Senin, 19 September 2016

GUGURNYA SANG PAHLAWAN BANGSA "LAKSAMANA YOS SUDARSO" DALAM MEREBUT IRIAN BARAT (PAPUA)

 Gunawan Laruhun : Laut Arafura atau dikenal juga dengan Laut Aru, Maluku, merupakan saksi bisu peristiwa bersejarah penyerangan armada kapal perang Indonesia oleh Belanda. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 15 Januari 1962,
Peristiwa berawal dari penyerangan ketiga Kapal Republik Indonesia (KRI) yakni RI Matjan Tutul (650), RI Matjan Kumbang (653) dan RI Harimau (654) milik Indonesia yang sedang berpatroli di lokasi 04,49° lintang selatan dan 135,02° bujur timur.
Dua hari sebelum pertempuran, pesawat Belanda telah terlihat mengintai pergerakan ketiga KRI. Pada tanggal 15 Januari, tepatnya pukul 17:00 ketiga kapal berangkat ke laut Aru dengan posisi KRI Harimau berada paling depan, disusul oleh KRI Matjan Tutul, dan KRI Matjan Kumbang di paling belakang.
Sekitar pukul 21:00, seketika pesawat Belanda menghampiri dan menjatuhkan suar api. Ternyata, ketiga KRI disambut oleh tiga kapal Belanda yang berukuran lebih besar.
Kemudian kapal Belanda melepaskan tembakan peringatan yang jatuh tepat di samping KRI Harimau. Kolonel Sudomo yang berada di KRI Harimau, memerintahkan untuk melontarkan peluru balasan namun tidak mengenai sasaran.
Melihat hal tersebut, Komodor Yos Sudarso memerintahkan agar ketiga kapal segera kembali. Menerima perintah Komodor Sudarso, ketiga kapal melakukan manuver untuk kembali. Namun Belanda menyangka bahwa manuver tersebut bertujuan untuk menyerang mereka.

Kapal Belanda melepaskan peluru beruntun ke KRI Matjan Tutul. Peluru pertama meleset, namun peluru ke dua tepat mengenai tubuh kapal. Menjelang peluru ke dua mengenai badan kapal, Komodor Yos Sudarso menyerukan pesan "Kobarkan semangat pertempuran!" dan ia pun gugur bersamaan dengan tenggelamnya KRI Matjan Tutul.
Peristiwa tenggelamnya KRI Matjan Tutul menewaskan Komodor Yos Sudarso, Kapten Wiratno (Kapten KRI Matjan Tutul), Kapten Memet Sastrawiriya (Ajudan Komodor Yos Sudarso), dan Kapten Tjiptadi. 21 awak diperkirakan tenggelam, dan 53 lainnya ditahan oleh Belanda.
Kedua kapal lainnya berhasil kembali dengan selamat namun harus membawa berita duka akibat gugurnya banyak pejuang RI di dalam kapal Matjan Tutul.

Pertempuran Laut Aru
adalah suatu pertempuran yang terjadi di Laut Aru, Maluku, pada tanggal 15 Januari 1962 antara Indonesia dan Belanda. Insiden ini terjadi sewaktu dua kapal jenis destroyer, pesawat jenis Neptune dan Frely milik Belanda menyerang RI Matjan Tutul (650), RI Matjan Kumbang (653) dan RI Harimau (654) milik Indonesia yang sedang berpatroli pada posisi 04,49° LS dan 135,02° BT. Komodor Yos Sudarso gugur pada pertempuran ini setelah menyerukan pesan terakhirnya yang terkenal, "Kobarkan semangat pertempuran".
Armada Indonesia di bawah pimpinan Komodor Yos Sudarso, yang saat itu berada di KRI Macan Tutul, berhasil melakukan manuver untuk mengalihkan perhatian musuh sehingga hanya memusatkan penyerangan ke KRI Macan Tutul. KRI Macan Tutul tenggelam beserta awaknya, tapi kedua kapal lainnya berhasil selamat.

Monumen Yos Sudarso

Hari H untuk pelaksanaan operasi penyusupan adalah Senin, 15 Januari 1962. Pada H minus tiga (-3), semua kapal ALRI telah merapat di rendezvous point di sebuah pulau di Kepulauan Aru. Pasukan yang sudah diturunkan dari Hercules AURI juga sudah diangkut kapal dari Letfuan menuju pulau tersebut. Pada hari pertama di titik itu, pesawat-pesawat Belanda sudah datang mengintai. Hal yang sama terjadi pada H -2 dan H -1.
Hari H pukul 17.00 waktu setempat, tiga kapal mulai bergerak. KRI Harimau berada di depan, membawa antara lain Kolonel Sudomo, Kolonel Mursyid, dan Kapten Tondomulyo. Di belakangnya adalah KRI Macan Tutul yang dinaiki Komodor Yos Sudarso. Sedangkan di belakang adalah KRI Macan Kumbang.
Menjelang pukul 21.00, Kolonel Mursyid melihat radar blips pada lintasan depan yang akan dilewati iringan tiga kapal itu. Dua di sebelah kanan dan satu di kiri. Blips tersebut tidak bergerak, menandakan kapal-kapal sedang berhenti. Ketiga KRI kemudian melaju. Tiba-tiba terdengar dengung pesawat mendekat, lalu menjatuhkan flare yang tergantung pada parasut. Keadaan tiba-tiba menjadi terang-benderang, dalam waktu cukup lama. Tiga kapal Belanda yang berukuran lebih besar ternyata sudah menunggu kedatangan ketiga KRI.
Kapal Belanda melepaskan tembakan peringatan yang jatuh di samping KRI Harimau. Kolonel Sudomo memerintahkan untuk balas menembak namun tidak mengenai sasaran. Komodor Yos Sudarso memerintahkan ketiga KRI untuk kembali. Ketiga kapal pun serentak membelok 180o. Naas, KRI Macan Tutul macet dan terus membelok ke kanan. Kapal-kapal Belanda mengira manuver berputar itu untuk menyerang mereka. Sehingga mereka langsung menembaki kapal itu. Tembakan pertama meleset, namun tembakan kedua tepat mengenai KRI Macan Tutul. Menjelang tembakan telak menghantam kapal, Komodor Yos Sudarso meneriakkan perintah, "Kobarkan semangat pertempuran!"
AURI berada dalam kondisi ditekan karena misi yang gagal itu. Orang mengira, kekuatan AURI mampu melayang-layang selamanya di udara dan mengawasi setiap jengkal wilayah RI. Bahkan operasi itu sendiri tidak pernah dibicarakan dengan pimpinan AURI. Namun saat gagal, kesalahan ditimpakan ke pihak AURI. Untuk mengakhiri polemik, KSAU Lasamana Udara Soerjadi Soerjadarma mengundurkan diri pada 19 Januari 1962.

Biografi Komodor Yos Sudarso.
Yosaphat Sudarso, yang dikenal dengan sebutan Yos Sudarso, lahir di Salatiga, Jawa Tengah pada tanggal 24 November 1925. Yos Sudarso lahir dari pasangan Sukarno Darmoprawiro (polisi) dan Mariyam. Yos berperawakan kecil, cerdas, pembawaannya tenang, dan santun. Saat anak-anak, Yos bersekolah di HIS (Hollandsch Inlandsch School), setingkat SD, di Salatiga. Setelah tamat dari HIS pada tahun 1940, orang tuanya menginginkan Yos menjadi guru, tapi ia malah masuk MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Semarang. Baru 5 bulan di situ, Jepang datang. Yos pun kembali ke Salatiga, kemudian masuk SMP Negeri di sana. Dia berhasil menamatkan pendidikan SMP pada tahun 1943. Setelah lulus SMP, Yos masuk ke Sekolah Guru di Muntilan, namun sekolah ini tidak dapat ditamatkannya karena pada masa itu terjadi peralihan pendudukan dari Belanda ke Jepang. Pada zaman pendudukan Jepang, Yos melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Pelayaran di Semarang selama setahun dan mengikuti pendidikan opsir di Goo Osamu Butai. Di sana, Yos termasuk salah satu lulusan terbaik. Oleh karena itu, pada tahun 1944, ia dipekerjakan sebagai mualim di Kapal Goo Osamu Butai.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Yos Sudarso bergabung dengan BKR Laut, yang selanjutnya dinamakan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI). Pada waktu itu, Angkatan Laut belum memiliki armada. Kapal-kapal yang ada sangat sedikit, beberapa di antara yang ada adalah kapal-kapal kayu peninggalan Jepang. Selama di BKR Laut, Yos Sudarso sering ikut dalam operasi-operasi militer untuk memadamkan pemberontakan di daerah. Yos juga turut dalam Operasi Lintas Laut hingga ke Kepulauan Maluku.
Sesudah pengakuan kedaulatan RI, Yos diangkat menjadi komandan kapal, mula-mula di KRI Alu, KRI Gajah Mada, kemudian KRI Rajawali, dan akhirnya KRI Pattimura. Pada tahun 1958, Yos pernah menjabat sebagai hakim pengadilan tentara walau hanya sekitar 4 bulan.
Setahun berikutnya, 1959, terjadilah pergolakan di dalam tubuh Angkatan Laut. Masalahnya, sebagian anggota tidak menyetujui kebijaksanaan yang diambil oleh pimpinan Angkatan Laut. Bersama Letnan Kolonel Ali Sadikin, Yos Sudarso menuntut supaya Kepala Staf Angkatan Laut, Laksama Subiyakto, diganti. Pemerintah pun mempertimbangkan usulan mereka dan mengambil tindakan cepat dengan mengangkat Kolonel R.E. Martadinata menjadi Kepala Staf. Pada tanggal 10 Oktober 1959, Yos Sudarso diangkat menjadi Deputi I/Operasi. Empat hari kemudian, Yos naik pangkat menjadi Letnan Kolonel, dan kurang dari 3 bulan kemudian, Yos menjabat sebagai Kolonel. Genap 16 bulan setelah itu, pangkatnya naik lagi menjadi Komodor (kini Laksamana Pertama). Sebagai rekan sekerja, Yos ditugaskan untuk mendampingi Mayor R.E. Martadinata di Italia dalam mengawasi pembuatan kapal perang yang dipesan pemerintah RI.
Bersamaan dengan meningkatnya jabatan Yos, keadaan wilayah Indonesia, khususnya Irian Jaya semakin terancam oleh keberadaan Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno membentuk Tri Komando Rakyat (TRIKORA) sebagai upaya untuk membebaskan Irian Barat dari Belanda. Pada tanggal 2 Januari 1962, Presiden Soekarno membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang berkedudukan di Makasar. Sebagai Deputi Operasi, Yos Sudarso memikul tugas yang berat. Pada tanggal 15 Januari 1962, ia mengadakan patroli di daerah perbatasan, yakni di Laut Aru dengan membawa 3 kapal jenis MTB, yaitu KRI Macan Tutul, KRI Macan Kumbang, dan KRI Harimau. Rupanya Belanda sudah mencium strategi Yos, mereka lantas mengejar kapal-kapal milik Indonesia dengan menggunakan kapal perusak (destroyer). Yos Sudarso mengeluarkan perintah untuk bertempur, walaupun lawan yang dihadapi lebih kuat. KRI Macan Tutul di bawah pimpinan Yos Sudarso berusaha menarik perhatian agar 2 kapal lainnya menjauh. Namun, karena kekuatan kapal Belanda dan Indonesia tidak imbang, KRI Macan Tutul pun tenggelam, sedangkan 2 kapal lainnya -- KRI Harimau dan KRI Macan Kumbang, berhasil meloloskan diri. Komodor Yos Sudarso bersama seluruh awak kapal yang ditumpanginya gugur sebagai pahlawan bangsa.
Almarhum Yos Sudarso meninggalkan seorang istri, Siti Mustini, dan 5 anak (dua di antaranya sudah meninggal). Saat itu, anak bungsunya baru berusia 1,5 tahun. Sebagai penghargaan atas jasanya, pemerintah menaikkan pangkatnya menjadi Laksamana Muda Anumerta Yosaphat Sudarso dan memberinya gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 088/TK/1973. Bahkan, namanya pun diabadikan menjadi nama armada angkatan Laut Indonesia, nama pulau, dan nama jalan-jalan protokol di kota-kota besar Indonesia.

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Halaman_Utama 
Sumber : http://biokristi.sabda.org/Sri Setyawati
Sumber : http://www.inddit.com/







Di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengumandangkan Komando Pembebasan Irian Barat Tri Komando Rakyat (Trikora). Komando tersebut dicanangkan akibat sikap ngotot Belanda untuk tetap bercokol di Irian Barat. Padahal telah disepakati bahwa Irian Barat akan diserahkan kepada Indonesia setahun pasca pengakuan kedaulatan 1949. Upaya diplomatis yang dilakukan Indonesia sejak tahun 1950 mengalami jalan buntu. Di lain pihak, Belanda malah memperkuat kekuatan militernya di Irian Barat. Tindakan Belanda tersebut dijawab Indonesia dengan memperkuat persenjataan APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) melalui pembelian besar-besaran dari luar negeri, seperti Rusia. Untuk mengintensifkan perlawanan terhadap kekuatan militer Belanda di Irian Barat, APRI kemudian menggelar sejumlah operasi infiltrasi (penugasan kapal perang untuk menyusupkan pasukan ke Irian Barat) dan pengintaian. Salah satu operasi infiltrasi dilaksanakan oleh ALRI dengan mempergunakan empat kapal perang ALRI jenis MTB (Motor Torpedo Boat) tipe Jaguar. Kapal-kapal yang dikerahkan pada Januari 1962 ini bernama RI Macan Tutul, RI Macan Kumbang, RI Harimau dan RI Singa. Suatu ketika keempat MTB gress asal Jerman Barat tersebut bermaksud mendaratkan 21 anggota Peleton Tugas Istimewa (Tugis) TNI AD ke Kaimana. Dalam penugasan itu ikut dari Deputy I (Ops) KSAL Komodor Yosafat Sudarso. Ia ikut di salah satu MTB, yaitu RI Macan Tutul, yang dikomandani oleh Kapten Wiratno. Karena memuat pasukan dan perahu karet untuk pendaratan, maka keempat MTB tersebut terpaksa dilucuti komponen persenjataan andalannya, yaitu Torpedo 21 inci. Dengan demikian kapal-kapal tersebut hanya menyandang meriam anti serangan udara kaliber 40 mm. [1] Misi bertolak dari Tanjung Priok tanggal 9 Januari 1962 dipimpin langsung oleh Direktur Operasi MBAL Kolonel Sudomo yang bermarkas di RI Harimau. Keempat MTB bergerak dalam formasi berbanjar. Untuk menjaga kerahasiaan misi, sehingga dilarang menyinggahi pelabuhan-pelabuhan yang dapat dilewati. Bahan bakar tambahan dan perbekalan akan disuplai di tengah laut. Bahkan agar misi tidak bocor, kesatuan lain di luar misi sengaja tidak dilibatkan dan tidak dikoordinasikan. [2] Dalam perjalanan RI Singa mengalami kerusakan kemudi sehingga hanya tiga kapal yang sanggup melanjutkan misi infiltrasi. Setelah berhari-hari berlayar sampailah ketiga MTB di perairan Arafuru, di mana RI Multatuli telah lego jangkar. Di atas kapal berjenis submarine support ship tersebut, diputuskan pelaksanaan operasi penyusupan dilakukan pada malam hari Senin, 15 Januari 1962. Yang sebelumnya semua kapal ALRI telah merapat di rendezvous point di sebuah pulau Kepulauan Aru. Pasukan yang sudah diturunkan dari Hercules AURI juga sudah diangkut kapal dari Letfuan menuju pulau tersebut. Pada hari pertama di titik itu, pesawat-pesawat Belanda sudah datang mengintai dan hal sama pun dilakukan pesawat-pesawat Belanda pada hari sebelum operasi infiltrasi. Menjelang pukul 17.00 WITA waktu setempat, ketiga MTB mulai bergerak menuju Kaimana dengan kecepatan 20 knot dalam formasi berbanjar. KRI Harimau berada di depan, membawa antara lain kol.Sudomo, kol. Mursyid dan kapten Tondomulyo. Dibelakang adalah KRI Macan Tutul yang dinaiki Komodor Yos Sudarso. Sedangkan di belakang adalah KRI Macan Kumbang. Operasi meluncur dengan menerapkan status radio silent. Komunikasi hanya terbatas pada tiga MTB saja dan dilarang berkomunikasi di luar itu. Menjelang pukul 21.00, Kol. Mursyid melihat radar blips pada lintasan depan yang akan dilewati iringan tiga kapal itu. Dua disebelah kanan dan satu di kiri. Blips tersebut tidak bergerak, menandakan kapal-kapal sedang berhenti. Ketiga kapal KRI kemudian melaju. Namun pada posisi 04,490 LS, 135,020 BT, ketiganya dipergoki oleh dua pesawat intai maritim Belanda jenis Neptune dan Firefly. Tak jauh dari posisi tiga MTB ALRI tersebut, dua fregat Belanda Hr.Ms Evertsen dan Hr.Ms. Kortenaer ternyata sedang berpatroli. Rupanya Belanda sudah mencium strategi operasi ini. Dua fregat tersebut bergerak cepat dari arah posisi depan dan lambung kanan belakang MTB ALRI. Lalu pada posisi 25 mil barat daya dari Vlakte Hoek, dua pihak yang bermusuhan tersebut berpapasan. Kortenaer yang bergerak pertama kali mendekati MTB ALRI. Setelah mencapai jarak tembak, Kortenaer menembakkan peluru suar yang disusul tembakan peluru tajam. Pada saat yang sama, Neptune terang rendah sambil menembakkan peluru suar berparasut dari udara. Seketika keadaan sekitar menjadi terang benderang. Untuk mengusir Neptune Belanda, RI Macan Tutul dan RI Macan Kumbang menembakkan meriam 40 mm. Tembakan balasan Belanda dilontarkan oleh Evertsen, yang diikuti oleh Kortenaer. Guna menghindari tembakan musuh, formasi MTB disusun berbentuk diagonal. Sebelah kiri adalah RI Macan Kumbang, di tengah RI Harimau dan di kanan RI Macan Tutul. Ketika dua pihak yang bertikai telah mencapai jarak 1,5 mil, kedua kapal perang Belanda melepaskan tembakan meriam kaliber 120 mm dengan gencar. Keadaan menjadi sangat kritis, sehingga Komodor Yos Sudarso, yang berada di RI Macan Tutul mengambil alih pimpinan misi. Melalui radio telepon, ia memerintahkan untuk membalas tembakan musuh. Selain itu RI Harimau dan RI Macan Kumbang diperintahkan bermanuver berputar untuk mengecoh Belanda, sementara RI Macan Tutul melaju terus lurus ke arah haluan keluar dari formasi sekaligus menghadang kapal musuh. Melihat manuver tersebut, kedua kapal Belanda segera mengonsentrasikan perhatian dan tembakan ke arah RI Macan Tutul. Reaksi ini diambil Belanda karena MTB merupakan jenis kapal berpeluncur torpedo anti kapal permukaan dan manuver Macan Tutul merupakan gerakan taktis untuk bersiap meluncurkan torpedonya. Belanda tidak mengetahui bahwa ketiga MTB ALRI tidak membawa torpedo. RI Macan Tutul dihujani tembakan berat oleh dua fregat Belanda tersebut. [3] RI Harimau dan RI Macan Kumbang dengan manuver zigzag berhasil meloloskan diri. Di antara dentuman tembakan meriam, Komodor Yos Sudarso masih sempat berkomunikasi lewat radio telepon dan mengumandangkan pesan: "Kobarkan Semangat Pertempuran". Akhirnya tembakan kapal-kapal Belanda mengenai bagian buritan sebelah kiri RI Macan Tutul sehingga menimbulkan bunga api besar yang menerangi malam di laut Aru. Tembakan tersebut ternyata mengenai kamar penyimpanan mesiu. Tak lama kemudian, secara perlahan RI Macan Tutul tenggelam. Sebenarnya kekuatan kapal Belanda dan Indonesia tidak seimbang. Komodor Yos Sudarso, ajudannya Kapten Memet, Komanda Kapal Kapten Wiratno serta 25 penumpang lainnya pun gugur. Sebagian ABK RI Macan Tutul yang selamat, berhasil ditawan oleh Belanda. Menurut kesaksian Soekirman, juru mudi RI Macan Tutul yang selamat dan ditawan Belanda, selama diinterogasi ia diperlihatkan foto-foto keberadaan MTB di perairan Arafuru. Soekirman juga memberikan kesaksian bahwa pesawat intai Belanda juga sudah mengendus rencana penyerangan ini, dengan seringnya memantau pergerakan MTB dari udara. Kejadian ini kemudian dikritik oleh mentri Djuanda serta menuduh AURI tidak mendukung jalannya operasi ini. Sehingga pesawat intai Belanda secara bebas berhasil mengintai dan mengendus keberadaan MTB ALRI. AURI berada dalam kondisi yang tertekan karena misi yang gagal itu. Orang mengira, kekuatan AURI mampu melayang-layang selamanya di udara dan mengawasi setiap jengkal wilayah Republik Indonesia. Menurut Oemar Dhani, AURI tidak dapat memberikan bantuan karena pesawat tempur yang diharapkan mendukung operasi ini ternyata baru tiba di Jakarta dari Uni Soviet dan belum di-assembling. Untuk mengakhiri polemik fersebut KSAU Soerjadi Soerjadarma mengundurkan diri pada 19 Januari 1962. [4] Dengan terjadinya pertempuran laut aru ini telah mampu memicu semangat tempur bangsa Indonesia. Simpati dunia internasional terhadap Belanda semakin menipis, karena semakin banyaknya bukti-bukti melemahkan posisi Belanda. Sementara itu dalam kalangan pimpinan serta rakyat kerajaan Belanda terjadi benturan-benturan internal mengenai pilihan langkah politik berikut penerapan kebijakan terhadap Indonesia pada umunya dan pada Irian Barat pada khususnya. Almarhum Yos Sudarso yang wafat dalam peristiwa laut Aru itu meninggalkan seorang istri, Siti Mustini dan 5 anak (dua diantaranya sudah meninggal). Saat itu, anak bungsunya baru berusia 1,5 tahun. Sebagai penghargaan atas jasanya, pemerintah menaikkan pangkatnya menjadi Laksamana Muda Anumerta Yosaphat Sudarso dan memberinya gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 088/TK/1973. Bahkan namanya pun diabadikan menjadi nama armada angkatan laut indonesia, nama pulau, dan nama jalan-jalan protokol di kota-kota besar Indonesia. [5] Note : [1] https://belogngeblog.wordpress.com/2012/08/17/pertempuran-laut-aru-masa-pembebasan-irian-barat/ [2] Anwar,rosihan. 2006. Soekarano, Tentara, Pki : Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik, 1961-1965. Yayasan obor Indonesia [3] Sudirman, Adi. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia. Diva Press [4] http://www.pemudamaritim.com/2014/11/laksamana-muda-yos-sudarso-dan.html [5] Pour, Julius. Konspirasi Dibalik Tenggelamya Matjan Tutul. Jakarta : penerbit Kompas

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef

Di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengumandangkan Komando Pembebasan Irian Barat Tri Komando Rakyat (Trikora). Komando tersebut dicanangkan akibat sikap ngotot Belanda untuk tetap bercokol di Irian Barat. Padahal telah disepakati bahwa Irian Barat akan diserahkan kepada Indonesia setahun pasca pengakuan kedaulatan 1949. Upaya diplomatis yang dilakukan Indonesia sejak tahun 1950 mengalami jalan buntu. Di lain pihak, Belanda malah memperkuat kekuatan militernya di Irian Barat. Tindakan Belanda tersebut dijawab Indonesia dengan memperkuat persenjataan APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) melalui pembelian besar-besaran dari luar negeri, seperti Rusia. Untuk mengintensifkan perlawanan terhadap kekuatan militer Belanda di Irian Barat, APRI kemudian menggelar sejumlah operasi infiltrasi (penugasan kapal perang untuk menyusupkan pasukan ke Irian Barat) dan pengintaian. Salah satu operasi infiltrasi dilaksanakan oleh ALRI dengan mempergunakan empat kapal perang ALRI jenis MTB (Motor Torpedo Boat) tipe Jaguar. Kapal-kapal yang dikerahkan pada Januari 1962 ini bernama RI Macan Tutul, RI Macan Kumbang, RI Harimau dan RI Singa. Suatu ketika keempat MTB gress asal Jerman Barat tersebut bermaksud mendaratkan 21 anggota Peleton Tugas Istimewa (Tugis) TNI AD ke Kaimana. Dalam penugasan itu ikut dari Deputy I (Ops) KSAL Komodor Yosafat Sudarso. Ia ikut di salah satu MTB, yaitu RI Macan Tutul, yang dikomandani oleh Kapten Wiratno. Karena memuat pasukan dan perahu karet untuk pendaratan, maka keempat MTB tersebut terpaksa dilucuti komponen persenjataan andalannya, yaitu Torpedo 21 inci. Dengan demikian kapal-kapal tersebut hanya menyandang meriam anti serangan udara kaliber 40 mm. [1] Misi bertolak dari Tanjung Priok tanggal 9 Januari 1962 dipimpin langsung oleh Direktur Operasi MBAL Kolonel Sudomo yang bermarkas di RI Harimau. Keempat MTB bergerak dalam formasi berbanjar. Untuk menjaga kerahasiaan misi, sehingga dilarang menyinggahi pelabuhan-pelabuhan yang dapat dilewati. Bahan bakar tambahan dan perbekalan akan disuplai di tengah laut. Bahkan agar misi tidak bocor, kesatuan lain di luar misi sengaja tidak dilibatkan dan tidak dikoordinasikan. [2] Dalam perjalanan RI Singa mengalami kerusakan kemudi sehingga hanya tiga kapal yang sanggup melanjutkan misi infiltrasi. Setelah berhari-hari berlayar sampailah ketiga MTB di perairan Arafuru, di mana RI Multatuli telah lego jangkar. Di atas kapal berjenis submarine support ship tersebut, diputuskan pelaksanaan operasi penyusupan dilakukan pada malam hari Senin, 15 Januari 1962. Yang sebelumnya semua kapal ALRI telah merapat di rendezvous point di sebuah pulau Kepulauan Aru. Pasukan yang sudah diturunkan dari Hercules AURI juga sudah diangkut kapal dari Letfuan menuju pulau tersebut. Pada hari pertama di titik itu, pesawat-pesawat Belanda sudah datang mengintai dan hal sama pun dilakukan pesawat-pesawat Belanda pada hari sebelum operasi infiltrasi. Menjelang pukul 17.00 WITA waktu setempat, ketiga MTB mulai bergerak menuju Kaimana dengan kecepatan 20 knot dalam formasi berbanjar. KRI Harimau berada di depan, membawa antara lain kol.Sudomo, kol. Mursyid dan kapten Tondomulyo. Dibelakang adalah KRI Macan Tutul yang dinaiki Komodor Yos Sudarso. Sedangkan di belakang adalah KRI Macan Kumbang. Operasi meluncur dengan menerapkan status radio silent. Komunikasi hanya terbatas pada tiga MTB saja dan dilarang berkomunikasi di luar itu. Menjelang pukul 21.00, Kol. Mursyid melihat radar blips pada lintasan depan yang akan dilewati iringan tiga kapal itu. Dua disebelah kanan dan satu di kiri. Blips tersebut tidak bergerak, menandakan kapal-kapal sedang berhenti. Ketiga kapal KRI kemudian melaju. Namun pada posisi 04,490 LS, 135,020 BT, ketiganya dipergoki oleh dua pesawat intai maritim Belanda jenis Neptune dan Firefly. Tak jauh dari posisi tiga MTB ALRI tersebut, dua fregat Belanda Hr.Ms Evertsen dan Hr.Ms. Kortenaer ternyata sedang berpatroli. Rupanya Belanda sudah mencium strategi operasi ini. Dua fregat tersebut bergerak cepat dari arah posisi depan dan lambung kanan belakang MTB ALRI. Lalu pada posisi 25 mil barat daya dari Vlakte Hoek, dua pihak yang bermusuhan tersebut berpapasan. Kortenaer yang bergerak pertama kali mendekati MTB ALRI. Setelah mencapai jarak tembak, Kortenaer menembakkan peluru suar yang disusul tembakan peluru tajam. Pada saat yang sama, Neptune terang rendah sambil menembakkan peluru suar berparasut dari udara. Seketika keadaan sekitar menjadi terang benderang. Untuk mengusir Neptune Belanda, RI Macan Tutul dan RI Macan Kumbang menembakkan meriam 40 mm. Tembakan balasan Belanda dilontarkan oleh Evertsen, yang diikuti oleh Kortenaer. Guna menghindari tembakan musuh, formasi MTB disusun berbentuk diagonal. Sebelah kiri adalah RI Macan Kumbang, di tengah RI Harimau dan di kanan RI Macan Tutul. Ketika dua pihak yang bertikai telah mencapai jarak 1,5 mil, kedua kapal perang Belanda melepaskan tembakan meriam kaliber 120 mm dengan gencar. Keadaan menjadi sangat kritis, sehingga Komodor Yos Sudarso, yang berada di RI Macan Tutul mengambil alih pimpinan misi. Melalui radio telepon, ia memerintahkan untuk membalas tembakan musuh. Selain itu RI Harimau dan RI Macan Kumbang diperintahkan bermanuver berputar untuk mengecoh Belanda, sementara RI Macan Tutul melaju terus lurus ke arah haluan keluar dari formasi sekaligus menghadang kapal musuh. Melihat manuver tersebut, kedua kapal Belanda segera mengonsentrasikan perhatian dan tembakan ke arah RI Macan Tutul. Reaksi ini diambil Belanda karena MTB merupakan jenis kapal berpeluncur torpedo anti kapal permukaan dan manuver Macan Tutul merupakan gerakan taktis untuk bersiap meluncurkan torpedonya. Belanda tidak mengetahui bahwa ketiga MTB ALRI tidak membawa torpedo. RI Macan Tutul dihujani tembakan berat oleh dua fregat Belanda tersebut. [3] RI Harimau dan RI Macan Kumbang dengan manuver zigzag berhasil meloloskan diri. Di antara dentuman tembakan meriam, Komodor Yos Sudarso masih sempat berkomunikasi lewat radio telepon dan mengumandangkan pesan: "Kobarkan Semangat Pertempuran". Akhirnya tembakan kapal-kapal Belanda mengenai bagian buritan sebelah kiri RI Macan Tutul sehingga menimbulkan bunga api besar yang menerangi malam di laut Aru. Tembakan tersebut ternyata mengenai kamar penyimpanan mesiu. Tak lama kemudian, secara perlahan RI Macan Tutul tenggelam. Sebenarnya kekuatan kapal Belanda dan Indonesia tidak seimbang. Komodor Yos Sudarso, ajudannya Kapten Memet, Komanda Kapal Kapten Wiratno serta 25 penumpang lainnya pun gugur. Sebagian ABK RI Macan Tutul yang selamat, berhasil ditawan oleh Belanda. Menurut kesaksian Soekirman, juru mudi RI Macan Tutul yang selamat dan ditawan Belanda, selama diinterogasi ia diperlihatkan foto-foto keberadaan MTB di perairan Arafuru. Soekirman juga memberikan kesaksian bahwa pesawat intai Belanda juga sudah mengendus rencana penyerangan ini, dengan seringnya memantau pergerakan MTB dari udara. Kejadian ini kemudian dikritik oleh mentri Djuanda serta menuduh AURI tidak mendukung jalannya operasi ini. Sehingga pesawat intai Belanda secara bebas berhasil mengintai dan mengendus keberadaan MTB ALRI. AURI berada dalam kondisi yang tertekan karena misi yang gagal itu. Orang mengira, kekuatan AURI mampu melayang-layang selamanya di udara dan mengawasi setiap jengkal wilayah Republik Indonesia. Menurut Oemar Dhani, AURI tidak dapat memberikan bantuan karena pesawat tempur yang diharapkan mendukung operasi ini ternyata baru tiba di Jakarta dari Uni Soviet dan belum di-assembling. Untuk mengakhiri polemik fersebut KSAU Soerjadi Soerjadarma mengundurkan diri pada 19 Januari 1962. [4] Dengan terjadinya pertempuran laut aru ini telah mampu memicu semangat tempur bangsa Indonesia. Simpati dunia internasional terhadap Belanda semakin menipis, karena semakin banyaknya bukti-bukti melemahkan posisi Belanda. Sementara itu dalam kalangan pimpinan serta rakyat kerajaan Belanda terjadi benturan-benturan internal mengenai pilihan langkah politik berikut penerapan kebijakan terhadap Indonesia pada umunya dan pada Irian Barat pada khususnya. Almarhum Yos Sudarso yang wafat dalam peristiwa laut Aru itu meninggalkan seorang istri, Siti Mustini dan 5 anak (dua diantaranya sudah meninggal). Saat itu, anak bungsunya baru berusia 1,5 tahun. Sebagai penghargaan atas jasanya, pemerintah menaikkan pangkatnya menjadi Laksamana Muda Anumerta Yosaphat Sudarso dan memberinya gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 088/TK/1973. Bahkan namanya pun diabadikan menjadi nama armada angkatan laut indonesia, nama pulau, dan nama jalan-jalan protokol di kota-kota besar Indonesia. [5] Note : [1] https://belogngeblog.wordpress.com/2012/08/17/pertempuran-laut-aru-masa-pembebasan-irian-barat/ [2] Anwar,rosihan. 2006. Soekarano, Tentara, Pki : Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik, 1961-1965. Yayasan obor Indonesia [3] Sudirman, Adi. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia. Diva Press [4] http://www.pemudamaritim.com/2014/11/laksamana-muda-yos-sudarso-dan.html [5] Pour, Julius. Konspirasi Dibalik Tenggelamya Matjan Tutul. Jakarta : penerbit Kompas

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef
Di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengumandangkan Komando Pembebasan Irian Barat Tri Komando Rakyat (Trikora). Komando tersebut dicanangkan akibat sikap ngotot Belanda untuk tetap bercokol di Irian Barat. Padahal telah disepakati bahwa Irian Barat akan diserahkan kepada Indonesia setahun pasca pengakuan kedaulatan 1949. Upaya diplomatis yang dilakukan Indonesia sejak tahun 1950 mengalami jalan buntu. Di lain pihak, Belanda malah memperkuat kekuatan militernya di Irian Barat. Tindakan Belanda tersebut dijawab Indonesia dengan memperkuat persenjataan APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) melalui pembelian besar-besaran dari luar negeri, seperti Rusia. Untuk mengintensifkan perlawanan terhadap kekuatan militer Belanda di Irian Barat, APRI kemudian menggelar sejumlah operasi infiltrasi (penugasan kapal perang untuk menyusupkan pasukan ke Irian Barat) dan pengintaian. Salah satu operasi infiltrasi dilaksanakan oleh ALRI dengan mempergunakan empat kapal perang ALRI jenis MTB (Motor Torpedo Boat) tipe Jaguar. Kapal-kapal yang dikerahkan pada Januari 1962 ini bernama RI Macan Tutul, RI Macan Kumbang, RI Harimau dan RI Singa. Suatu ketika keempat MTB gress asal Jerman Barat tersebut bermaksud mendaratkan 21 anggota Peleton Tugas Istimewa (Tugis) TNI AD ke Kaimana. Dalam penugasan itu ikut dari Deputy I (Ops) KSAL Komodor Yosafat Sudarso. Ia ikut di salah satu MTB, yaitu RI Macan Tutul, yang dikomandani oleh Kapten Wiratno. Karena memuat pasukan dan perahu karet untuk pendaratan, maka keempat MTB tersebut terpaksa dilucuti komponen persenjataan andalannya, yaitu Torpedo 21 inci. Dengan demikian kapal-kapal tersebut hanya menyandang meriam anti serangan udara kaliber 40 mm. [1] Misi bertolak dari Tanjung Priok tanggal 9 Januari 1962 dipimpin langsung oleh Direktur Operasi MBAL Kolonel Sudomo yang bermarkas di RI Harimau. Keempat MTB bergerak dalam formasi berbanjar. Untuk menjaga kerahasiaan misi, sehingga dilarang menyinggahi pelabuhan-pelabuhan yang dapat dilewati. Bahan bakar tambahan dan perbekalan akan disuplai di tengah laut. Bahkan agar misi tidak bocor, kesatuan lain di luar misi sengaja tidak dilibatkan dan tidak dikoordinasikan. [2] Dalam perjalanan RI Singa mengalami kerusakan kemudi sehingga hanya tiga kapal yang sanggup melanjutkan misi infiltrasi. Setelah berhari-hari berlayar sampailah ketiga MTB di perairan Arafuru, di mana RI Multatuli telah lego jangkar. Di atas kapal berjenis submarine support ship tersebut, diputuskan pelaksanaan operasi penyusupan dilakukan pada malam hari Senin, 15 Januari 1962. Yang sebelumnya semua kapal ALRI telah merapat di rendezvous point di sebuah pulau Kepulauan Aru. Pasukan yang sudah diturunkan dari Hercules AURI juga sudah diangkut kapal dari Letfuan menuju pulau tersebut. Pada hari pertama di titik itu, pesawat-pesawat Belanda sudah datang mengintai dan hal sama pun dilakukan pesawat-pesawat Belanda pada hari sebelum operasi infiltrasi. Menjelang pukul 17.00 WITA waktu setempat, ketiga MTB mulai bergerak menuju Kaimana dengan kecepatan 20 knot dalam formasi berbanjar. KRI Harimau berada di depan, membawa antara lain kol.Sudomo, kol. Mursyid dan kapten Tondomulyo. Dibelakang adalah KRI Macan Tutul yang dinaiki Komodor Yos Sudarso. Sedangkan di belakang adalah KRI Macan Kumbang. Operasi meluncur dengan menerapkan status radio silent. Komunikasi hanya terbatas pada tiga MTB saja dan dilarang berkomunikasi di luar itu. Menjelang pukul 21.00, Kol. Mursyid melihat radar blips pada lintasan depan yang akan dilewati iringan tiga kapal itu. Dua disebelah kanan dan satu di kiri. Blips tersebut tidak bergerak, menandakan kapal-kapal sedang berhenti. Ketiga kapal KRI kemudian melaju. Namun pada posisi 04,490 LS, 135,020 BT, ketiganya dipergoki oleh dua pesawat intai maritim Belanda jenis Neptune dan Firefly. Tak jauh dari posisi tiga MTB ALRI tersebut, dua fregat Belanda Hr.Ms Evertsen dan Hr.Ms. Kortenaer ternyata sedang berpatroli. Rupanya Belanda sudah mencium strategi operasi ini. Dua fregat tersebut bergerak cepat dari arah posisi depan dan lambung kanan belakang MTB ALRI. Lalu pada posisi 25 mil barat daya dari Vlakte Hoek, dua pihak yang bermusuhan tersebut berpapasan. Kortenaer yang bergerak pertama kali mendekati MTB ALRI. Setelah mencapai jarak tembak, Kortenaer menembakkan peluru suar yang disusul tembakan peluru tajam. Pada saat yang sama, Neptune terang rendah sambil menembakkan peluru suar berparasut dari udara. Seketika keadaan sekitar menjadi terang benderang. Untuk mengusir Neptune Belanda, RI Macan Tutul dan RI Macan Kumbang menembakkan meriam 40 mm. Tembakan balasan Belanda dilontarkan oleh Evertsen, yang diikuti oleh Kortenaer. Guna menghindari tembakan musuh, formasi MTB disusun berbentuk diagonal. Sebelah kiri adalah RI Macan Kumbang, di tengah RI Harimau dan di kanan RI Macan Tutul. Ketika dua pihak yang bertikai telah mencapai jarak 1,5 mil, kedua kapal perang Belanda melepaskan tembakan meriam kaliber 120 mm dengan gencar. Keadaan menjadi sangat kritis, sehingga Komodor Yos Sudarso, yang berada di RI Macan Tutul mengambil alih pimpinan misi. Melalui radio telepon, ia memerintahkan untuk membalas tembakan musuh. Selain itu RI Harimau dan RI Macan Kumbang diperintahkan bermanuver berputar untuk mengecoh Belanda, sementara RI Macan Tutul melaju terus lurus ke arah haluan keluar dari formasi sekaligus menghadang kapal musuh. Melihat manuver tersebut, kedua kapal Belanda segera mengonsentrasikan perhatian dan tembakan ke arah RI Macan Tutul. Reaksi ini diambil Belanda karena MTB merupakan jenis kapal berpeluncur torpedo anti kapal permukaan dan manuver Macan Tutul merupakan gerakan taktis untuk bersiap meluncurkan torpedonya. Belanda tidak mengetahui bahwa ketiga MTB ALRI tidak membawa torpedo. RI Macan Tutul dihujani tembakan berat oleh dua fregat Belanda tersebut. [3] RI Harimau dan RI Macan Kumbang dengan manuver zigzag berhasil meloloskan diri. Di antara dentuman tembakan meriam, Komodor Yos Sudarso masih sempat berkomunikasi lewat radio telepon dan mengumandangkan pesan: "Kobarkan Semangat Pertempuran". Akhirnya tembakan kapal-kapal Belanda mengenai bagian buritan sebelah kiri RI Macan Tutul sehingga menimbulkan bunga api besar yang menerangi malam di laut Aru. Tembakan tersebut ternyata mengenai kamar penyimpanan mesiu. Tak lama kemudian, secara perlahan RI Macan Tutul tenggelam. Sebenarnya kekuatan kapal Belanda dan Indonesia tidak seimbang. Komodor Yos Sudarso, ajudannya Kapten Memet, Komanda Kapal Kapten Wiratno serta 25 penumpang lainnya pun gugur. Sebagian ABK RI Macan Tutul yang selamat, berhasil ditawan oleh Belanda. Menurut kesaksian Soekirman, juru mudi RI Macan Tutul yang selamat dan ditawan Belanda, selama diinterogasi ia diperlihatkan foto-foto keberadaan MTB di perairan Arafuru. Soekirman juga memberikan kesaksian bahwa pesawat intai Belanda juga sudah mengendus rencana penyerangan ini, dengan seringnya memantau pergerakan MTB dari udara. Kejadian ini kemudian dikritik oleh mentri Djuanda serta menuduh AURI tidak mendukung jalannya operasi ini. Sehingga pesawat intai Belanda secara bebas berhasil mengintai dan mengendus keberadaan MTB ALRI. AURI berada dalam kondisi yang tertekan karena misi yang gagal itu. Orang mengira, kekuatan AURI mampu melayang-layang selamanya di udara dan mengawasi setiap jengkal wilayah Republik Indonesia. Menurut Oemar Dhani, AURI tidak dapat memberikan bantuan karena pesawat tempur yang diharapkan mendukung operasi ini ternyata baru tiba di Jakarta dari Uni Soviet dan belum di-assembling. Untuk mengakhiri polemik fersebut KSAU Soerjadi Soerjadarma mengundurkan diri pada 19 Januari 1962. [4] Dengan terjadinya pertempuran laut aru ini telah mampu memicu semangat tempur bangsa Indonesia. Simpati dunia internasional terhadap Belanda semakin menipis, karena semakin banyaknya bukti-bukti melemahkan posisi Belanda. Sementara itu dalam kalangan pimpinan serta rakyat kerajaan Belanda terjadi benturan-benturan internal mengenai pilihan langkah politik berikut penerapan kebijakan terhadap Indonesia pada umunya dan pada Irian Barat pada khususnya. Almarhum Yos Sudarso yang wafat dalam peristiwa laut Aru itu meninggalkan seorang istri, Siti Mustini dan 5 anak (dua diantaranya sudah meninggal). Saat itu, anak bungsunya baru berusia 1,5 tahun. Sebagai penghargaan atas jasanya, pemerintah menaikkan pangkatnya menjadi Laksamana Muda Anumerta Yosaphat Sudarso dan memberinya gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 088/TK/1973. Bahkan namanya pun diabadikan menjadi nama armada angkatan laut indonesia, nama pulau, dan nama jalan-jalan protokol di kota-kota besar Indonesia. [5] Note : [1] https://belogngeblog.wordpress.com/2012/08/17/pertempuran-laut-aru-masa-pembebasan-irian-barat/ [2] Anwar,rosihan. 2006. Soekarano, Tentara, Pki : Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik, 1961-1965. Yayasan obor Indonesia [3] Sudirman, Adi. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia. Diva Press [4] http://www.pemudamaritim.com/2014/11/laksamana-muda-yos-sudarso-dan.html [5] Pour, Julius. Konspirasi Dibalik Tenggelamya Matjan Tutul. Jakarta : penerbit Kompas

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef

1 komentar:

  1. kami, disini mencoba datang dan menawarkan sedikit bantuan kecil kepada anda sekalian, kami tidak pernah menyarankan anda untuk berhutang atau berbisnis pada makhluk gaib, semua adalah terserah anda dan keputusan ada di tangan anda, manis-pahitnya hidup adalah cerita dunia yang bersifat temporer, namun adakalanya anda dalam situasi yang sangat terdesak sehingga membuat anda menjadi gelap mata untuk kesana-kemari mencari pinjaman dana demi melunasi hutang anda atau hal lain. sekali lagi, dalam hal ini, kami hanya menawarkan sebuah solusi, tidak memaksa, mengajak ataupun menyuruh anda. karena kami sangat terimakasih kepada ky witjaksono yang telah menolong saya dalam kesulitan,ini tidak pernah terfikirkan dari benak saya kalau nomor yang mbah berikan bisa tembus dan alhamdulillah kami juga bisa di bantu melalui uang gaib bagi anda yang ingin di bantu hubungi ky witjaksono di 0852_2223_1459. ingat kesempat tidak akan datang untuk yang kedua kalinga
    klik=>>> BUTUH UANG GAIB

    BalasHapus