Gunawan Laruhun : Laut Arafura atau dikenal juga dengan Laut Aru, Maluku, merupakan
saksi bisu peristiwa bersejarah penyerangan armada kapal perang
Indonesia oleh Belanda. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 15
Januari 1962,
Peristiwa berawal dari penyerangan ketiga Kapal Republik Indonesia
(KRI) yakni RI Matjan Tutul (650), RI Matjan Kumbang (653) dan RI
Harimau (654) milik Indonesia yang sedang berpatroli di lokasi 04,49°
lintang selatan dan 135,02° bujur timur.
Dua hari sebelum pertempuran, pesawat Belanda telah terlihat
mengintai pergerakan ketiga KRI. Pada tanggal 15 Januari, tepatnya pukul
17:00 ketiga kapal berangkat ke laut Aru dengan posisi KRI Harimau
berada paling depan, disusul oleh KRI Matjan Tutul, dan KRI Matjan
Kumbang di paling belakang.
Sekitar pukul 21:00, seketika pesawat Belanda menghampiri dan
menjatuhkan suar api. Ternyata, ketiga KRI disambut oleh tiga kapal
Belanda yang berukuran lebih besar.
Kemudian kapal Belanda melepaskan tembakan peringatan yang jatuh
tepat di samping KRI Harimau. Kolonel Sudomo yang berada di KRI Harimau,
memerintahkan untuk melontarkan peluru balasan namun tidak mengenai
sasaran.
Melihat hal tersebut, Komodor Yos Sudarso memerintahkan agar ketiga
kapal segera kembali. Menerima perintah Komodor Sudarso, ketiga kapal
melakukan manuver untuk kembali. Namun Belanda menyangka bahwa manuver
tersebut bertujuan untuk menyerang mereka.
Kapal Belanda melepaskan peluru beruntun ke KRI Matjan Tutul. Peluru
pertama meleset, namun peluru ke dua tepat mengenai tubuh kapal.
Menjelang peluru ke dua mengenai badan kapal, Komodor Yos Sudarso
menyerukan pesan "
Kobarkan semangat pertempuran!" dan ia pun gugur bersamaan dengan tenggelamnya KRI Matjan Tutul.
Peristiwa tenggelamnya KRI Matjan Tutul menewaskan Komodor Yos
Sudarso, Kapten Wiratno (Kapten KRI Matjan Tutul), Kapten Memet
Sastrawiriya (Ajudan Komodor Yos Sudarso), dan Kapten Tjiptadi. 21 awak
diperkirakan tenggelam, dan 53 lainnya ditahan oleh Belanda.
Kedua kapal lainnya berhasil kembali dengan selamat namun harus
membawa berita duka akibat gugurnya banyak pejuang RI di dalam kapal
Matjan Tutul.
Pertempuran Laut Aru
adalah suatu pertempuran yang terjadi di
Laut Aru,
Maluku, pada tanggal
15 Januari 1962 antara
Indonesia dan
Belanda. Insiden ini terjadi sewaktu dua kapal jenis
destroyer, pesawat jenis
Neptune dan
Frely milik Belanda menyerang
RI Matjan Tutul (650),
RI Matjan Kumbang (653) dan
RI Harimau (654) milik Indonesia yang sedang berpatroli pada posisi 04,49° LS dan 135,02° BT.
Komodor Yos Sudarso gugur pada pertempuran ini setelah menyerukan pesan terakhirnya yang terkenal, "Kobarkan semangat pertempuran".
Armada Indonesia di bawah pimpinan
Komodor Yos Sudarso,
yang saat itu berada di KRI Macan Tutul, berhasil melakukan manuver
untuk mengalihkan perhatian musuh sehingga hanya memusatkan penyerangan
ke KRI Macan Tutul. KRI Macan Tutul tenggelam beserta awaknya, tapi
kedua kapal lainnya berhasil selamat.
Monumen Yos Sudarso
Hari H untuk pelaksanaan operasi penyusupan adalah Senin,
15 Januari 1962. Pada H minus tiga (-3), semua kapal
ALRI telah merapat di
rendezvous point di sebuah pulau di Kepulauan Aru. Pasukan yang sudah diturunkan dari Hercules
AURI
juga sudah diangkut kapal dari Letfuan menuju pulau tersebut. Pada hari
pertama di titik itu, pesawat-pesawat Belanda sudah datang mengintai.
Hal yang sama terjadi pada H -2 dan H -1.
Hari H pukul 17.00 waktu setempat, tiga kapal mulai bergerak.
KRI Harimau berada di depan, membawa antara lain
Kolonel Sudomo, Kolonel Mursyid, dan Kapten Tondomulyo. Di belakangnya adalah
KRI Macan Tutul yang dinaiki Komodor Yos Sudarso. Sedangkan di belakang adalah
KRI Macan Kumbang.
Menjelang pukul 21.00, Kolonel Mursyid melihat radar blips pada
lintasan depan yang akan dilewati iringan tiga kapal itu. Dua di sebelah
kanan dan satu di kiri. Blips tersebut tidak bergerak, menandakan
kapal-kapal sedang berhenti. Ketiga KRI kemudian melaju. Tiba-tiba
terdengar dengung pesawat mendekat, lalu menjatuhkan flare yang
tergantung pada parasut. Keadaan tiba-tiba menjadi terang-benderang,
dalam waktu cukup lama. Tiga kapal Belanda yang berukuran lebih besar
ternyata sudah menunggu kedatangan ketiga KRI.
Kapal Belanda melepaskan tembakan peringatan yang jatuh di samping KRI Harimau.
Kolonel Sudomo
memerintahkan untuk balas menembak namun tidak mengenai sasaran.
Komodor Yos Sudarso memerintahkan ketiga KRI untuk kembali. Ketiga kapal
pun serentak membelok 180o. Naas, KRI Macan Tutul macet dan terus
membelok ke kanan. Kapal-kapal Belanda mengira manuver berputar itu
untuk menyerang mereka. Sehingga mereka langsung menembaki kapal itu.
Tembakan pertama meleset, namun tembakan kedua tepat mengenai KRI Macan
Tutul. Menjelang tembakan telak menghantam kapal, Komodor Yos Sudarso
meneriakkan perintah, "Kobarkan semangat pertempuran!"
AURI berada dalam kondisi ditekan karena misi yang gagal itu. Orang
mengira, kekuatan AURI mampu melayang-layang selamanya di udara dan
mengawasi setiap jengkal wilayah RI. Bahkan operasi itu sendiri tidak
pernah dibicarakan dengan pimpinan AURI. Namun saat gagal, kesalahan
ditimpakan ke pihak AURI. Untuk mengakhiri polemik,
KSAU Lasamana Udara Soerjadi Soerjadarma mengundurkan diri pada
19 Januari 1962.
Biografi Komodor Yos Sudarso.
Yosaphat Sudarso, yang dikenal
dengan sebutan Yos Sudarso, lahir di Salatiga, Jawa Tengah pada tanggal
24 November 1925. Yos Sudarso lahir dari pasangan Sukarno Darmoprawiro
(polisi) dan Mariyam. Yos berperawakan kecil, cerdas, pembawaannya
tenang, dan santun. Saat anak-anak, Yos bersekolah di HIS (Hollandsch
Inlandsch School), setingkat SD, di Salatiga. Setelah tamat dari HIS
pada tahun 1940, orang tuanya menginginkan Yos menjadi guru, tapi ia
malah masuk MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Semarang. Baru 5
bulan di situ, Jepang datang. Yos pun kembali ke Salatiga, kemudian
masuk SMP Negeri di sana. Dia berhasil menamatkan pendidikan SMP pada
tahun 1943. Setelah lulus SMP, Yos masuk ke Sekolah Guru di Muntilan,
namun sekolah ini tidak dapat ditamatkannya karena pada masa itu terjadi
peralihan pendudukan dari Belanda ke Jepang. Pada zaman pendudukan
Jepang, Yos melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Pelayaran di
Semarang selama setahun dan mengikuti pendidikan opsir di Goo Osamu
Butai. Di sana, Yos termasuk salah satu lulusan terbaik. Oleh karena
itu, pada tahun 1944, ia dipekerjakan sebagai mualim di Kapal Goo Osamu
Butai.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Yos Sudarso bergabung dengan BKR
Laut, yang selanjutnya dinamakan Angkatan Laut Republik Indonesia
(ALRI). Pada waktu itu, Angkatan Laut belum memiliki armada. Kapal-kapal
yang ada sangat sedikit, beberapa di antara yang ada adalah kapal-kapal
kayu peninggalan Jepang. Selama di BKR Laut, Yos Sudarso sering ikut
dalam operasi-operasi militer untuk memadamkan pemberontakan di daerah.
Yos juga turut dalam Operasi Lintas Laut hingga ke Kepulauan Maluku.
Sesudah pengakuan kedaulatan RI, Yos diangkat menjadi komandan kapal,
mula-mula di KRI Alu, KRI Gajah Mada, kemudian KRI Rajawali, dan
akhirnya KRI Pattimura. Pada tahun 1958, Yos pernah menjabat sebagai
hakim pengadilan tentara walau hanya sekitar 4 bulan.
Setahun berikutnya, 1959, terjadilah pergolakan di dalam tubuh
Angkatan Laut. Masalahnya, sebagian anggota tidak menyetujui
kebijaksanaan yang diambil oleh pimpinan Angkatan Laut. Bersama Letnan
Kolonel Ali Sadikin, Yos Sudarso menuntut supaya Kepala Staf Angkatan
Laut, Laksama Subiyakto, diganti. Pemerintah pun mempertimbangkan usulan
mereka dan mengambil tindakan cepat dengan mengangkat Kolonel R.E.
Martadinata menjadi Kepala Staf. Pada tanggal 10 Oktober 1959, Yos
Sudarso diangkat menjadi Deputi I/Operasi. Empat hari kemudian, Yos naik
pangkat menjadi Letnan Kolonel, dan kurang dari 3 bulan kemudian, Yos
menjabat sebagai Kolonel. Genap 16 bulan setelah itu, pangkatnya naik
lagi menjadi Komodor (kini Laksamana Pertama). Sebagai rekan sekerja,
Yos ditugaskan untuk mendampingi Mayor R.E. Martadinata di Italia dalam
mengawasi pembuatan kapal perang yang dipesan pemerintah RI.
Bersamaan dengan meningkatnya jabatan Yos, keadaan wilayah Indonesia,
khususnya Irian Jaya semakin terancam oleh keberadaan Belanda. Pada
tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno membentuk Tri Komando Rakyat
(TRIKORA) sebagai upaya untuk membebaskan Irian Barat dari Belanda.
Pada tanggal 2 Januari 1962, Presiden Soekarno membentuk Komando Mandala
Pembebasan Irian Barat yang berkedudukan di Makasar. Sebagai Deputi
Operasi, Yos Sudarso memikul tugas yang berat. Pada tanggal 15 Januari
1962, ia mengadakan patroli di daerah perbatasan, yakni di Laut Aru
dengan membawa 3 kapal jenis MTB, yaitu KRI Macan Tutul, KRI Macan
Kumbang, dan KRI Harimau. Rupanya Belanda sudah mencium strategi Yos,
mereka lantas mengejar kapal-kapal milik Indonesia dengan menggunakan
kapal perusak (destroyer). Yos Sudarso mengeluarkan perintah untuk
bertempur, walaupun lawan yang dihadapi lebih kuat. KRI Macan Tutul di
bawah pimpinan Yos Sudarso berusaha menarik perhatian agar 2 kapal
lainnya menjauh. Namun, karena kekuatan kapal Belanda dan Indonesia
tidak imbang, KRI Macan Tutul pun tenggelam, sedangkan 2 kapal lainnya
-- KRI Harimau dan KRI Macan Kumbang, berhasil meloloskan diri. Komodor
Yos Sudarso bersama seluruh awak kapal yang ditumpanginya gugur sebagai
pahlawan bangsa.
Almarhum Yos Sudarso meninggalkan seorang istri, Siti Mustini, dan 5
anak (dua di antaranya sudah meninggal). Saat itu, anak bungsunya baru
berusia 1,5 tahun. Sebagai penghargaan atas jasanya, pemerintah
menaikkan pangkatnya menjadi Laksamana Muda Anumerta Yosaphat Sudarso
dan memberinya gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor
088/TK/1973. Bahkan, namanya pun diabadikan menjadi nama armada angkatan
Laut Indonesia, nama pulau, dan nama jalan-jalan protokol di kota-kota
besar Indonesia.
Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Halaman_Utama
Sumber :
http://biokristi.sabda.org/Sri Setyawati
Sumber :
http://www.inddit.com/
Di Yogyakarta pada
tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengumandangkan Komando
Pembebasan Irian Barat Tri Komando Rakyat (Trikora). Komando tersebut
dicanangkan akibat sikap ngotot Belanda untuk tetap bercokol di Irian
Barat. Padahal telah disepakati bahwa Irian Barat akan diserahkan kepada
Indonesia setahun pasca pengakuan kedaulatan 1949. Upaya diplomatis
yang dilakukan Indonesia sejak tahun 1950 mengalami jalan buntu. Di lain
pihak, Belanda malah memperkuat kekuatan militernya di Irian Barat.
Tindakan Belanda tersebut dijawab Indonesia dengan memperkuat
persenjataan APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) melalui pembelian
besar-besaran dari luar negeri, seperti Rusia.
Untuk mengintensifkan perlawanan terhadap kekuatan militer Belanda di
Irian Barat, APRI kemudian menggelar sejumlah operasi infiltrasi
(penugasan kapal perang untuk menyusupkan pasukan ke Irian Barat) dan
pengintaian. Salah satu operasi infiltrasi dilaksanakan oleh ALRI dengan
mempergunakan empat kapal perang ALRI jenis MTB (Motor Torpedo Boat)
tipe Jaguar. Kapal-kapal yang dikerahkan pada Januari 1962 ini bernama
RI Macan Tutul, RI Macan Kumbang, RI Harimau dan RI Singa.
Suatu ketika keempat MTB gress asal Jerman Barat tersebut bermaksud
mendaratkan 21 anggota Peleton Tugas Istimewa (Tugis) TNI AD ke Kaimana.
Dalam penugasan itu ikut dari Deputy I (Ops) KSAL Komodor Yosafat
Sudarso. Ia ikut di salah satu MTB, yaitu RI Macan Tutul, yang
dikomandani oleh Kapten Wiratno. Karena memuat pasukan dan perahu karet
untuk pendaratan, maka keempat MTB tersebut terpaksa dilucuti komponen
persenjataan andalannya, yaitu Torpedo 21 inci. Dengan demikian
kapal-kapal tersebut hanya menyandang meriam anti serangan udara kaliber
40 mm. [1]
Misi bertolak dari Tanjung Priok tanggal 9 Januari 1962 dipimpin
langsung oleh Direktur Operasi MBAL Kolonel Sudomo yang bermarkas di RI
Harimau. Keempat MTB bergerak dalam formasi berbanjar. Untuk menjaga
kerahasiaan misi, sehingga dilarang menyinggahi pelabuhan-pelabuhan yang
dapat dilewati. Bahan bakar tambahan dan perbekalan akan disuplai di
tengah laut. Bahkan agar misi tidak bocor, kesatuan lain di luar misi
sengaja tidak dilibatkan dan tidak dikoordinasikan. [2]
Dalam perjalanan RI Singa mengalami kerusakan kemudi sehingga hanya tiga
kapal yang sanggup melanjutkan misi infiltrasi. Setelah berhari-hari
berlayar sampailah ketiga MTB di perairan Arafuru, di mana RI Multatuli
telah lego jangkar. Di atas kapal berjenis submarine support ship
tersebut, diputuskan pelaksanaan operasi penyusupan dilakukan pada malam
hari Senin, 15 Januari 1962. Yang sebelumnya semua kapal ALRI telah
merapat di rendezvous point di sebuah pulau Kepulauan Aru. Pasukan yang
sudah diturunkan dari Hercules AURI juga sudah diangkut kapal dari
Letfuan menuju pulau tersebut. Pada hari pertama di titik itu,
pesawat-pesawat Belanda sudah datang mengintai dan hal sama pun
dilakukan pesawat-pesawat Belanda pada hari sebelum operasi infiltrasi.
Menjelang pukul 17.00 WITA waktu setempat, ketiga MTB mulai bergerak
menuju Kaimana dengan kecepatan 20 knot dalam formasi berbanjar. KRI
Harimau berada di depan, membawa antara lain kol.Sudomo, kol. Mursyid
dan kapten Tondomulyo. Dibelakang adalah KRI Macan Tutul yang dinaiki
Komodor Yos Sudarso. Sedangkan di belakang adalah KRI Macan Kumbang.
Operasi meluncur dengan menerapkan status radio silent. Komunikasi hanya
terbatas pada tiga MTB saja dan dilarang berkomunikasi di luar itu.
Menjelang pukul 21.00, Kol. Mursyid melihat radar blips pada lintasan
depan yang akan dilewati iringan tiga kapal itu. Dua disebelah kanan dan
satu di kiri. Blips tersebut tidak bergerak, menandakan kapal-kapal
sedang berhenti. Ketiga kapal KRI kemudian melaju. Namun pada posisi
04,490 LS, 135,020 BT, ketiganya dipergoki oleh dua pesawat intai
maritim Belanda jenis Neptune dan Firefly. Tak jauh dari posisi tiga
MTB ALRI tersebut, dua fregat Belanda Hr.Ms Evertsen dan Hr.Ms.
Kortenaer ternyata sedang berpatroli. Rupanya Belanda sudah mencium
strategi operasi ini. Dua fregat tersebut bergerak cepat dari arah
posisi depan dan lambung kanan belakang MTB ALRI. Lalu pada posisi 25
mil barat daya dari Vlakte Hoek, dua pihak yang bermusuhan tersebut
berpapasan. Kortenaer yang bergerak pertama kali mendekati MTB ALRI.
Setelah mencapai jarak tembak, Kortenaer menembakkan peluru suar yang
disusul tembakan peluru tajam. Pada saat yang sama, Neptune terang
rendah sambil menembakkan peluru suar berparasut dari udara.
Seketika keadaan sekitar menjadi terang benderang. Untuk mengusir
Neptune Belanda, RI Macan Tutul dan RI Macan Kumbang menembakkan meriam
40 mm. Tembakan balasan Belanda dilontarkan oleh Evertsen, yang diikuti
oleh Kortenaer. Guna menghindari tembakan musuh, formasi MTB disusun
berbentuk diagonal. Sebelah kiri adalah RI Macan Kumbang, di tengah RI
Harimau dan di kanan RI Macan Tutul.
Ketika dua pihak yang bertikai telah mencapai jarak 1,5 mil, kedua kapal
perang Belanda melepaskan tembakan meriam kaliber 120 mm dengan gencar.
Keadaan menjadi sangat kritis, sehingga Komodor Yos Sudarso, yang
berada di RI Macan Tutul mengambil alih pimpinan misi. Melalui radio
telepon, ia memerintahkan untuk membalas tembakan musuh. Selain itu RI
Harimau dan RI Macan Kumbang diperintahkan bermanuver berputar untuk
mengecoh Belanda, sementara RI Macan Tutul melaju terus lurus ke arah
haluan keluar dari formasi sekaligus menghadang kapal musuh.
Melihat manuver tersebut, kedua kapal Belanda segera mengonsentrasikan
perhatian dan tembakan ke arah RI Macan Tutul. Reaksi ini diambil
Belanda karena MTB merupakan jenis kapal berpeluncur torpedo anti kapal
permukaan dan manuver Macan Tutul merupakan gerakan taktis untuk bersiap
meluncurkan torpedonya. Belanda tidak mengetahui bahwa ketiga MTB ALRI
tidak membawa torpedo. RI Macan Tutul dihujani tembakan berat oleh dua
fregat Belanda tersebut. [3]
RI Harimau dan RI Macan Kumbang dengan manuver zigzag berhasil
meloloskan diri. Di antara dentuman tembakan meriam, Komodor Yos Sudarso
masih sempat berkomunikasi lewat radio telepon dan mengumandangkan
pesan: "Kobarkan Semangat Pertempuran". Akhirnya tembakan kapal-kapal
Belanda mengenai bagian buritan sebelah kiri RI Macan Tutul sehingga
menimbulkan bunga api besar yang menerangi malam di laut Aru. Tembakan
tersebut ternyata mengenai kamar penyimpanan mesiu. Tak lama kemudian,
secara perlahan RI Macan Tutul tenggelam. Sebenarnya kekuatan kapal
Belanda dan Indonesia tidak seimbang. Komodor Yos Sudarso, ajudannya
Kapten Memet, Komanda Kapal Kapten Wiratno serta 25 penumpang lainnya
pun gugur.
Sebagian ABK RI Macan Tutul yang selamat, berhasil ditawan oleh Belanda.
Menurut kesaksian Soekirman, juru mudi RI Macan Tutul yang selamat dan
ditawan Belanda, selama diinterogasi ia diperlihatkan foto-foto
keberadaan MTB di perairan Arafuru. Soekirman juga memberikan kesaksian
bahwa pesawat intai Belanda juga sudah mengendus rencana penyerangan
ini, dengan seringnya memantau pergerakan MTB dari udara.
Kejadian ini kemudian dikritik oleh mentri Djuanda serta menuduh AURI
tidak mendukung jalannya operasi ini. Sehingga pesawat intai Belanda
secara bebas berhasil mengintai dan mengendus keberadaan MTB ALRI. AURI
berada dalam kondisi yang tertekan karena misi yang gagal itu. Orang
mengira, kekuatan AURI mampu melayang-layang selamanya di udara dan
mengawasi setiap jengkal wilayah Republik Indonesia. Menurut Oemar
Dhani, AURI tidak dapat memberikan bantuan karena pesawat tempur yang
diharapkan mendukung operasi ini ternyata baru tiba di Jakarta dari Uni
Soviet dan belum di-assembling. Untuk mengakhiri polemik fersebut KSAU
Soerjadi Soerjadarma mengundurkan diri pada 19 Januari 1962. [4]
Dengan terjadinya pertempuran laut aru ini telah mampu memicu semangat
tempur bangsa Indonesia. Simpati dunia internasional terhadap Belanda
semakin menipis, karena semakin banyaknya bukti-bukti melemahkan posisi
Belanda. Sementara itu dalam kalangan pimpinan serta rakyat kerajaan
Belanda terjadi benturan-benturan internal mengenai pilihan langkah
politik berikut penerapan kebijakan terhadap Indonesia pada umunya dan
pada Irian Barat pada khususnya.
Almarhum Yos Sudarso yang wafat dalam peristiwa laut Aru itu
meninggalkan seorang istri, Siti Mustini dan 5 anak (dua diantaranya
sudah meninggal). Saat itu, anak bungsunya baru berusia 1,5 tahun.
Sebagai penghargaan atas jasanya, pemerintah menaikkan pangkatnya
menjadi Laksamana Muda Anumerta Yosaphat Sudarso dan memberinya gelar
Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 088/TK/1973. Bahkan
namanya pun diabadikan menjadi nama armada angkatan laut indonesia, nama
pulau, dan nama jalan-jalan protokol di kota-kota besar Indonesia. [5]
Note :
[1]
https://belogngeblog.wordpress.com/2012/08/17/pertempuran-laut-aru-masa-pembebasan-irian-barat/
[2]
Anwar,rosihan. 2006. Soekarano, Tentara, Pki : Segitiga Kekuasaan
Sebelum Prahara Politik, 1961-1965. Yayasan obor Indonesia
[3] Sudirman, Adi. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia. Diva Press
[4]
http://www.pemudamaritim.com/2014/11/laksamana-muda-yos-sudarso-dan.html
[5] Pour, Julius. Konspirasi Dibalik Tenggelamya Matjan Tutul. Jakarta
: penerbit Kompas
Today Deal $50 Off :
https://goo.gl/efW8Ef
Di Yogyakarta pada
tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengumandangkan Komando
Pembebasan Irian Barat Tri Komando Rakyat (Trikora). Komando tersebut
dicanangkan akibat sikap ngotot Belanda untuk tetap bercokol di Irian
Barat. Padahal telah disepakati bahwa Irian Barat akan diserahkan kepada
Indonesia setahun pasca pengakuan kedaulatan 1949. Upaya diplomatis
yang dilakukan Indonesia sejak tahun 1950 mengalami jalan buntu. Di lain
pihak, Belanda malah memperkuat kekuatan militernya di Irian Barat.
Tindakan Belanda tersebut dijawab Indonesia dengan memperkuat
persenjataan APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) melalui pembelian
besar-besaran dari luar negeri, seperti Rusia.
Untuk mengintensifkan perlawanan terhadap kekuatan militer Belanda di
Irian Barat, APRI kemudian menggelar sejumlah operasi infiltrasi
(penugasan kapal perang untuk menyusupkan pasukan ke Irian Barat) dan
pengintaian. Salah satu operasi infiltrasi dilaksanakan oleh ALRI dengan
mempergunakan empat kapal perang ALRI jenis MTB (Motor Torpedo Boat)
tipe Jaguar. Kapal-kapal yang dikerahkan pada Januari 1962 ini bernama
RI Macan Tutul, RI Macan Kumbang, RI Harimau dan RI Singa.
Suatu ketika keempat MTB gress asal Jerman Barat tersebut bermaksud
mendaratkan 21 anggota Peleton Tugas Istimewa (Tugis) TNI AD ke Kaimana.
Dalam penugasan itu ikut dari Deputy I (Ops) KSAL Komodor Yosafat
Sudarso. Ia ikut di salah satu MTB, yaitu RI Macan Tutul, yang
dikomandani oleh Kapten Wiratno. Karena memuat pasukan dan perahu karet
untuk pendaratan, maka keempat MTB tersebut terpaksa dilucuti komponen
persenjataan andalannya, yaitu Torpedo 21 inci. Dengan demikian
kapal-kapal tersebut hanya menyandang meriam anti serangan udara kaliber
40 mm. [1]
Misi bertolak dari Tanjung Priok tanggal 9 Januari 1962 dipimpin
langsung oleh Direktur Operasi MBAL Kolonel Sudomo yang bermarkas di RI
Harimau. Keempat MTB bergerak dalam formasi berbanjar. Untuk menjaga
kerahasiaan misi, sehingga dilarang menyinggahi pelabuhan-pelabuhan yang
dapat dilewati. Bahan bakar tambahan dan perbekalan akan disuplai di
tengah laut. Bahkan agar misi tidak bocor, kesatuan lain di luar misi
sengaja tidak dilibatkan dan tidak dikoordinasikan. [2]
Dalam perjalanan RI Singa mengalami kerusakan kemudi sehingga hanya tiga
kapal yang sanggup melanjutkan misi infiltrasi. Setelah berhari-hari
berlayar sampailah ketiga MTB di perairan Arafuru, di mana RI Multatuli
telah lego jangkar. Di atas kapal berjenis submarine support ship
tersebut, diputuskan pelaksanaan operasi penyusupan dilakukan pada malam
hari Senin, 15 Januari 1962. Yang sebelumnya semua kapal ALRI telah
merapat di rendezvous point di sebuah pulau Kepulauan Aru. Pasukan yang
sudah diturunkan dari Hercules AURI juga sudah diangkut kapal dari
Letfuan menuju pulau tersebut. Pada hari pertama di titik itu,
pesawat-pesawat Belanda sudah datang mengintai dan hal sama pun
dilakukan pesawat-pesawat Belanda pada hari sebelum operasi infiltrasi.
Menjelang pukul 17.00 WITA waktu setempat, ketiga MTB mulai bergerak
menuju Kaimana dengan kecepatan 20 knot dalam formasi berbanjar. KRI
Harimau berada di depan, membawa antara lain kol.Sudomo, kol. Mursyid
dan kapten Tondomulyo. Dibelakang adalah KRI Macan Tutul yang dinaiki
Komodor Yos Sudarso. Sedangkan di belakang adalah KRI Macan Kumbang.
Operasi meluncur dengan menerapkan status radio silent. Komunikasi hanya
terbatas pada tiga MTB saja dan dilarang berkomunikasi di luar itu.
Menjelang pukul 21.00, Kol. Mursyid melihat radar blips pada lintasan
depan yang akan dilewati iringan tiga kapal itu. Dua disebelah kanan dan
satu di kiri. Blips tersebut tidak bergerak, menandakan kapal-kapal
sedang berhenti. Ketiga kapal KRI kemudian melaju. Namun pada posisi
04,490 LS, 135,020 BT, ketiganya dipergoki oleh dua pesawat intai
maritim Belanda jenis Neptune dan Firefly. Tak jauh dari posisi tiga
MTB ALRI tersebut, dua fregat Belanda Hr.Ms Evertsen dan Hr.Ms.
Kortenaer ternyata sedang berpatroli. Rupanya Belanda sudah mencium
strategi operasi ini. Dua fregat tersebut bergerak cepat dari arah
posisi depan dan lambung kanan belakang MTB ALRI. Lalu pada posisi 25
mil barat daya dari Vlakte Hoek, dua pihak yang bermusuhan tersebut
berpapasan. Kortenaer yang bergerak pertama kali mendekati MTB ALRI.
Setelah mencapai jarak tembak, Kortenaer menembakkan peluru suar yang
disusul tembakan peluru tajam. Pada saat yang sama, Neptune terang
rendah sambil menembakkan peluru suar berparasut dari udara.
Seketika keadaan sekitar menjadi terang benderang. Untuk mengusir
Neptune Belanda, RI Macan Tutul dan RI Macan Kumbang menembakkan meriam
40 mm. Tembakan balasan Belanda dilontarkan oleh Evertsen, yang diikuti
oleh Kortenaer. Guna menghindari tembakan musuh, formasi MTB disusun
berbentuk diagonal. Sebelah kiri adalah RI Macan Kumbang, di tengah RI
Harimau dan di kanan RI Macan Tutul.
Ketika dua pihak yang bertikai telah mencapai jarak 1,5 mil, kedua kapal
perang Belanda melepaskan tembakan meriam kaliber 120 mm dengan gencar.
Keadaan menjadi sangat kritis, sehingga Komodor Yos Sudarso, yang
berada di RI Macan Tutul mengambil alih pimpinan misi. Melalui radio
telepon, ia memerintahkan untuk membalas tembakan musuh. Selain itu RI
Harimau dan RI Macan Kumbang diperintahkan bermanuver berputar untuk
mengecoh Belanda, sementara RI Macan Tutul melaju terus lurus ke arah
haluan keluar dari formasi sekaligus menghadang kapal musuh.
Melihat manuver tersebut, kedua kapal Belanda segera mengonsentrasikan
perhatian dan tembakan ke arah RI Macan Tutul. Reaksi ini diambil
Belanda karena MTB merupakan jenis kapal berpeluncur torpedo anti kapal
permukaan dan manuver Macan Tutul merupakan gerakan taktis untuk bersiap
meluncurkan torpedonya. Belanda tidak mengetahui bahwa ketiga MTB ALRI
tidak membawa torpedo. RI Macan Tutul dihujani tembakan berat oleh dua
fregat Belanda tersebut. [3]
RI Harimau dan RI Macan Kumbang dengan manuver zigzag berhasil
meloloskan diri. Di antara dentuman tembakan meriam, Komodor Yos Sudarso
masih sempat berkomunikasi lewat radio telepon dan mengumandangkan
pesan: "Kobarkan Semangat Pertempuran". Akhirnya tembakan kapal-kapal
Belanda mengenai bagian buritan sebelah kiri RI Macan Tutul sehingga
menimbulkan bunga api besar yang menerangi malam di laut Aru. Tembakan
tersebut ternyata mengenai kamar penyimpanan mesiu. Tak lama kemudian,
secara perlahan RI Macan Tutul tenggelam. Sebenarnya kekuatan kapal
Belanda dan Indonesia tidak seimbang. Komodor Yos Sudarso, ajudannya
Kapten Memet, Komanda Kapal Kapten Wiratno serta 25 penumpang lainnya
pun gugur.
Sebagian ABK RI Macan Tutul yang selamat, berhasil ditawan oleh Belanda.
Menurut kesaksian Soekirman, juru mudi RI Macan Tutul yang selamat dan
ditawan Belanda, selama diinterogasi ia diperlihatkan foto-foto
keberadaan MTB di perairan Arafuru. Soekirman juga memberikan kesaksian
bahwa pesawat intai Belanda juga sudah mengendus rencana penyerangan
ini, dengan seringnya memantau pergerakan MTB dari udara.
Kejadian ini kemudian dikritik oleh mentri Djuanda serta menuduh AURI
tidak mendukung jalannya operasi ini. Sehingga pesawat intai Belanda
secara bebas berhasil mengintai dan mengendus keberadaan MTB ALRI. AURI
berada dalam kondisi yang tertekan karena misi yang gagal itu. Orang
mengira, kekuatan AURI mampu melayang-layang selamanya di udara dan
mengawasi setiap jengkal wilayah Republik Indonesia. Menurut Oemar
Dhani, AURI tidak dapat memberikan bantuan karena pesawat tempur yang
diharapkan mendukung operasi ini ternyata baru tiba di Jakarta dari Uni
Soviet dan belum di-assembling. Untuk mengakhiri polemik fersebut KSAU
Soerjadi Soerjadarma mengundurkan diri pada 19 Januari 1962. [4]
Dengan terjadinya pertempuran laut aru ini telah mampu memicu semangat
tempur bangsa Indonesia. Simpati dunia internasional terhadap Belanda
semakin menipis, karena semakin banyaknya bukti-bukti melemahkan posisi
Belanda. Sementara itu dalam kalangan pimpinan serta rakyat kerajaan
Belanda terjadi benturan-benturan internal mengenai pilihan langkah
politik berikut penerapan kebijakan terhadap Indonesia pada umunya dan
pada Irian Barat pada khususnya.
Almarhum Yos Sudarso yang wafat dalam peristiwa laut Aru itu
meninggalkan seorang istri, Siti Mustini dan 5 anak (dua diantaranya
sudah meninggal). Saat itu, anak bungsunya baru berusia 1,5 tahun.
Sebagai penghargaan atas jasanya, pemerintah menaikkan pangkatnya
menjadi Laksamana Muda Anumerta Yosaphat Sudarso dan memberinya gelar
Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 088/TK/1973. Bahkan
namanya pun diabadikan menjadi nama armada angkatan laut indonesia, nama
pulau, dan nama jalan-jalan protokol di kota-kota besar Indonesia. [5]
Note :
[1]
https://belogngeblog.wordpress.com/2012/08/17/pertempuran-laut-aru-masa-pembebasan-irian-barat/
[2]
Anwar,rosihan. 2006. Soekarano, Tentara, Pki : Segitiga Kekuasaan
Sebelum Prahara Politik, 1961-1965. Yayasan obor Indonesia
[3] Sudirman, Adi. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia. Diva Press
[4]
http://www.pemudamaritim.com/2014/11/laksamana-muda-yos-sudarso-dan.html
[5] Pour, Julius. Konspirasi Dibalik Tenggelamya Matjan Tutul. Jakarta
: penerbit Kompas
Today Deal $50 Off :
https://goo.gl/efW8Ef
Di Yogyakarta pada
tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengumandangkan Komando
Pembebasan Irian Barat Tri Komando Rakyat (Trikora). Komando tersebut
dicanangkan akibat sikap ngotot Belanda untuk tetap bercokol di Irian
Barat. Padahal telah disepakati bahwa Irian Barat akan diserahkan kepada
Indonesia setahun pasca pengakuan kedaulatan 1949. Upaya diplomatis
yang dilakukan Indonesia sejak tahun 1950 mengalami jalan buntu. Di lain
pihak, Belanda malah memperkuat kekuatan militernya di Irian Barat.
Tindakan Belanda tersebut dijawab Indonesia dengan memperkuat
persenjataan APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) melalui pembelian
besar-besaran dari luar negeri, seperti Rusia.
Untuk mengintensifkan perlawanan terhadap kekuatan militer Belanda di
Irian Barat, APRI kemudian menggelar sejumlah operasi infiltrasi
(penugasan kapal perang untuk menyusupkan pasukan ke Irian Barat) dan
pengintaian. Salah satu operasi infiltrasi dilaksanakan oleh ALRI dengan
mempergunakan empat kapal perang ALRI jenis MTB (Motor Torpedo Boat)
tipe Jaguar. Kapal-kapal yang dikerahkan pada Januari 1962 ini bernama
RI Macan Tutul, RI Macan Kumbang, RI Harimau dan RI Singa.
Suatu ketika keempat MTB gress asal Jerman Barat tersebut bermaksud
mendaratkan 21 anggota Peleton Tugas Istimewa (Tugis) TNI AD ke Kaimana.
Dalam penugasan itu ikut dari Deputy I (Ops) KSAL Komodor Yosafat
Sudarso. Ia ikut di salah satu MTB, yaitu RI Macan Tutul, yang
dikomandani oleh Kapten Wiratno. Karena memuat pasukan dan perahu karet
untuk pendaratan, maka keempat MTB tersebut terpaksa dilucuti komponen
persenjataan andalannya, yaitu Torpedo 21 inci. Dengan demikian
kapal-kapal tersebut hanya menyandang meriam anti serangan udara kaliber
40 mm. [1]
Misi bertolak dari Tanjung Priok tanggal 9 Januari 1962 dipimpin
langsung oleh Direktur Operasi MBAL Kolonel Sudomo yang bermarkas di RI
Harimau. Keempat MTB bergerak dalam formasi berbanjar. Untuk menjaga
kerahasiaan misi, sehingga dilarang menyinggahi pelabuhan-pelabuhan yang
dapat dilewati. Bahan bakar tambahan dan perbekalan akan disuplai di
tengah laut. Bahkan agar misi tidak bocor, kesatuan lain di luar misi
sengaja tidak dilibatkan dan tidak dikoordinasikan. [2]
Dalam perjalanan RI Singa mengalami kerusakan kemudi sehingga hanya tiga
kapal yang sanggup melanjutkan misi infiltrasi. Setelah berhari-hari
berlayar sampailah ketiga MTB di perairan Arafuru, di mana RI Multatuli
telah lego jangkar. Di atas kapal berjenis submarine support ship
tersebut, diputuskan pelaksanaan operasi penyusupan dilakukan pada malam
hari Senin, 15 Januari 1962. Yang sebelumnya semua kapal ALRI telah
merapat di rendezvous point di sebuah pulau Kepulauan Aru. Pasukan yang
sudah diturunkan dari Hercules AURI juga sudah diangkut kapal dari
Letfuan menuju pulau tersebut. Pada hari pertama di titik itu,
pesawat-pesawat Belanda sudah datang mengintai dan hal sama pun
dilakukan pesawat-pesawat Belanda pada hari sebelum operasi infiltrasi.
Menjelang pukul 17.00 WITA waktu setempat, ketiga MTB mulai bergerak
menuju Kaimana dengan kecepatan 20 knot dalam formasi berbanjar. KRI
Harimau berada di depan, membawa antara lain kol.Sudomo, kol. Mursyid
dan kapten Tondomulyo. Dibelakang adalah KRI Macan Tutul yang dinaiki
Komodor Yos Sudarso. Sedangkan di belakang adalah KRI Macan Kumbang.
Operasi meluncur dengan menerapkan status radio silent. Komunikasi hanya
terbatas pada tiga MTB saja dan dilarang berkomunikasi di luar itu.
Menjelang pukul 21.00, Kol. Mursyid melihat radar blips pada lintasan
depan yang akan dilewati iringan tiga kapal itu. Dua disebelah kanan dan
satu di kiri. Blips tersebut tidak bergerak, menandakan kapal-kapal
sedang berhenti. Ketiga kapal KRI kemudian melaju. Namun pada posisi
04,490 LS, 135,020 BT, ketiganya dipergoki oleh dua pesawat intai
maritim Belanda jenis Neptune dan Firefly. Tak jauh dari posisi tiga
MTB ALRI tersebut, dua fregat Belanda Hr.Ms Evertsen dan Hr.Ms.
Kortenaer ternyata sedang berpatroli. Rupanya Belanda sudah mencium
strategi operasi ini. Dua fregat tersebut bergerak cepat dari arah
posisi depan dan lambung kanan belakang MTB ALRI. Lalu pada posisi 25
mil barat daya dari Vlakte Hoek, dua pihak yang bermusuhan tersebut
berpapasan. Kortenaer yang bergerak pertama kali mendekati MTB ALRI.
Setelah mencapai jarak tembak, Kortenaer menembakkan peluru suar yang
disusul tembakan peluru tajam. Pada saat yang sama, Neptune terang
rendah sambil menembakkan peluru suar berparasut dari udara.
Seketika keadaan sekitar menjadi terang benderang. Untuk mengusir
Neptune Belanda, RI Macan Tutul dan RI Macan Kumbang menembakkan meriam
40 mm. Tembakan balasan Belanda dilontarkan oleh Evertsen, yang diikuti
oleh Kortenaer. Guna menghindari tembakan musuh, formasi MTB disusun
berbentuk diagonal. Sebelah kiri adalah RI Macan Kumbang, di tengah RI
Harimau dan di kanan RI Macan Tutul.
Ketika dua pihak yang bertikai telah mencapai jarak 1,5 mil, kedua kapal
perang Belanda melepaskan tembakan meriam kaliber 120 mm dengan gencar.
Keadaan menjadi sangat kritis, sehingga Komodor Yos Sudarso, yang
berada di RI Macan Tutul mengambil alih pimpinan misi. Melalui radio
telepon, ia memerintahkan untuk membalas tembakan musuh. Selain itu RI
Harimau dan RI Macan Kumbang diperintahkan bermanuver berputar untuk
mengecoh Belanda, sementara RI Macan Tutul melaju terus lurus ke arah
haluan keluar dari formasi sekaligus menghadang kapal musuh.
Melihat manuver tersebut, kedua kapal Belanda segera mengonsentrasikan
perhatian dan tembakan ke arah RI Macan Tutul. Reaksi ini diambil
Belanda karena MTB merupakan jenis kapal berpeluncur torpedo anti kapal
permukaan dan manuver Macan Tutul merupakan gerakan taktis untuk bersiap
meluncurkan torpedonya. Belanda tidak mengetahui bahwa ketiga MTB ALRI
tidak membawa torpedo. RI Macan Tutul dihujani tembakan berat oleh dua
fregat Belanda tersebut. [3]
RI Harimau dan RI Macan Kumbang dengan manuver zigzag berhasil
meloloskan diri. Di antara dentuman tembakan meriam, Komodor Yos Sudarso
masih sempat berkomunikasi lewat radio telepon dan mengumandangkan
pesan: "Kobarkan Semangat Pertempuran". Akhirnya tembakan kapal-kapal
Belanda mengenai bagian buritan sebelah kiri RI Macan Tutul sehingga
menimbulkan bunga api besar yang menerangi malam di laut Aru. Tembakan
tersebut ternyata mengenai kamar penyimpanan mesiu. Tak lama kemudian,
secara perlahan RI Macan Tutul tenggelam. Sebenarnya kekuatan kapal
Belanda dan Indonesia tidak seimbang. Komodor Yos Sudarso, ajudannya
Kapten Memet, Komanda Kapal Kapten Wiratno serta 25 penumpang lainnya
pun gugur.
Sebagian ABK RI Macan Tutul yang selamat, berhasil ditawan oleh Belanda.
Menurut kesaksian Soekirman, juru mudi RI Macan Tutul yang selamat dan
ditawan Belanda, selama diinterogasi ia diperlihatkan foto-foto
keberadaan MTB di perairan Arafuru. Soekirman juga memberikan kesaksian
bahwa pesawat intai Belanda juga sudah mengendus rencana penyerangan
ini, dengan seringnya memantau pergerakan MTB dari udara.
Kejadian ini kemudian dikritik oleh mentri Djuanda serta menuduh AURI
tidak mendukung jalannya operasi ini. Sehingga pesawat intai Belanda
secara bebas berhasil mengintai dan mengendus keberadaan MTB ALRI. AURI
berada dalam kondisi yang tertekan karena misi yang gagal itu. Orang
mengira, kekuatan AURI mampu melayang-layang selamanya di udara dan
mengawasi setiap jengkal wilayah Republik Indonesia. Menurut Oemar
Dhani, AURI tidak dapat memberikan bantuan karena pesawat tempur yang
diharapkan mendukung operasi ini ternyata baru tiba di Jakarta dari Uni
Soviet dan belum di-assembling. Untuk mengakhiri polemik fersebut KSAU
Soerjadi Soerjadarma mengundurkan diri pada 19 Januari 1962. [4]
Dengan terjadinya pertempuran laut aru ini telah mampu memicu semangat
tempur bangsa Indonesia. Simpati dunia internasional terhadap Belanda
semakin menipis, karena semakin banyaknya bukti-bukti melemahkan posisi
Belanda. Sementara itu dalam kalangan pimpinan serta rakyat kerajaan
Belanda terjadi benturan-benturan internal mengenai pilihan langkah
politik berikut penerapan kebijakan terhadap Indonesia pada umunya dan
pada Irian Barat pada khususnya.
Almarhum Yos Sudarso yang wafat dalam peristiwa laut Aru itu
meninggalkan seorang istri, Siti Mustini dan 5 anak (dua diantaranya
sudah meninggal). Saat itu, anak bungsunya baru berusia 1,5 tahun.
Sebagai penghargaan atas jasanya, pemerintah menaikkan pangkatnya
menjadi Laksamana Muda Anumerta Yosaphat Sudarso dan memberinya gelar
Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 088/TK/1973. Bahkan
namanya pun diabadikan menjadi nama armada angkatan laut indonesia, nama
pulau, dan nama jalan-jalan protokol di kota-kota besar Indonesia. [5]
Note :
[1]
https://belogngeblog.wordpress.com/2012/08/17/pertempuran-laut-aru-masa-pembebasan-irian-barat/
[2]
Anwar,rosihan. 2006. Soekarano, Tentara, Pki : Segitiga Kekuasaan
Sebelum Prahara Politik, 1961-1965. Yayasan obor Indonesia
[3] Sudirman, Adi. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia. Diva Press
[4]
http://www.pemudamaritim.com/2014/11/laksamana-muda-yos-sudarso-dan.html
[5] Pour, Julius. Konspirasi Dibalik Tenggelamya Matjan Tutul. Jakarta
: penerbit Kompas
Today Deal $50 Off :
https://goo.gl/efW8Ef