Rabu, 23 November 2016

TIDAK ADA PELANGGARAN HAM DIPAPUA BARAT, ITU HANYALAH SEBUAH ALASAN AGAR MEREKA BISA MEMASUKI WILAYAH INDONESIA.

  Hasil gambar untuk peta papua


Gunawan Laruhun - Adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seharusnya tak perlu menanggapi serius atas kritikan 6 negara-negara SEMUT di pasifik atas pelanggaran HAM di Papua Barat terhadap separatis oleh Indonesia. Kedudukan Indonesia dalam hal ini sudah jelas yaitu mempertahankan  keutuhan wilayah NKRI, Apapun resiko harus dihadapi. terhadap separatis atau pemborontak tidak ada istilah pelanggaran HAM , yang melanggar HAM adalah separatis itu sendiri dengan membunuh dan menculik masyarakat pribumi maupun para turis di Papua Barat. dalam skala besar pelanggaran HAM itu terjadi apabila suatu negara telah melakukan penyerangan dan membunuh warga sipil di negara lain, seperti yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Irak, Afganistan, Libya. juga yang di lakukan Israel terhadap Palestina adalah pelanggaran HAM berat karena ribuan rakyat sipil jadi korbannya. Bagaimana PBB mengadili kedua negara bengis ini ??? PBB memandang seperti tidak ada apa-apa disana, PBB hanya mampu berteriak tapi tak mampu berbuat yang akhirnya berteriak pun sudah tak bisa. beda dengan yang di Indonesia yaitu di Papua Barat pengacau dan pelanggar HAM adalah separatis yang berasal dari dalam negeri sendiri, membunuh warga sipil dan turis asing, mengancam kedaulatan RI sudah sepantasnya di basmi dari bumi Indonesia karena Keutuhan dan Kedaulatan RI adalah Harga Mati. kemudian jadi ramai diperbincangkan di forum PBB, ada apa ini ??? Sebenarnya banyak negara-negara di dunia yang iri terhadap Indonesia, ingin memecah belah Indonesia dan ingin menguasai kekayaan alam Indonesia dan boleh jadi mereka itu semua ada dibelakang bendera PBB. tidak menutup kemungkinan mereka juga mendukung gerakan separatis di Papua Barat. negara-negara Semut di Pasifik tak berani mengkriktik Indonesia kalau tak ada dukungan dari negara besar lainnya, Indonesia harus lebih Jeli melihat hal ini. Pelanggaran HAM yang nanti menjadi alasan mereka agar bisa memasuki wilayah Indonesia dibawah bendera PBB. Pengalaman lepasnya timor timur dari NKRI adalah pelajaran buat Pemerintah Indonesia. menyangkut hal-hal ini maka sangat di perlukan campur tangan media di Indonesia untuk memerangi sepak terjang separatis dan negara-negara yang berada di belakang mereka. akhirnya penulis mengingatkan kembali kepada seluruh Rakyat Indonesia agar jangan mudah terpengaruh dengan isu-isu asing yang bertujuan memecah-belah persatuan kita, jangan sia-siakan perjuangan Pahlawan kita dahulu. mari kita jaga bersama Kedaulatan Bangsa kita, rapatkan barisan, kokohkan semangat juang bela negara tanamkan rasa cinta tanah air  agar Negara kita tetap utuh dan jaya dari masa ke masa terbentang luas dari sabang Sampai Merauke, dari samudera Indonesia hingga samudera pasifik, dari laut Andaman hingga laut Arafuru. Merah Putih tetap berkibar. salam NKRI...!   Merdeka....!!!

Penulis :
Gunawan Laruhun 

Selasa, 22 November 2016

Pangeran Dipanegoro, Pahlawan Nasional Republik Indonesia asal Yogyakarta

Hasil gambar
Meninggal: 8 Januari 1855, Makassar
Kebangsaan: Indonesia
Dipanegara ialah putra sulung Hamengkubuwono III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dengan nama Mustahar dari seorang garwa ampeyan [selir] bernama R. A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan [istri non permaisuri] yg berasal dari Pacitan. Pangeran Dipanegara bernama kecil Raden Mas Antawirya [Bahasa Jawa: Ontowiryo]. Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Dipanegara menolak keinginan ayahnya, Sultan hamengkubuwono III, untuk mengangkatnya menjadi raja. Ia menolak mengingat ibunya bukanlah permaisuri. Dipanegara mempunyai 3 orang istri, yaitu: Bendara Raden Ayu Kedhaton, Raden Ayu Ratnaningsih, & Raden Ayu Ratnaningrum.

Pangeran Diponegoro Pejuang Berhati Bersih

Dipanegara lebih tertarik pada kehidupan keagamaan & merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng Tegalrejo daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan Hamengkubuwana V [1822] dimana Dipanegara menjadi salah satu anggota perwalian yg mendampingi Hamengkubuwana V yg baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danureja bersama Residen Belanda. Cara perwalian seperti itu tak disetujui Dipanegara. Dipanegara atau dikenal dengan gelar Pangeran Dipanegara [Bahasa Jawa: Diponegoro] [lahir di Yogyakarta, 11 November 1785-meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun] ialah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia. Makamnya berada di Makassar.

Penangkapan & Pengasingan Pangeran Dipanegara

16 Februari 1830 Pangeran Dipanegara & Kolonel Cleerens bertemu di Remo Kamal, Bagelen [sekarang masuk wilayah Purworejo]. Cleerens mengusulkan agar Kanjeng Pangeran & pengikutnya berdiam dulu di Menoreh sambil menunggu kedatangan Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock dari Batavia.
28 Maret 1830 Dipanegara menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock memaksa mengadakan perundingan & mendesak Dipanegara agar menghentikan perang. Permintaan itu ditolak Dipanegara. Tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Dipanegara ditangkap & diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, & langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April.
11 April 1830 sampai di Batavia & ditawan di Stadhuis [sekarang gedung Museum Fatahillah]. Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den Bosch.
30 April 1830 keputusan pun keluar. Pangeran Dipanegara, Raden Ayu Retnaningsih, Tumenggung Dipasana & istri, serta para pengikut lainnya seperti Mertaleksana, Banteng Wereng, & Nyai Sotaruna akan dibuang ke Manado.
3 Mei 1830 Dipanegara & rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux ke Manado & ditawan di benteng Amsterdam.
1834 dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan.
8 Januari 1855 Dipanegara wafat & dimakamkan di Makassar, tepatnya di Jalan Diponegoro, Kelurahan Melayu, Kecamatan Wajo, sekitar empat kilometer sebelah utara pusat Kota Makassar.

Perjuangan Ki Sodewo Putera Pangeran Dipanegara

Bagus Singlon atau Ki Sodewo ialah Putera Pangeran Dipanegara dengan Raden Ayu Citrawati Puteri Bupati Madiun Raden Rangga. Raden Ayu Citrowati ialah saudara satu ayah lain ibu dengan Sentot Prawiro Dirjo. Nama Raden Mas Singlon atau Bagus Singlon atau Ki Sodewo sendiri telah masuk dlm daftar silsilah yg dikeluarkan oleh Tepas Darah Dalem Keraton Yogyakarta. Dalam perjuangannya, Pangeran Dipanegara dibantu oleh puteranya bernama Bagus Singlon atau Ki Sodewo. Ki Sodewo melakukan peperangan di wilayah Kulon Progo & Bagelen.
Perjuangan Ki Sadewa untuk mendampingi ayahnya dilandasi rasa dendam pada kematian eyangnya [Ronggo] & ibundanya ketika Raden Ronggo dipaksa menyerah karena memberontak kepada Belanda. Melalui tangan-tangan pangeran Mataram yg sudah dikendalikan oleh Patih Danurejo, maka Raden Ronggo dapat ditaklukkan. Ki Sodewo kecil & Sentot bersama keluarga bupati Madiun lalu diserahkan ke Keraton sebagai barang bukti suksesnya penyerbuan. Ki Sodewo yg masih bayi lalu diambil oleh Pangeran Dipanegara lalu dititipkan pada sahabatnya bernama Ki Tembi. Ki Tembi lalu membawanya pergi & selalu berpindah-pindah tempat agar keberadaannya tak tercium oleh Belanda. Belanda sendiri pada saat itu sangat membenci anak turun Raden Ronggo yg sejak dulu terkenal sebagai penentang Belanda. Atas kehendak Pangeran Dipanegara, bayi tersebut diberi nama Singlon yg artinya penyamaran.
Keturunan Ki Sodewo saat ini banyak tinggal di bekas kantung-kantung perjuangan Ki Sodewo pada saat itu dengan bermacam macam profesi. Dengan restu para sesepuh & dimotori oleh keturunan ke 7 Pangeran Diponegoro yg bernama Raden Roni Muryanto, Keturunan Ki Sodewo membentuk sebuah paguyuban dengan nama Paguyuban Trah Sodewo. Setidaknya Pangeran Diponegoro mempunyai 17 putra & 5 orang putri, yg semuanya kini hidup tersebar di seluruh Indonesia, termasuk Jawa, Sulawesi & Maluku.

Perang Diponegoro, Kegigihan Melawan Penjajahan Belanda

Pertempuran terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan infantri, kavaleri & artileri, yg sejak perang Napoleon menjadi senjata andalan dlm pertempuran frontal, di kedua belah pihak berlangsung dengan sengit. Front pertempuran terjadi di puluhan kota & desa di seluruh Jawa. Pertempuran berlangsung sedemikian sengitnya sehingga bila suatu wilayah dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang hari, maka malam harinya wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan pribumi; begitu pula sebaliknya. Jalur-jalur logistik dibangun dari satu wilayah ke wilayah lain untuk menyokong keperluan perang. Berpuluh kilang mesiu dibangun di hutan-hutan & dasar jurang.
Produksi mesiu & peluru berlangsung terus sementara peperangan berkencamuk. Para telik sandi & kurir bekerja keras mencari & menyampaikan informasi yg diperlukan untuk menyusun stategi perang. Informasi mengenai kekuatan musuh, jarak tempuh & waktu, kondisi medan, curah hujan menjadi berita utama; karena taktik & strategi yg jitu hanya dapat dibangun melalui penguasaan informasi. Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada bulan-bulan penghujan; para senopati menyadari sekali untuk bekerjasama dengan alam sebagai “senjata” tak terkalahkan. Bila musim penghujan tiba, gubernur Belanda akan melakukan usaha usaha untuk gencatan senjata & berunding, karena hujan tropis yg deras membuat gerakan pasukan mereka terhambat.
Penyakit malaria, disentri, & sebagainya merupaken “musuh yg tak tampak” melemahkan moral & kondisi fisik bahkan merenggut nyawa pasukan mereka. Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda akan mengkonsolidasikan pasukan & menyebarkan mata-mata & provokator mereka bergerak di desa & kota; menghasut, memecah belah & bahkan menekan anggota keluarga para pengeran & pemimpin perjuangan rakyat yg berjuang dibawah komando pangeran Dipanegara. Namun pejuang pribumi tersebut tak gentar & tetap berjuang melawan Belanda. Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23. 000 orang serdadu; suatu hal yg belum pernah terjadi ketika itu dimana suatu wilayah yg tak terlalu luas seperti Jawa Tengah & sebagian Jawa timur dijaga oleh puluhan ribu serdadu.
Dari sudut kemiliteran, ini ialah perang pertama yg melibatkan semua metode yg dikenal dlm sebuah perang modern. Baik metode perang terbuka [open warfare], maupun metoda perang gerilya [geurilia warfare] yg dilaksanakan melalui taktik hit and run & penghadangan. ini bukan sebuah tribal war atau perang suku. Tapi suatu perang modern yg memanfaatkan berbagai siasat yg saat itu belum pernah dipraktekkan. perang ini juga dilengkapi dengan taktik perang urat syaraf [psy-war] melalui insinuasi & tekanan-tekanan serta provokasi oleh pihak Belanda terhadap mereka yg terlibat langsung dlm pertempuran; & kegiatan telik sandi [spionase] dimana kedua belah pihak saling memata-matai & mencari informasi mengenai kekuatan & kelemahan lawannya. Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap Dipanegara dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Dipanegara terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Maja, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap.
Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi & panglima utamanya Sentot Alibasya menyerah kepada Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Dipanegara di Magelang. Pangeran Dipanegara menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Dipanegara ditangkap & diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar sampai wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
Berakhirnya Perang Jawa yg merupaken akhir perlawanan bangsawan Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia sebanyak 8. 000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7. 000 pribumi, & 200. 000 orang Jawa. Sehingga sesudah perang ini jumlah penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya. Mengingat bagi sebagian orang Kraton Yogyakarta Dipanegara dianggap pemberontak, sehingga konon anak cucunya tak diperbolehkan lagi masuk ke Kraton, sampai kemudian Sri Sultan HB IX memberi amnesti bagi keturunan Dipanegara, dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan yg dipunyai Dipanegara kala itu. Kini anak cucu Dipanegara dapat bebas masuk Kraton, terutama untuk mengurus Silsilah bagi mereka, tanpa rasa takut akan diusir.

Pahlawan Nasional Indonesia Pangeran Diponegoro

Sebagai penghargaan atas jasa Diponegoro dlm melawan penjajahan. Di beberapa kota besar Indonesia terdapat jalan Diponegoro. Kota Semarang sendiri juga memberikan apresiasi agar nama Pangeran Diponegoro akan senantiasa hidup. Nama nama tempat yg menggunakan nama beliau antara lain Stadion Diponegoro, Jalan diponegoro, Universitas Diponegoro , Kodam IV Diponegoro. Juga ada beberapa patung yg dibuat, patung Diponegoro di Undip Pleburan, patung Diponegoro di Kodam IV Dipanegara serta di pintu masuk Undip Tembalang.
Sumber : http://www.sejarahnusantara.com/

Rabu, 16 November 2016

Sultan Ageng Tirtayasa, Pahlawan Nasional Asal Provinsi Banten

 
Lahir : Banten,1631
Wafat : 1683
Makam beliau berada di sebelah utara Masjid Agung Banten.. Anak dari :Sultan Abdul Ma'ali Ahmad dan  Ratu Martakusuma Bergelar : Pangeran Surya,Pangeran Ratu dan Pangeran Adipati Berkuasa : priode 1651 -1683. Beliau menginginkan Banten mempunyai kerajaan Islam. Perkembangan pendidikan agama Islam maju dengan pesat. Saat itu
 Nama beliau juga dijadikan 
nama universitas didaerah Serang-Banten

 .SK Pres: 45/TK/1970
 bertanggal 1-8-1970
Sultan Ageng Tirtayasa
 Hidup : 1631-1683 


Perjuangan beliau salah satunya adalah menentang Belanda karena VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan kesultanan Banten dan rakyat Banten, akhirnya Belanda di usir dari tanah Banten. Lalu Tirtayasa menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka, kondisi ini tidak disukai VOC. Mereka lantas memblokade Banten.

Didalam Pemerintahan, Langkah yang beliau tempuh :
1.         Bidang sektor ekonomi.
 Meningkatkan Kesejahteraan rakyat melalui pencetakan sawah-sawah baru serta  irigasi yang sekaligus berfungsi sebagai sarana perhubungan.
2.        di bidang keagamaan
  •  mengangkat Syekh Yusuf, seorang ulama asal Makassar, menjadi mufti kerajaan yang bertugas menyelesaikan urusan keagamaan dan penasehat sultan dalam bidang pemerintahan.
  •  menggalakkan pendidikan agama, baik di lingkungan kesultanan maupun di masyarakat melalui pondok pesantren.
Peran kepemimpinannya :
  • Beliau adalah pemimpin yang sangat amanah dan memiliki visi ke depan membangun bangsanya. Seorang pemimpin yang sangat visioner, tegas dalam memerangi kemiskinan, berkarakter kepemimpinan dan intelektual, Kepentingan rakyat adalah segalanya.
  • Ahli perencanaan wilayah dan tata kelola air, egaliter dan terbuka serta berwawasan internasional.
  • Aktif membina hubungan baik dan kerjasama dengan berbagai pihak di sekitarnya atau di tempat yang jauh sekalipun.
  • Sekitar tahun 1677 Banten mengadakan kerjasama dengan Trunojoyo yang sedang memberontak terhadap Mataram. Dalam pada itu, dengan Makasar, Bangka, Cirebon, dan Indrapura dijalin hubungan baik. 
  • Sumber : http://azwirchan.blogspot.com/2014/03/nama-pahlawan-dari-provinsi-banten.html

Sultan Thaha Sjaifuddin, Pahlawan Nasional Asal Provinsi Jambi

lahir di Jambi tahun 1816.
Wafat : 24 April 1904 di Muara Tebo.
SK Pres: 079/TK/1977 bertanggal 24-10-1977
 
Sultan Thaha Sjaifuddin
Sebagai Pangeran Ratu (semacam perdana menteri) di bawah pemerintahan Sultan Abdurrahman (1841).Sejak itu, ia memperlihatkan sikap menentang Belanda.
  • Mengadakan kerja sama dengan pihak Amerika saat kapal dan berlabuh di Jambi
  • Tidak mengakui perjanjian yang dibuat oleh  sultan-sultan terdahulu dengan Belanda. Salah satu diantaranya perjanjian tahun 1833 yang menyatakan Jambi adalah milik Belanda dan dipinjamkan kepada Sultan Jambi.
  • Menolak Ultimatum dengan belanda untuk menyerahkan diri
  • pada 25 September 1858 Belanda melancarkan serangan. Pertempuran berkobar di Muara Kumpeh.
  • Pasukan Jambi berhasil menenggelamkan sebuah kapal perang Belanda, namun mereka tidak mampu mempertahankan kraton. Sultan Thaha menyingkir ke Muara Tembesi dan membangun pertahanan di tempat ini.
  • Sultan Thaha membeli senjata dari pedagang-pedagang Inggris melalui Kuala Tungkal, Siak dan Indragiri.    
  • Sumber ; http://azwirchan.blogspot.com/2014/01/nama-pahlawan-dari-provinsi-jambi.html   

Wage Rudolf Supratman, Pahlawan Nasional Asal Jatinegara - Jakarta

 
lahir di Jatinegara, Batavia,
9 Maret 1903
meninggal di Surabaya, 
Jawa Timur,17 Agustus 1938
pada umur 35 tahun
Wage Rudolf Supratman
akhirnya dituangkan dalam buku Perawan Desa. Buku itu disita dan dilarang beredar oleh pemerintah Belanda yang akhirnya dipindahkan ke kota Sengkang dan hanya sebentar lalu minta berhenti dan pulang ke Makassar lagi. Roekijem sendiri sangat gemar akan sandiwara dan musik. Banyak karangannya yang dipertunjukkan di mes militer. Selain itu Roekijem juga senang bermain biola, kegemarannya ini yang membuat Soepratman juga senang main musik dan membaca-baca buku musik.Disinilah beliau belajar musik dari kakak iparnya yaitu Willem van Eldik, hingga pandai bermain biola dan bisa menggubah lagu. Ketika tinggal di Jakarta, ikut lomba cipta lagu kebangsaan di majalah Timbul, lahirlah lagu Indonesia Raya (1924), pada waktu itu ia berada di Bandung dan usia 21 tahun Dan Instrumen Indonesia Raya diperdengarkan untuk pertama kali didepan peserta umum  dengan biola di Jakarta ketika penutupan kongres Pemuda II (28-10-1928) Kongres itu melahirkan Sumpah Pemuda. atas saran Soegondo Semua yang hadir terpukau mendengarnya. Dengan cepat lagu itu terkenal di kalangan pergerakan nasional. Apabila partai-partai politik mengadakan kongres, maka lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan. Lagu itu merupakan perwujudan rasa persatuan dan kehendak untuk merdeka.Sesudah Indonesia merdeka, lagu Indonesia Raya dijadikan lagu kebangsaan, lambang persatuan bangsa. Tetapi, pencipta lagu itu, Wage Roedolf Soepratman, tidak sempat menikmati hidup dalam suasana kemerdekaan. Akibat menciptakan lagu Indonesia Raya, ia selalu diburu oleh polisi Hindia Belanda, sampai jatuh sakit di Surabaya. Karena lagu ciptaannya yang terakhir "Matahari Terbit" pada awal Agustus 1938, ia ditangkap ketika menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu di NIROM Jalan Embong Malang, Surabaya dan ditahan di penjara Kalisosok, Surabaya. Ia meninggal pada tanggal 17 Agustus 1938 karena sakit.
Kontroversi tempat dan tanggal lahir
Hari kelahiran Soepratman, 9 Maret, oleh Megawati Soekarnoputri saat menjadi presiden RI, diresmikan sebagai Hari Musik Nasional. Namun tanggal kelahiran ini sebenarnya masih diperdebatkan, karena ada pendapat yang menyatakan Soepratman dilahirkan pada tanggal 19 Maret 1903 di Dukuh Trembelang, Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Pendapat ini – selain didukung keluarga Soepratman – dikuatkan keputusan Pengadilan Negeri Purworejo pada 29 Maret 2007 

pengarang lagu kebangsaan Indonesia, "Indonesia Raya

Mohammad Husni Thamrin, Pahlawan Nasional Asal Tanah Betawi - Jakarta

Lahir : Jakarta,16 Februari 1894
Wafat : Jakarta,11 Januari 1941
Dimakamkan : di TPU Karet
 
Mohammad Hoesni Thamrin 
Ayahnya adalah seorang Belanda dengan ibu orang Betawi. Sejak kecil ia dirawat oleh pamannya dari pihak ibu karena ayahnya meninggal, sehingga ia tidak menyandang nama Belanda Sementara itu kakeknya, Ort, seorang Inggris, merupakan pemilik hotel di bilangan Petojo, menikah dengan seorang Betawi yang bernama Noeraini.
Bersekolah : di Konnieg Williem II
·         Ketua Parindra
·         bekerja di kantor kepatihan residen batavia
·         bekerja diperusahaan  pelayaran Koninkiijke Paketvaari Maatschappij (KPM).
·         Anggota Dewan Kota Batavia (Jakarta).
·         Mendirikan Persatuan Kaum Betawi untuk memajukan warga Jakarta (1923)

SK Pres: 175 Tahun 1960 bertanggal 28 – 7 – 1960

Letjen TNI (Purn) Djamin Gintings, Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan Asal Tanah Karo Sumatera Utara

Letjen TNI (Purn) Djamin Gintings

lahir di Karo, Sumut, 12 Januari 1921 dan wafat di Ottawa, Kanada, 23 Oktober 1974 pada umur 53 tahun

Beliau tokoh dari Sumatera Utara dan beliau adalah pejuang kemerdekaan yang menentang pemerintahan Hindia Belanda, beliau juga seorang petinggi TNI yang berhasil menumpas pemberontakan Nainggolan di Medan pada April 1958
  
Kepress No.115 TK 2014 Tanggal 06 Nov 2014
Sumber : http://azwirchan.blogspot.co.id/

Raden Temenggung Setia Pahlawan, Adalah Pahlawan Nasional asal Tanah Melawi Kalimantan Barat

Abdul Kadir Gelar Raden Temenggung Setia Pahlawan adalah seorang pahlawan nasional Indonesia dari Melawi, beliau lahir di Sintang, Kalimantan Barat tahun 1771  dan wafat di Tanjung Suka Dua, Melawi tahun 1875. Pada tahun 1845, ia diangkat sebagai Kepala Pemerintahan Melawi yang merupakan bagian dari Kerajaan Sintang. Sebagai pejabat kerajaan ia mendapat gelar Raden temenggung. Ia berhasil mengembangkan potensi perekonomian wilayah ini dan mempersatukan suku Dayak dengan Melayu. Selain itu ia juga berjuang menentang Belanda yang ingin menguasai wilayah ini. Tahun 1999 diangkat sebagai Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden nomer 114 / TK / 1999 tanggal 13 - 10 - 1999.

Asal Usul


Pintu masuk makam Raden Temenggung Setia Pahlawan
Pintu masuk makam Raden Temenggung Setia Pahlawan
Abdul Kadir Raden Tumenggung Setia Pahlawan lahir di Sintang, Kalimantan Barat pada tahun 1771 Masehi. Ayahnya bernama Oerip dan ibunya bernama Siti Safriyah. Ayah Abdul Kadir bekerja sebagai hulubalang atau pemimpin pasukan kerajaan Sintang.

Masa Muda

Pada saat usianya masih sangat muda Abdul Kadir sudah mengabdi sebagai pegawai kerajaan Sintang. Selama mengabdi di kerajaan Sintang, ia mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Ia pernah mendapat tugas dari Raja Sintang untuk mengamankan kerajaan Sintang dari gangguan pengacau dan perampok. Tugas tersebut dapat dilaksanakannya dengan baik. Abdul Kadir kemudian diangkat menjadi pembantu ayahnya yang menjabat sebagai Kepala Pemerintahan kawasan Melawi. Setelah ayahnya wafat, pada tahun 1845, ia diangkat sebagai kepala pemerintahan Melawi menggantikan kedudukan ayahnya. Karena jabatannya itu Abdul Kadir mendapatkan gelar Raden Tumenggung yang diberikan oleh Raja Sintang.

Perjuangan

Selama menjadi kepala pemerintahan Melawi, ia berhasil mempersatukan suku-suku Dayak dengan Melayu serta dapat mengembangkan potensi ekonomi daerah Melawi. Namun demikian, ia juga berjuang keras menghadapi ambisi Belanda-datang di Sintang pada tahun 1820 yang ingin memperluas wilayah kekuasaannya ke daerah Melawi.

Dalam menghadapi Belanda, ia memakai strategi peran ganda, yaitu sebagai pejabat pemerintah Melawi ia tetap bersikap setia pada Raja Sintang yang berarti setia pula pada pemerintahan Belanda. Tetapi secara diam-diam ia juga menghimpun kekuatan rakyat untuk melawan Belanda. Ia membentuk kesatuan-kesatuan bersenjata di daerah Melawi dan sekitarnya untuk menghadapi pasukan Belanda.

Pada tahun 1866, Belanda memberikan hadiah uang dan gelar Setia Pahlawan kepada Abdul Kadir Raden Tumenggung agar sikapnya melunak dan mau bekerjasama dengan Belanda. Namun demikian Abdul Kadir tidak mengubah sikap dan pendiriannya. Ia tetap melakukan persiapan untuk melawan pemerintahan Belanda. Pada akhirnya di daerah Melawi sering terjadi gangguan keamanan terhadap Belanda yang dilakukan oleh pengikut Abdul Kadir Raden Tumenggung.

Akibat sering mendapat gangguan keamanan, maka Belandapun marah dengan melancarkan operasi militer ke daerah Melawi pada tahun 1868. Pertempuranpun tidak bisa dihindari antara pasukan Belanda melawan pengikut Abdul Kadir Raden Tumenggung. Dalam menghadapi Belanda, Abdul Kadir tidak memimpin pertempuran secara langsung, melainkan ia hanya mengatur strategi perlawanan. Sebagai kepala pemerintahan Melawi, ia bisa memperoleh berbagai informasi tentang rencana-rencana operasi militer pemerintah Belanda. Berkat informasi itulah, para pemimpin perlawanan dapat mengacaukan operasi militer Belanda.

Meninggal dunia

Selama tujuh tahun (1868-1875) Abdul Kadir Raden Tumenggung berhasil menerapkan strategi peran ganda, namun akhirnya pemerintah Belanda mengetahuinya. Pada tahun 1875 ia ditangkap dan dipenjarakan di benteng Saka Dua milik Belanda di Nanga Pinoh. Tiga minggu kemudian ia meninggal dunia dalam usia 104 tahun. Jenasahnya dimakamkan di Natali Mangguk Liang daerah Melawi.

makam Raden Temenggung Setia Pahlawan
makam Raden Temenggung Setia Pahlawan
Abdul Kadir Raden Tumenggung Setia Pahlawan adalah satu satunya pahlawan yang meninggal dunia pada usia di atas 100 tahun. Tokoh pejuang yang mampu menghimpun serta menggerakkan rakyat untuk melawan Belanda. Pemikirannya untuk melawan penjajah Belanda menjadi contoh bagi perlawanan rakyat selanjutnya.

Atas jasa-jasanya dalam perjuangan menghadapi penjajah Belanda,  pemerintah Indonesia menganugerahkan Abdul Kadir Raden Tumenggung Setia Pahlawan sebagai Pahlawan Nasional. dengan diterbitkannya Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 114/TK/Tahun 1999 tertanggal 13 Oktober 1999.

(Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)

Selasa, 15 November 2016

Bung Tomo, Pahlawan Nasional Asal Kampung Blauran Surabaya - Jawa Timur

 

  Sutomo (Bung Tomo)
Tempat/tgl lahir : Kampung Blauran Surabaya,
3 Oktober 1920
Tempat/tgl wafat 
: di Padang Arafah ,
7 Oktober 1981
Dimakamkan di
 TPU NGAGEL Surabaya



adalah pahlawan yang terkenal karena peranannya dalam membangkitkan semangat rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Belanda melalui tentara NICA, yang berakhir dengan pertempuran 10 November 1945 yang hingga kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, seorang kepala keluarga dari kelas menengah. Ia pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan, sebagai staf pribadi di sebuah perusahaan swasta, sebagai asisten di kantor pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahan ekspor-impor Belanda. Ia mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pendamping dekat Pangeran Diponegoro yang dikebumikan di Malang. Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura. Ayahnya adalah seorang serba bisa. Ia pernah bekerja sebagai polisi di kotapraja, dan pernah pula menjadi anggota Sarekat Islam, sebelum ia pindah ke Surabaya dan menjadi distributor lokal untuk perusahaan mesin jahit Singer. 
  Jabatan : 
Menteri Negara urusan bekas pejuang bersenjata/veteran
Menteri Sosial ad Intern tahun 1955 - 1956
Anggota DPR 1956 -1959 dari partai Partai Rakyat Indonesia

SK Pres: 041/TK/TH 2008 bertanggal 6-11-2008 Jawa Timur
Sumber : http://azwirchan.blogspot.com/2014/03/nama-pahlawan-dari-provinsi-jawa-timur.html

Cut Nyak Dhien, Pahlawan Nasional Asal Daerah Lampadang Provinsi Aceh

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMwUdvC3uS_kmJb23UQ7Mk4kLnxYddA1Vdx2VHTg6lhvRTRuCTP2o-9bxmWMkmNvaF0T8AeZEuwWhJ4WXM_LSyWqh9gxWBaC2BDYgql3i6bx4cmZYIIQRmv5E6q4Yzq-QqzT_BEIv3C5Nj/s1600/cut+nyak+dien+2.png
Cut Nyak Dhien adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh, Ia lahir di Lampadang, Kerajaan Aceh, tahun 1848.

Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar, wilayah VI Mukim pada tahun 1848. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan Datuk Makhudum Sati, perantau dari Minangkabau. Datuk Makhudum Sati mungkin datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Oleh sebab itu, Ayah dari Cut Nyak Dhien merupakan keturunan Minangkabau. Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang Lampagar.

Ketika kecil Cut Nyak Dhien adalah anak yang cantik. Ia memperoleh pendidikan pada bidang agama (yang dididik oleh orang tua ataupun guru agama) dan rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya). Banyak laki-laki yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Pada usia 12 tahun, ia sudah dinikahkan oleh orangtuanya pada tahun 1862 dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, putra dari uleebalang Lamnga XIII. Mereka memiliki satu anak laki-laki.

Perlawanan saat Perang Aceh

Perang Aceh pun meletus, diawali dengan pernyataan perang Belanda kepada Aceh pada tanggal 26 Maret 1873, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen. Pada perang pertama (1873-1874), Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah bertempur melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Köhler. Saat itu, Belanda mengirim 3.198 prajurit. Lalu, pada tanggal 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan membakarnya. Kesultanan Aceh dapat memenangkan perang pertama. Ibrahim Lamnga yang bertarung di garis depan kembali dengan sorak kemenangan, sementara Köhler tewas tertembak pada April 1873.

Di bawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten, daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda pada tahun 1873, sedangkan Keraton Sultan jatuh pada tahun 1874. Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan rombongan lainnya pada tanggal 24 Desember 1875. Suaminya selanjutnya bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim.

Hal yang membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda adalah ketika Ibrahim Lamnga tewas pada tanggal 29 Juni 1878 dalam pertempuran di Gle Tarum.

Setelah Cut Nyak Dhien menjanda, datanglah Teuku Umar, tokoh pejuang Aceh, dan melamarnya. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak. Namun, karena Teuku Umar mempersilakannya untuk ikut bertempur dalam medan perang, Cut Nyak Dien akhirnya menerimanya dan menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun 1880. Hal ini membuat meningkatnya moral semangat perjuangan Aceh melawan Kaphe Ulanda (Belanda Kafir). Nantinya, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar memiliki anak yang diberi nama Cut Gambang.

Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi'sabilillah. Sekitar tahun 1875, Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekati Belanda dan hubungannya dengan orang Belanda semakin kuat. Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah 250 orang pergi ke Kutaraja dan "menyerahkan diri" kepada Belanda. Belanda sangat senang karena musuh yang berbahaya mau membantu mereka, sehingga mereka memberikan Teuku Umar gelar Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikannya komandan unit pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh. Teuku Umar merahasiakan rencana untuk menipu Belanda, meskipun ia dituduh sebagai penghianat oleh orang Aceh. Bahkan, Cut Nyak Meutia datang menemui Cut Nyak Dhien dan memakinya. Cut Nyak Dien berusaha menasehatinya untuk kembali melawan Belanda. Namun, Teuku Umar masih terus berhubungan dengan Belanda. Umar lalu mencoba untuk mempelajari taktik Belanda, sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai. Ketika jumlah orang Aceh pada pasukan tersebut cukup, Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh.

Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien pergi dengan semua pasukan dan perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda, lalu tidak pernah kembali. Penghianatan ini disebut Het verraad van Teukoe Oemar (pengkhianatan Teuku Umar).

Belanda yang merasa dihianati oleh Teuku Umar akhirnya marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap baik Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar. Namun, gerilyawan kini dilengkapi perlengkapan dari Belanda. Mereka mulai menyerang Belanda sementara Jend. Van Swieten diganti. Penggantinya, Jend. Jakobus Ludovicius Hubertus Pel, dengan cepat terbunuh dan pasukan Belanda berada pada kekacauan. Belanda lalu mencabut gelar Teuku Umar dan membakar rumahnya, dan juga mengejar keberadaannya.

Penekananpun terus dilakukan oleh Dien dan Umar kepada Belanda, dengan menyerang Banda Aceh (Kutaraja) dan Meulaboh (bekas basis Teuku Umar), sehingga Belanda terus-terusan mengganti jendral yang bertugas. Unit "Maréchaussée" lalu dikirim ke Aceh. Mereka dianggap biadab dan sangat sulit ditaklukan oleh orang Aceh. Selain itu, kebanyakan pasukan "De Marsose" merupakan orang Tionghoa-Ambon yang menghancurkan semua yang ada di jalannya. Akibat dari hal ini, pasukan Belanda merasa simpati kepada orang Aceh dan Van der Heyden membubarkan unit "De Marsose". Peristiwa ini juga menyebabkan kesuksesan jendral selanjutnya karena banyak orang yang tidak ikut melakukan jihad kehilangan nyawa mereka, dan ketakutan masih tetap ada pada penduduk Aceh.

Jendral Joannes Benedictus van Heutsz memanfaatkan ketakutan ini dan mulai menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan pemberontak sebagai informan sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899. Akhirnya, Teuku Umar gugur tertembak peluru. Ketika Cut Gambang, anak Cut Nyak Dhien, menangis karena kematian ayahnya, ia ditampar oleh ibunya yang lalu memeluknya dan berkata:

“Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah syahid”

Setelah kematian suaminya, Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan suaminya. Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901 karena tentara Belanda sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh. Selain itu, Cut Nyak Dien sudah semakin tua. Matanya sudah mulai rabun, dan ia terkena penyakit encok dan juga jumlah pasukannya terus berkurang, serta sulit memperoleh makanan. Hal ini membuat iba para pasukan-pasukannya.

Anak buah Cut Nyak Dhien yang bernama Pang Laot melaporkan lokasi markasnya kepada Belanda karena iba. Akibatnya, Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Mereka terkejut dan bertempur mati-matian. Dhien berusaha mengambil rencong dan mencoba untuk melawan musuh. Sayangnya, aksi Dhien berhasil dihentikan oleh Belanda.Cut Nyak Dhien ditangkap, sementara Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibunya.

Masa tua dan kematian

Setelah ditangkap, Cut Nyak Dhien dibawa ke Banda Aceh dan dirawat di situ. Penyakitnya seperti rabun dan encok berangsur-angsur sembuh. Namun, Cut Nyak Dien akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat, karena ketakutan Belanda bahwa kehadirannya akan menciptakan semangat perlawanan dan juga karena ia terus berhubungan dengan pejuang yang belum tunduk.

Ia dibawa ke Sumedang bersama dengan tahanan politik Aceh lain dan menarik perhatian bupati Suriaatmaja. Selain itu, tahanan laki-laki juga menyatakan perhatian mereka pada Cut Nyak Dhien, tetapi tentara Belanda dilarang mengungkapan identitas tahanan. Ia ditahan bersama ulama bernama Ilyas yang segera menyadari bahwa Cut Nyak Dhien merupakan ahli dalam agama Islam, sehingga ia dijuluki sebagai "Ibu Perbu".

Karena usianya yang sudah tua, Pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien meninggal. Makam "Ibu Perbu" baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh saat itu, Ali Hasan. "Ibu Perbu" diakui oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.

Makam

Menurut penjaga makam, makam Cut Nyak Dhien baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh, Ali Hasan. Pencarian dilakukan berdasarkan data yang ditemukan di Belanda. Masyarakat Aceh di Sumedang sering menggelar acara sarasehan. Pada acara tersebut, peserta berziarah ke makam Cut Nyak Dhien dengan jarak sekitar dua kilometer. Menurut pengurus makam, kumpulan masyarakat Aceh di Bandung sering menggelar acara tahunan dan melakukan ziarah setelah hari pertama Lebaran. Selain itu, orang Aceh dari Jakarta melakukan acara Haul setiap bulan November.

Makam Cut Nyak Dhien pertama kali dipugar pada 1987 dan dapat terlihat melalui monumen peringatan di dekat pintu masuk yang tertulis tentang peresmian makam yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh Ibrahim Hasan pada tanggal 7 Desember 1987. Makam Cut Nyak Dhien dikelilingi pagar besi yang ditanam bersama beton dengan luas 1.500 m2. Di belakang makam terdapat musholla dan di sebelah kiri makam terdapat banyak batu nissan yang dikatakan sebagai makam keluarga ulama H. Sanusi.

Pada batu nissan Cut Nyak Dhien, tertulis riwayat hidupnya, tulisan bahasa Arab, Surah At-Taubah dan Al-Fajr, serta hikayat cerita Aceh. Jumlah peziarah ke makam Cut Nyak Dhien berkurang karena Gerakan Aceh Merdeka melakukan perlawanan di Aceh untuk merdeka dari Republik Indonesia. Selain itu, daerah makam ini sepi akibat sering diawasi oleh aparat. Kini, makam ini mendapat biaya perawatan dari kotak amal di daerah makam karena pemerintah Sumedang tidak memberikan dana.
Sumber : https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.co.id/2014/01/Biografi-Cut-Nyak-Dhien-Pahlawan-Nasional-dari-Aceh.html

Sultan Mahmud Badaruddin II - Pahlawan Nasional dari Palembang - Sumatera Selatan

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBMF7o-BjnWuLJNRpAxkT2htP_iH9PwzjMbiecK7i8QypgrYIp9dM7XSu5x1vXV0nfc3nBZhwImxD-mGarJIcku2XRjvAZzG2PLT5HGsxT9y542INZwQc3YF8cZPabKbG502iBtuvy9srh/s1600/Sultan+Mahmud+Badaruddin+II.jpg
Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang, 1767 - Ternate, 26 September 1852) adalah pemimpin kesultanan Palembang-Darussalam selama dua periode (1803-1813, 1818-1821), setelah masa pemerintahan ayahnya, Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803). Nama aslinya sebelum menjadi Sultan adalah Raden Hasan Pangeran Ratu. 

Semenjak ditunjuk menjadi Sultan Kerajaan Palembang menggantikan ayahnya Sultan Muhammad Baha'uddin, Sultan Mahmud Badaruddin melakukan perlawanan terhadap Inggris dan Belanda.

Dalam masa pemerintahannya, ia beberapa kali memimpin pertempuran melawan Inggris dan Belanda, di antaranya yang disebut Perang Menteng. Ketika Batavia berhasil diduduki pada tahun 1811, Sultan Mahmud justru berhasil membebaskan Palembang dari cengkeraman Belanda pada tanggal 14 Mei 1811.

Sejak timah ditemukan di Bangka pada pertengahan abad ke-18, Palembang dan wilayahnya menjadi incaran Britania dan Belanda. Demi menjalin kontrak dagang, bangsa Eropa berniat menguasai Palembang.

Awal mula penjajahan bangsa Eropa ditandai dengan penempatan Loji (kantor dagang). Di Palembang, loji pertama Belanda dibangun di Sungai Aur (10 Ulu).

Bersamaan dengan adanya kontak antara Britania dan Palembang, hal yang sama juga dilakukan Belanda. Dalam hal ini, melalui utusannya, Raffles berusaha membujuk Sultan Mahmud Badaruddin II untuk mengusir Belanda dari Palembang (surat Raffles tanggal 3 Maret 1811).

Dengan bijaksana, Sultan Mahmud Badaruddin II membalas surat Raffles yang intinya mengatakan bahwa Palembang tidak ingin terlibat dalam permusuhan antara Britania dan Belanda, serta tidak ada niatan bekerja sama dengan Belanda. Namun akhirnya terjalin kerja sama Britania-Palembang, di mana pihak Palembang lebih diuntungkan.

Melalui perjuangan panjang dalam membebaskan tanah Palembang dari tangan Belanda, namun akhirnya pada tanggal 25 Juni 1821 Palembang jatuh ke tangan Belanda.

Pada Tanggal 13 Juli 1821, menjelang tengah malam, Sultan mahmud badarudin II beserta keluarganya menaiki kapal Dageraad dengan tujuan Batavia. Dari Batavia sultan mahmud badarudin II dan keluarganya diasingkan ke Ternate oleh belanda dan sampai akhir hayatnya 26 September 1852.

Sebagian Keluarga Sultan karena tidak mau ditangkap, mengasingkan diri ke daerah Marga Sembilan yang di kenal sekarang sebagai Kabupaten Ogan Komering Ilir dan berasimilasi dengan penduduk di Desa yang dilewati Mulai dari Pampangan sampai ke Marga Selapan Kecamatan Tulung Selapan Panglima Radja Batu Api sampai meninggal disemayamkan Di Tulung Selapan. ( selama 35 tahun tinggal di Ternate dan sketsa tempat tinggal Sri Paduka Susuhunan Ratu Mahmud Badaruddin / Sultan Mahmud Badaruddin II disimpan oleh Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja).

Oleh pemerintah, Sultan Mahmud Badaruddin II dianugerahi gelar pahlawan nasional pada 29 Oktober 1984 melalui  SK Presiden RI No 063/TK/1984.

Nama Sultan Mahmud Badaruddin II  yang meninggal pada 26 September 1852 kini diabadikan sebagai nama bandara internasional di Palembang, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II dan Mata uang rupiah pecahan 10.000 rupiah yang dikeluarkan oleh bank Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2005.

Penggunaan gambar Sultan Mahmud Badaruddin II di uang kertas ini sempat menjadi kasus pelanggaran hak cipta, diduga gambar tersebut digunakan tanpa izin pelukisnya, namun kemudian terungkap bahwa gambar ini telah menjadi hak milik panitia penyelenggara lomba lukis wajah Sultan Mahmud Badaruddin II.
Sumber : https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.co.id/

H. Adam Malik, Pernah menjabat Ketua Majelis Umum PBB - Pahlawan Nasional Asal Pematang Siantar Sumatera Utara

Lahir di :
Pematang Siantar,SUMUT
22 Juli 1917
Wafat di : 

Bandung Jabar
5 September 1984 
Dimakamkan di 
TMP Kalibata Jakarta
 
H. ADAM MALIK
Jabatan : 
  • Wakil presiden Indonesia yang ketiga.
  • Menteri Indonesia pada beberapa Departemen, antara lain Departemen Luar Negeri dan Departemen Perdagangan.
  • Ketua DPR tahun 1977 – 1978.
  • Menteri Luar Negeri, pada tahun 1971
  • Terpilih sebagai orang Indonesia pertama yang menjadi Ketua Majelis Umum PBB ke-26. Bersama Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN,
  • Pelopor terbentuknya ASEAN tahun 1967.
  • Wakil Perdana Mentrei.
  • Pelopor berdirinya Kantor Berita Antara
Untuk mengenang perjuangan beliau, dibangun sebuah museum di jalan Diponegoro No. 29 Jakarta.

SK pres: 107 / TK / 1998 bertanggal 6 – 11 – 1998
Sumber : http://azwirchan.blogspot.com/2013/10/nama-pahlawan-dari-provinsi-sumatera.html

K.H. Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyah adalah Pahlawan Nasional Asal Yogyakarta

 
Lahir di Yogyakarta,01-08-1868
 Wafat di Yogyakarta,23-02-1923 


Pendiri 
Organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta 18-11-1912, bertepatan 8 Dzulhijah 1339
K.H. Ahmad Dahlan
Nama kecil : Muhammad Darwis

Silsilahnya lengkapnya ialah Muhammad Darwis (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlul’llah (Prapen) bin Maulana ‘Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim. Wajar saja jika pergerakan dakwah Ahmad Dahlan bersikap ideologis dan keras menen.tang kolonialis Belanda di Nusantara.Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991).
Sk Pres: 657 Tahun 1961 tertanggal 27 – 12 – 1961

Brigadir Polisi Anm. Karel Sasuit Tubun, Pahlawan Revolusi Asal Tual - Maluku Tenggara

 

 Brigadir Polisi Anm. Karel Sasuit Tubun
lahir di Tual Maluku Tenggara,
14 Oktober 1928 
meninggal di Jakarta, 
 1 Oktober 1965 
 pada umur 36 tahun)

salah seorang korban Gerakan 30 September pada tahun 1965. Ia adalah pengawal dari J. Leimena.
Di makamkan 
                                                           di TMP Kalibata, Jakarta 
 Hidup : 1928-1965

Lulus anggota POLRI. ditempatkan di Kesatuan Brimob Ambon dengan Pangkat Agen Polisi Kelas Dua atau sekarang Bhayangkara Dua Polisi. memiliki pangkat Agen Polisi Kelas Satu atau sekarang Bhayangkara Satu Polisi di Jakarta. Ketika Bung Karno mengumandangkan Trikora yang isinya menuntut pengembalian Irian Barat kepada Indonesia dari tangan Belanda. Seketika pula dilakukan Operasi Militer, ia pun ikut serta dalam perjuangan itu. Setelah Irian barat berhasil dikembalikan, ia diberi tugas untuk mengawal kediaman Wakil Perdana Menteri, Dr. J. Leimena di Jakarta. Berangsur-angsur pangkatnya naik menjadi Brigadir Polisi.
Pemberian gelar
pangkatnya dinaikkan menjadi Ajun Inspektur Dua Polisi. Namanya juga kini diabadikan menjadi nama sebuah Kapal Perang Republik Indonesia dari fregat kelas Ahmad Yani dengan nama KRI Karel Satsuit Tubun

SK Pres: 114/Koti/1965 bertanggal 5-10-1965