html [5] Pour, Julius. Konspirasi Dibalik Tenggelamya Matjan Tutul. Jakarta : penerbit Kompas

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef
Di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengumandangkan Komando Pembebasan Irian Barat Tri Komando Rakyat (Trikora). Komando tersebut dicanangkan akibat sikap ngotot Belanda untuk tetap bercokol di Irian Barat. Padahal telah disepakati bahwa Irian Barat akan diserahkan kepada Indonesia setahun pasca pengakuan kedaulatan 1949. Upaya diplomatis yang dilakukan Indonesia sejak tahun 1950 mengalami jalan buntu. Di lain pihak, Belanda malah memperkuat kekuatan militernya di Irian Barat. Tindakan Belanda tersebut dijawab Indonesia dengan memperkuat persenjataan APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) melalui pembelian besar-besaran dari luar negeri, seperti Rusia. Untuk mengintensifkan perlawanan terhadap kekuatan militer Belanda di Irian Barat, APRI kemudian menggelar sejumlah operasi infiltrasi (penugasan kapal perang untuk menyusupkan pasukan ke Irian Barat) dan pengintaian. Salah satu operasi infiltrasi dilaksanakan oleh ALRI dengan mempergunakan empat kapal perang ALRI jenis MTB (Motor Torpedo Boat) tipe Jaguar. Kapal-kapal yang dikerahkan pada Januari 1962 ini bernama RI Macan Tutul, RI Macan Kumbang, RI Harimau dan RI Singa. Suatu ketika keempat MTB gress asal Jerman Barat tersebut bermaksud mendaratkan 21 anggota Peleton Tugas Istimewa (Tugis) TNI AD ke Kaimana. Dalam penugasan itu ikut dari Deputy I (Ops) KSAL Komodor Yosafat Sudarso. Ia ikut di salah satu MTB, yaitu RI Macan Tutul, yang dikomandani oleh Kapten Wiratno. Karena memuat pasukan dan perahu karet untuk pendaratan, maka keempat MTB tersebut terpaksa dilucuti komponen persenjataan andalannya, yaitu Torpedo 21 inci. Dengan demikian kapal-kapal tersebut hanya menyandang meriam anti serangan udara kaliber 40 mm. [1] Misi bertolak dari Tanjung Priok tanggal 9 Januari 1962 dipimpin langsung oleh Direktur Operasi MBAL Kolonel Sudomo yang bermarkas di RI Harimau. Keempat MTB bergerak dalam formasi berbanjar. Untuk menjaga kerahasiaan misi, sehingga dilarang menyinggahi pelabuhan-pelabuhan yang dapat dilewati. Bahan bakar tambahan dan perbekalan akan disuplai di tengah laut. Bahkan agar misi tidak bocor, kesatuan lain di luar misi sengaja tidak dilibatkan dan tidak dikoordinasikan. [2] Dalam perjalanan RI Singa mengalami kerusakan kemudi sehingga hanya tiga kapal yang sanggup melanjutkan misi infiltrasi. Setelah berhari-hari berlayar sampailah ketiga MTB di perairan Arafuru, di mana RI Multatuli telah lego jangkar. Di atas kapal berjenis submarine support ship tersebut, diputuskan pelaksanaan operasi penyusupan dilakukan pada malam hari Senin, 15 Januari 1962. Yang sebelumnya semua kapal ALRI telah merapat di rendezvous point di sebuah pulau Kepulauan Aru. Pasukan yang sudah diturunkan dari Hercules AURI juga sudah diangkut kapal dari Letfuan menuju pulau tersebut. Pada hari pertama di titik itu, pesawat-pesawat Belanda sudah datang mengintai dan hal sama pun dilakukan pesawat-pesawat Belanda pada hari sebelum operasi infiltrasi. Menjelang pukul 17.00 WITA waktu setempat, ketiga MTB mulai bergerak menuju Kaimana dengan kecepatan 20 knot dalam formasi berbanjar. KRI Harimau berada di depan, membawa antara lain kol.Sudomo, kol. Mursyid dan kapten Tondomulyo. Dibelakang adalah KRI Macan Tutul yang dinaiki Komodor Yos Sudarso. Sedangkan di belakang adalah KRI Macan Kumbang. Operasi meluncur dengan menerapkan status radio silent. Komunikasi hanya terbatas pada tiga MTB saja dan dilarang berkomunikasi di luar itu. Menjelang pukul 21.00, Kol. Mursyid melihat radar blips pada lintasan depan yang akan dilewati iringan tiga kapal itu. Dua disebelah kanan dan satu di kiri. Blips tersebut tidak bergerak, menandakan kapal-kapal sedang berhenti. Ketiga kapal KRI kemudian melaju. Namun pada posisi 04,490 LS, 135,020 BT, ketiganya dipergoki oleh dua pesawat intai maritim Belanda jenis Neptune dan Firefly. Tak jauh dari posisi tiga MTB ALRI tersebut, dua fregat Belanda Hr.Ms Evertsen dan Hr.Ms. Kortenaer ternyata sedang berpatroli. Rupanya Belanda sudah mencium strategi operasi ini. Dua fregat tersebut bergerak cepat dari arah posisi depan dan lambung kanan belakang MTB ALRI. Lalu pada posisi 25 mil barat daya dari Vlakte Hoek, dua pihak yang bermusuhan tersebut berpapasan. Kortenaer yang bergerak pertama kali mendekati MTB ALRI. Setelah mencapai jarak tembak, Kortenaer menembakkan peluru suar yang disusul tembakan peluru tajam. Pada saat yang sama, Neptune terang rendah sambil menembakkan peluru suar berparasut dari udara. Seketika keadaan sekitar menjadi terang benderang. Untuk mengusir Neptune Belanda, RI Macan Tutul dan RI Macan Kumbang menembakkan meriam 40 mm. Tembakan balasan Belanda dilontarkan oleh Evertsen, yang diikuti oleh Kortenaer. Guna menghindari tembakan musuh, formasi MTB disusun berbentuk diagonal. Sebelah kiri adalah RI Macan Kumbang, di tengah RI Harimau dan di kanan RI Macan Tutul. Ketika dua pihak yang bertikai telah mencapai jarak 1,5 mil, kedua kapal perang Belanda melepaskan tembakan meriam kaliber 120 mm dengan gencar. Keadaan menjadi sangat kritis, sehingga Komodor Yos Sudarso, yang berada di RI Macan Tutul mengambil alih pimpinan misi. Melalui radio telepon, ia memerintahkan untuk membalas tembakan musuh. Selain itu RI Harimau dan RI Macan Kumbang diperintahkan bermanuver berputar untuk mengecoh Belanda, sementara RI Macan Tutul melaju terus lurus ke arah haluan keluar dari formasi sekaligus menghadang kapal musuh. Melihat manuver tersebut, kedua kapal Belanda segera mengonsentrasikan perhatian dan tembakan ke arah RI Macan Tutul. Reaksi ini diambil Belanda karena MTB merupakan jenis kapal berpeluncur torpedo anti kapal permukaan dan manuver Macan Tutul merupakan gerakan taktis untuk bersiap meluncurkan torpedonya. Belanda tidak mengetahui bahwa ketiga MTB ALRI tidak membawa torpedo. RI Macan Tutul dihujani tembakan berat oleh dua fregat Belanda tersebut. [3] RI Harimau dan RI Macan Kumbang dengan manuver zigzag berhasil meloloskan diri. Di antara dentuman tembakan meriam, Komodor Yos Sudarso masih sempat berkomunikasi lewat radio telepon dan mengumandangkan pesan: "Kobarkan Semangat Pertempuran". Akhirnya tembakan kapal-kapal Belanda mengenai bagian buritan sebelah kiri RI Macan Tutul sehingga menimbulkan bunga api besar yang menerangi malam di laut Aru. Tembakan tersebut ternyata mengenai kamar penyimpanan mesiu. Tak lama kemudian, secara perlahan RI Macan Tutul tenggelam. Sebenarnya kekuatan kapal Belanda dan Indonesia tidak seimbang. Komodor Yos Sudarso, ajudannya Kapten Memet, Komanda Kapal Kapten Wiratno serta 25 penumpang lainnya pun gugur. Sebagian ABK RI Macan Tutul yang selamat, berhasil ditawan oleh Belanda. Menurut kesaksian Soekirman, juru mudi RI Macan Tutul yang selamat dan ditawan Belanda, selama diinterogasi ia diperlihatkan foto-foto keberadaan MTB di perairan Arafuru. Soekirman juga memberikan kesaksian bahwa pesawat intai Belanda juga sudah mengendus rencana penyerangan ini, dengan seringnya memantau pergerakan MTB dari udara. Kejadian ini kemudian dikritik oleh mentri Djuanda serta menuduh AURI tidak mendukung jalannya operasi ini. Sehingga pesawat intai Belanda secara bebas berhasil mengintai dan mengendus keberadaan MTB ALRI. AURI berada dalam kondisi yang tertekan karena misi yang gagal itu. Orang mengira, kekuatan AURI mampu melayang-layang selamanya di udara dan mengawasi setiap jengkal wilayah Republik Indonesia. Menurut Oemar Dhani, AURI tidak dapat memberikan bantuan karena pesawat tempur yang diharapkan mendukung operasi ini ternyata baru tiba di Jakarta dari Uni Soviet dan belum di-assembling. Untuk mengakhiri polemik fersebut KSAU Soerjadi Soerjadarma mengundurkan diri pada 19 Januari 1962. [4] Dengan terjadinya pertempuran laut aru ini telah mampu memicu semangat tempur bangsa Indonesia. Simpati dunia internasional terhadap Belanda semakin menipis, karena semakin banyaknya bukti-bukti melemahkan posisi Belanda. Sementara itu dalam kalangan pimpinan serta rakyat kerajaan Belanda terjadi benturan-benturan internal mengenai pilihan langkah politik berikut penerapan kebijakan terhadap Indonesia pada umunya dan pada Irian Barat pada khususnya. Almarhum Yos Sudarso yang wafat dalam peristiwa laut Aru itu meninggalkan seorang istri, Siti Mustini dan 5 anak (dua diantaranya sudah meninggal). Saat itu, anak bungsunya baru berusia 1,5 tahun. Sebagai penghargaan atas jasanya, pemerintah menaikkan pangkatnya menjadi Laksamana Muda Anumerta Yosaphat Sudarso dan memberinya gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 088/TK/1973. Bahkan namanya pun diabadikan menjadi nama armada angkatan laut indonesia, nama pulau, dan nama jalan-jalan protokol di kota-kota besar Indonesia. [5] Note : [1] https://belogngeblog.wordpress.com/2012/08/17/pertempuran-laut-aru-masa-pembebasan-irian-barat/ [2] Anwar,rosihan. 2006. Soekarano, Tentara, Pki : Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik, 1961-1965. Yayasan obor Indonesia [3] Sudirman, Adi. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia. Diva Press [4] http://www.pemudamaritim.com/2014/11/laksamana-muda-yos-sudarso-dan.html [5] Pour, Julius. Konspirasi Dibalik Tenggelamya Matjan Tutul. Jakarta : penerbit Kompas

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef