Senin, 03 Oktober 2016

Insiden Berdarah antara Rakyat Pekalongan dan Tentara Jepang

Mengingat sejarah tanggal 3 Oktober, bahwa tanggal tersebut merupakan hari bersejarah dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Hari itu tepatnya 3 Oktober 1945, rakyat Indonesia melakukan pengusiran tentara Jepang dari salah satu kota di Jawa Tengah, tepatnya dari Pekalongan.
Saat itu, ada 3 kelompok organisasi yang melakukan usaha memindahkan kekuasaan dari Jepang kepada Indonesia. Sebagai kelanjutan pemerintah Jepang melakukan perundingan dengan tiga wakil dari masyarakat pekalongan. Adapun ketiga wakil tersebut adalah, KNID (dipimpin Dr. Sumbadji), BPKKP (dipimpin Dr. Ma’as), dan Angkatan Muda (dipimpin Mumpuni dan Margono Jenggot).
Sejatinya, perundingan antara Jepang dan wakil masyarakat Pekalongan, dilaksanakan tanggal 1 Oktober 1945, tetapi karena ada sesuatu hal, maka perundingan pun diundur menjadi tanggal 3 Oktober 1945 pukul 10.00 WIB yang dilaksanakan di gedung Kempeitai.
Dengan wakilnya Mr. Besar masyarakat Pekalongan berunding dengan perwakilan pemerintah Jepang dalam rangka memantapkan penyerahan sekaligus perpindahan kekuasaan. Perundingan yang diundur 2 hari tersebut ternyata membuat rakyat memanas, tak ayal masyarakat Pekalongan pun berkobar mengepung gedung  Kenpetai.
Sebagai wakil masyarakat, Mr. Besar mendesak pemerintah Jepang, dengan tiga tuntutan, antara lain sebagai berikut:
  1. Jepang harus segera menyerahkan kekuasaannya kepada rakyat Indonesia dengan cara damai.
  2. Melakukan pelucutan senjata terhadap seluruh tentara Jepang.
  3. Mr. Besar menjamin keamanan tentara Jepang meskipun kekuasaan sudah diserahkan kepada rakyat Indonesia. 
 Perundingan Gagal
Dari ketiga tuntutan tersebut, tak ada satupun yang disetujui perwakilan pemerintah Jepang, alis ditolak mentah-mentah.


Dari uletnya perundingan semakin membuat rakyat diluar gedung Kenpetai, semakin panas. Beberapa pemuda meneriakkan agar perundingan segera diselesaikan. Karena teriakan mereka tak digubris, dengan tanpa gentar, mereka menurunkan bendera Jepang yang berkibar di gedung tersebut kemudian menggantinya dengan bendera Republik Indonesia Sang Merah Putih. Namun, naas, tanpa ampun ketiganya tewas ditembus peluru tentara Jepang.
Maka, tanpa komando ribuan rakyat yang telah mengepung gedung Kenpetai secara serentak menyerang serdadu Jepang dengan senjata seadanya. Maka, perang antara rakyat Pekalongan dengan tentara Jepang pun tak dapat dihindarkan.
Dalam catatan sejarah, sebanyak 37 rakyat Pekalongan gugur di medan perang, dan 12 orang lainnya menderita cacat.
Untuk mengingat sejarah tersebut, maka dibangun sebuah monumen yang terletak di Lapangan Kebon Rojo, Pekalongan. Sedangkan gedung Kempetai tempat perundingan, dirubah menjadi sebuah masjid yang dinamakan Masjid Syuhada.
Di depan Masjid Syuhada di buat patung berwujud bambu runcing 4 buah yang masing-masing memiliki 5 ruas. Tetapi sekarang, patung tersebut dirubah menjadi patung bambu 3 buah dan masing-masing ruasnya ditambah  menjadi 10.
Makna dari 3 bambu dan 10 ruas tersebut adalah, 3 mencerminkan tanggal 3, dan 10 merupakan bulan ke sepuluh saat terjadinya peristiwa tersebut. Dan hingga sekarang, setiap tanggal 3 oktober di depan monumen di Lapangan Kebon Rojo, Pekalongan diadakan upacara peringatan dan aksi teaterikal oleh para pelajar Pekalongan.
Demikian sebuah peristiwa sejarah tanggal 3 Oktober 1945 yang dapat kita ingat sebagai catatan sejarah kemerdekaan rakyat Indonesia khususnya rakyat Pekalongan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar